Senin, 16 Maret 2015

PROPOSAL SEJARAH MURNI



1.      Latar Belakang
Konsepsi dasar pendidikan dan kebudayaan terutama dijabarkan dari Undang- Undang Dasar 1945, khususnya Bab XIII. Dalam Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa:
“Tiap- tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran” sedangkan ayat (2) berbunyi: “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang- undang”.
Bangsa Jepang muncul sebagai Negara kuat di Asia. Ketika kondisi dunia saat terjadi perang, Jepang tak tinggal diam dan menampilkan diri ikut dalam peperangan tersebut. Jepang mendapatkan prestasinya ketika menghadapi Rusia. Jepang bercita- cita besar, yaitu menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Jepang berhasil menaklukkan Belanda yang telah lama menjajah Indonesia. Sekolah- sekolah yang ada di zaman Belanda digantikan dengan sistem Jepang. (Rifa’i, 2010:83).
Sejak Belanda menyerah tanpa syarat kepada balatentara Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, maka Indonesia jatuh dalam kekuasaan Jepang. Rayuan Jepang kepada bangsa Indonesia mengatakan bahwa Jepang adalah “saudara tuanya” yang datang di Indonesia untuk mencapai “Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya”. (Gunawan, 1986:24).
Pada masa pemerintahan pendudukan Jepang, bidang pendidikan seperti halnya bidang yang lain mendapat wadah tersendiri yakni di bawah naungan Departemen Dalam Negeri (Naimubu) atau khususnya Biro Pendidikan (Bunkyokyoku). Biro pendidikan tersebut kegiatannya antara lain menerbitkan brosur- brosur yang merupakan bahan bacaan bagi setiap seinendan. Termasuk juga buku pelajaran seperti berbaris dapat dipelajari dalam buku “Cara mengajar Kyoren untuk Jawa Seinendan”. Jadi brosur- brosur atau buku- buku dimaksud sebagian besar berisi masalah- masalah atau usaha- usaha indoktrinasi bagi angkatan muda atau pemuda. (Sukadri, dkk, 1991:25).
Selama Jepang menjajah Indonesia, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan latihan perang atau bekerja. Jika ada kegiatan- kegiatan sekolah, hal tersebut tidak jauh dengan konteks Jepang sedang berperang. Kegiatan yang dikatakan berhubungan dengan sekolah tersebut, seperti mengumpulkan batu dan pasir untuk kepentingan perang dan menanam ubi- ubian dan sayur- sayuran di pekarangan sekolah untuk persediaan bahan makanan.
Di samping itu, murid setiap pagi wajib mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang, lalu dilatih kemiliteran. Pelajaran- pelajaran yang diberikan meliputi Sejarah Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), Adat Istiadat, Bahasa Jepang, Ideologi Jepang, dan Kebudayaan Jepang. Untuk menyebarluaskan ideologi dan semangat Jepang tersebut, para guru ditatar secara khusus oleh pemimpin- pemimpin Jepang selama tiga bulan di Jakarta. Mereka diharuskan dan diwajibkan meneruskan materi yang telah diterima kepada teman- temannya. Untuk menanamkan semangat Jepang itu kepada murid- murid diajarkan bahasa Jepang, nyanyian- nyanyian perjuangan, atau nyanyian- nyanyian semangat kemeliteran kepada murid- murid.
Sebenarnya, tujuan pendidikan di zaman penjajahan Jepang tidaklah banyak sebab murid disibukkan denga peperangan sehingga perhatian terhadap pendidikan sangat sedikit. Rayuan Jepang kepada bangsa Indonesia mengatakan bahwa Jepang adalah “saudara tua” yang datang ke Indonesia untuk mencapai kemakmuran bersama di Asia Timur Raya atau yang terkenal dengan hakko ichiu sebagai landasan utama pendidikan pada zaman pendudukan Jepang. (Rifai’i, 2010:84-85).
Oleh karena itu pelajar- pelajar Indonesia setiap pagi harus mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang “Tenno Heika” dan membentuk Indonesia Baru dalam rangka  “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” yang disebut “Dai Toa” (sumpah setia). Kenyataannya bangsa Indonesia Justru menjadi miskin dan menderita demi untuk kepentingan perang Jepang. (Gunawan, 1986:24).
Penjajah Jepang mengambil kebijakan bahwa bahasa Belanda dilarang dipergunakan sama sekali. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar resmi, baik di kantor- kantor maupun di sekolah- sekolah. Bahasa Jepang menjadi bahasa kedua. Selama masa kependudukan inilah bahasa Indonesia berkembang dan dimodernkan sehingga menjadi bahasa pergaulan dan bahasa Ilmiah.
Dari sudut lain, dapat kita lihat bahwa secara konkret tujuan pendidikan pada masa Jepang di Indonesia adalah menyediakan tenaga kerja cuma- cuma yang disebut “romusha” dan prajurit- prajurit untuk membantu peperangan demi kepentingan Jepang. Pengaruhnya adalah para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi ketat. Hal ini terbukti dengan pelaksanaan senam pagi yang disebut taiso sebelum belajar (juga bagi para pegawai sebelum bekerja) mengikuti komando dengan radio. (Rifa’i, 2010:85-86).
Dari uraian di atas bahwa zaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan gambaran buruk di bidang pengajaran, bilamana dibandingkan dengan masa- masa akhir pemerintahan Hindia- Belanda. Perhatian terhadap pendidikan juga bukan menjadi lebih baik, akan tetapi sebaliknya. Akan tetapi disisi lain sistem persekolahan di zaman pendudukan Jepang banyak mengalami perubahan karena sistem penggolongan baik menurut golongan bangsa maupun menurut status sosial dihapuskan. Dengan demikian terdapat integrasi terhadap macam- macam sekolah yang sejenis.
Maka dengan alasan inilah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemerintahan Jepang Terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia Tahun 1942-1945”.

2.      Masalah Penelitian
a.      Pembatasan Ruang Lingkup Masalah
Untuk lebih terarah dan agar pembahasan ini tidak terlalu luas, maka penelitian ini perlu diberikan batasan dalam penulisannya, adapun pembatasan dalam penelitian ini yaitu:
·        Pengaruh kebijakan Jepang terhadap perkembangan Pendidikan di Indonesia khususnya di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah.
·        Pengaruh pemerintahan Jepang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh kebijakan Jepang terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
·        Yang akan ditinjau dalam penelitian ini adalah pengaruh pemerintahan Jepang dalam aspek politik, sosial, dan budaya serta perubahan sistem pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
·        Bagaimanakah pengaruh pemerintahan Jepang terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942-1945?
3.      Tujuan Penelitian
Selaras dengan masalah di atas, maka peneliti memiliki tujuan yaitu:
·        Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemerintahan Jepang terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942-1945.

4.      Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
·        Bagi peneliti, memperluas cakrawala berpikir secara komprehensif dan menambah pemahaman berbagai ilmu yang terkait di dalamnya tentang perkembangan pendidikan di Indonesia masa pendudukan Jepang tahun 1942- 1945.
·        Bagi pembaca, menambah pengetahuan dan dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pemerintahan Jepang terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
·        Bagi Program Studi Sejarah, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dalam penulisan sejarah pendidikan di Indonesia.





5.      Tinjauan Pustaka
a.      Landasan Teori
Landasan teori yang diuraikan dari tinjauan pustaka ditulis dan disusun oleh peneliti sendiri. Menurut Abdurahman (2007:61), landasan teori adalah jalan pikiran menurut kerangka logis untuk menangkap, menerangkan, dan menunjukkan masalah- masalah yang telah diidentifikasi. Dalam penelitian sejarah, teori yang digunakan biasanya disusun dalam pendekatan apa dan bidang sejarah mana yang diteliti.
Pada bab ini akan dideskripsikan mengenai kerangka pemikiran yang akan ditulis oleh penulis mengenai “Pengaruh Pemerintahan Jepang Terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia Tahun 1942-1945”. Mengingat pada zaman pemerintahan pendudukan Jepang pendidikan sangat buruk. Pendidikannya senantiasa dipengaruhi oleh politik, dan sosial. Pendidikan digunakan sebagai alat politik untuk mengatur bangsa.
·        Masa Pemerintahan Jepang
Penjajahan bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia yang berlangsung lama, harus terhenti seketika karena kedatangan bangsa Jepang di Indonesia ketika terjadinya Perang Dunia II. Diawali dengan penyerangan Jepang secara tiba- tiba di Pearl Harbour pada tanggal 7 Desember 1941 dan keesokan harinya Amerika Serikat mengumumkan perang terhadap bangsa Jepang sehingga menyebabkan terjadinya Perang Pasifik. Dengan mengerahkan pasukan militer sebanyak 400.000 personil, dalam tempo waktu setengah tahun bangsa Jepang dapat menguasai kawasan Asia Tenggara. Bangsa Jepang mulai melakukan penyerangan terhadap Indonesia pada tanggal 12 Januari 1942 di Kalimantan Timur, dan pada tanggal 1 Maret bangsa Jepang meneruskan penyerangannya di Pulau Jawa.
Pada waktu itu tentara Kolonial Belanda kewalahan menghadapi tentara Jepang, sehingga mengakibatkan bangsa Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang, maka sejak saat itu pula Indonesia diduduki tentara Jepang selama tiga setengah tahun. Setelah menduduki seluruh wilayah Indonesia bangsa Jepang melakukan gerakan yang disebut dengan Gerakan 3 A (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Cahaya Asia). Hal itu dilakukan untuk menegakkan otoritasnya dan memperkokoh pendudukannya di seluruh kawasan Indonesia. Bangsa Jepang kemudian mempropogandakan dan menjanjikan bahwa kemudian hari bangsa Indonesia akan diberi kemerdekaan dalam kerajaan Jepang, namun semua itu hanyalah proganda tipuan belaka. Bangsa Jepang menduduki Indonesia dengan motivasi menggantikan sistem penjajahan Barat dengan sistem penjajahan Jepang yang di namai Lingkaran Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. (Liang, 2012:459 dalam skripsi yang berjudul Dampak Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Pada Masa Pemerintahan Orde Baru Tahun 1967- 1990).
·        Keadaan Pendidikan di Indonesia sebelum Pemerintahan Jepang
Pada zaman kolonial pemerintahan Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertikal sehingga anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit. (Samel, 2011:8).
Pemerintah Hindia Belanda menerapkan prinsip- prinsip pendidikan di daerah kolonial atau jajahan yaitu sebagai berikut:
1.      Pendidikan diarahkan agar para tamatannya menjadi pencari kerja, terutama demi kepentingan kaum penjajah.
2.      Sistem persekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
3.      Pendidikan diarahkan untuk membentuk golongan elite sosial Belanda.
4.      Dasar pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan dan kebudayaan Barat.
Pada zaman kolonial Belanda keadaan sosial sengaja dipelihara agar terbagi dalam golongan- golongan atau masyarakat yang hidup terkotak- kotak. Pembagian golongan sosial didasarkan pada keturunan bangsa dan status. Sejalan dengan landasan idil dan tujuan pendidikan pemerintah Hindia- Belanda yang berusaha mempertahankan sistem kolonialnya melalui aristokrasi, maka sistem pendidikan dan persekolahan didasarkan pada penggolongan tersebut. Oleh karena itu terdapat jalur- jalur tertentu menurut penggolongan tersebut dalam mengikuti pendidikan di zaman Hindia- Belanda. (Gunawan, 1986:11).
·        Sistem Pendidikan di Indonesia masa Pemerintahan Jepang
Di zaman pendudukan Jepang banyak terjadi perubahan dalam sistem pendidikan, karena dihapuskannya sistem penggolongan menurut status sosial dari pemerintah Hindia- Belanda. Bagi jenjang- jenjang sekolah terdapat perubahan dalam penggunaan istilah dan nama sekolah, sebagai berikut:
·        Jenjang Sekolah Dasar menggunakan istilah Sekolah Rakyat atau “Kekumin Gakko” yang terbuka bagi semua golongan penduduk tanpa pembedaan status sosial. Lama pendidikan selama 6 tahun.
·        Jenjang sekolah diatasnya yaitu Sekolah Lanjutan Pertama (umum) atau SMP (Sekolah Menengah Pertama) disebut “Shoto Chu Gakko” juga terbuka bagi semua golongan penduduk yang memiliki ijazah Sekolah Rakyat. Sekolah Kejuruan Menengah yang ada ialah Sekolah Pertukangan atau “Kogyo Gakko”, Sekolah Pertanian atau “Nogyo Gakko”, dan Sekolah Pelayaran. (lama pendidikan SMPT tiga tahun sesudah SR).
·        Jenjang sekolah diatasnya bagi kelanjutan Sekolah Menengah Tingkat Pertama yang ada ialah: Sekolah Menengah Tinggi yang disebut “Koto Chu Gakko”, Sekolah Teknik Menengah atau “Kogyo Sommon Gakko”, dan Sekolah Pelayaran Tinggi, (lama pendidikannya adalah 3 tahun sesudah SMTP, dan terbuka untuk semua golongan penduduk).
·        Hampir semua Perguruan Tinggi ditutup, sedang yang masih ada ialah Sekolah Tinggi Kedokteran atau “ Ikia Dai Gakko” di Jakarta, Sekolah Teknik Tinggi atau “Kogyo Dai Gakko” di Bandung, Sekolah Tinggi Pangrehpraja atau “Kenkoku Gakuin” (sebagai gantinya MOSVIA) di Jakarta dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor.
·        Khusus tentang pendidikan guru terdapat 3 jenis sekolah yaitu Sekolah Guru 2 tahun sesudah SR yang disebut “Shoto Sihan Gakko”, Sekolah Guru 4 tahun sesudah SR disebut “Guto Sihan Gakko”, dan Sekolah Guru 6 tahun sesudah SR disebut “Koto Sihan Gakko”.
Dengan disederhanakan sistem pendidikan dan persekolahan di zaman pendudukan Jepang, maka kesempatan belajar terbuka lebar bagi semua golongan penduduk di Indonesia. Jalur- jalur sekolah dan pendidikan menurut penggolongan keturunan bangsa ,strata ataupun status sosial dihapuskan. (Gunawan, 1986: 27-28).
b.      Historiografi Yang Relevan
Penulisan sejarah pendidikan masa pemerintahan Jepang di Indonesia tahun 1942- 1945 yang termuat dalam sebuah buku yang berjudul “Sejarah Nasional Indonesia VI” yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro, (Tahun 1993) diterbitkan di Kota Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Dijelaskan bahwa jaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan gambaran buruk mengenai bidang pengajaran, bilamana dibandingkan dengan masa- masa pemerintahan Hindia- Belanda. Jumlah Sekolah Dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500, Sekolah Lanjutan dari 850 menjadi 20, Perguruan Tinggi/ Fakultas terdiri dari 4 buah, dapat dikatakan untuk beberapa lama belum dapat melakukan kegiatan- kegiatannya. Jumlah murid sekolah merosot 30%, murid Sekolah Menengah merosot 90%. Guru- guru Sekolah Dasar berkurang 35%, guru Sekolah Menengah yang aktif tinggal kira- kira 5 %.
Menurut buku yang berjudul “Kebijakan- Kebijakan Pendidikan di Indonesia” yang ditulis oleh Drs. Ary H. Gunawan, (Tahun 1986) diterbitkan di kota Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Dijelaskan bahwa bagaimanapun kemerosotan dan kemunduran yang terjadi dalam bidang pendidikan, baik kuantitas maupun kualitas sehingga kebebasan berpikir berbuat dari bangsa kita dapat dikatakan hilang lenyap karena pengaruh indoktrinasi yang ketat serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme Jepang tersebut, namun demikian hal- hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari sebagai akibat sampingan yang positif dari dampak kebijakan balatentara Jepang yang diinginkan, khususnya di bidang pendidikan seperti: diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan, dan agama ditiadakan, sehingga semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
Pada buku yang lain yang berjudul “Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern” yang ditulis oleh Muhammad Rifa’i, (Tahun 2010) diterbitkan di kota Yogyakarta: Penerbit Ar- Ruzz Media. Dijelaskan bahwa pada akhir zaman pendudukan Jepang, terdapat tanda- tanda upaya dominasi Jepang terhadap pendidikan Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari keseragaman guru, beberapa guru dari tiap daerah/ kabupaten wajib mengikuti indoktrinasi khusus yang dipusatkan di Jakarta, sedangkan kepada murid- murid dikenakan ketentuan dan indoktrinasi yang sangat ketat, yaitu mereka dibebankan kewajiban yang salah satunya adalah setiap pagi harus menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (Kimigay).
6. Metode Penelitian
Menurut Abdurahman (2007:53), metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode disini dapat dibedakan dari metodologi, sebab metodologi adalah Sicience of Method yakni ilmu yang membicarakan jalan.
            Secara umum metode penelitian dapat diartikan sebagai Cara Ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiono:2010:3). Dan menurut Abdurahman (2007:63), apabila tujuan peneliti ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa- peristiwa masa lampau maka metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis itu bertumpu pada empat langkah kegiatan : Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
            Berdasarkan uraian- uraian diatas agar dalam penulisan penelitian lebih ilmiah, data, tujuan, dan kegunaannya. Penulis menggunakan metode historis (sejarah), yang memiliki empat langkah, yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
a.      Heuristik (Pengumpulan Data)
            Teknik pengumpulan data, teknik ini bisa dinamakan heuristik, yaitu berasal dari kata Yunani Heurischein, artinya memperoleh. Menurut G. J. Reiner (1997:113), heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan- peraturan umum. Heuristik seringkali merupakan suatu keterampilan dan menemukan, mengenai dan memperinci bibliografi atau menklasifikasi dan mencari catatan- catatan dan data dari kepustakaan (Abdurahman, 1999:55).
            Dari uraian di atas penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, dengan mengumpulkan sumber- sumber, literatur- literatur, buku- buku serta dokumen- dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti.
b.      Kritik Sumber
Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu terkumpul, tahap berikutnya adalah varifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini, dilakukan uji keabsahan tentang keaslian sumber (autentistas) yang dilakukan melalui kritik ekstren dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern (Abdurahman, 2007:68).
·        Kritik Ekstern
            Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keabsahan dan otentisitas sumber. Peneliti dapat bertanya dan mengecek otentisitas sumber tersebut, semisal: mengecek tanggal penerbitan dokumen, mengecek bahan dokumen, semacam kertas dan tinta, apakah tampilannya selaras ataukah tidak dengan waktu terjadinya peristiwa, memastikan apakah dokumen tersebut termasuk asli atau turunan; semacam fotocopy atau salinan, dan memastikan apakah sumber tersebut masih untuh atau sudah berubah.
            Kritik ekstern ini diperlukan usaha dalam mengujinya untuk menentukan kebenaran peristiwa ini asli atau tidaknya sumber data yang didapat. Dimana penulis menguji sumber sumber yang berjudul Sejarah Indonesia VI. Dalam pengujian keabsahan sumber akan diketahui kuat tidaknya subjektifitas atau peranan pengarang terhadap tulisan yang dibuatnya. Dimana untuk maksud tersebut perlu dipertanyakan, waktu, tempat, dan tokoh yang menulis atau membuat suatu sumber. Melalui tiga pertanyaan, 1) kapan sumber itu dibuat, 2) dimana sumber itu diterbitkan/ditulis, 3) siapa yang menulis tersebut. Dengan melakukan beberapa pertanyaan di atas kita dapat mengetahui, benarkah sumber itu asli, palsu, atau saduran.
·        Kritik Intern
            Diperlukan untuk menilai tingkat kelayakan atau kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada kemampuan sumber untuk mengungkapkan kebenaran suatu peristiwa sejarah. Untuk mempertanyakan keotentikan data- data yang terdapat pada sumber berdasarkan ciri- ciri fisik dari suatu sumber ejaan, pola, tulisan bentuk abjad dan tinta yang digunakan (Abdurahman, 2007:70).

c.       Interpretasi
            Tahap selanjutnya adalah interpretasi, yaitu berupa analisis (menguraikan) dan sistesis (menyatukan) fakta- fakta sejarah. Hal ini dilakukan agar fakta- fakta yang tampaknya terlepas antara satu sama lain bisa menjadi satu hubungan yang saling berkaitan. Dengan demikian interpretasi dapat dikatakan sebagai proses memaknai fakta.
            Interprestasi itu dapat dilakukan dengan cara memperbandingkan data guna menyikap peristiwa-peristiwa mana yangt terjadi dalam waktu yang sama (Abdurahman, 1999:65).
d.      Historiografi
Fase terakhir dalam penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan (Abdurahman, 2007:76).
Historiografi merupakan cara penulisan, pemaparan, atau laporan hasil peneliti sejarah  yang dilakukan. Penelitian sejarah hendaknya memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal (fase perencanaan) sampai dengan (penarikan kesimpulan) (Abdurahman, 1999:67).
Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpukan bahwa Historiografi merupakan tahap akhir dalam penelitian. Di mana hasil penelitian yang utuh yang menjadi kesatuan dalam bentuk skripsi berdasarkan aturan penulisan sejarah.
e.      Pendekatan
            Penulisan sejarah di dalamnya terkandung eksplanasi kritis dan kedalaman pengetahuan tentang “bagaimana” dan “mengapa” peristiwa- peristiwa masa lampau terjadi. Dalam penulisan sejarah sedikitnya terdapat dua implikasi metodologis, pertama harus menggunakan metode sejarah, kedua penjelasan serta penelaahan. Namun dalam prakteknya sejarawan harus menggunakan pendekatan apa dan konsep- konsep serta teori- teori. Dari segi mana sejarawan memandangnya dimensi apa yang diperhatikan, unsur- unsur mana yang diperhatikan. Untuk ini selanjutnya akan di uraikan sebagian dari bidang- bidang ilmu sosial itu, terutama sosiologis, antropologi dan ilmu politik (Abdurahman, 1999:10).
            Penulisan sejarah ilmiah dituntut untuk menggunakan pendekatan multidimensional (interdisipliner), yaitu penerapan konsep dan teori- teori ilmu sosial (antropologi, sosiologi, ekonomi, politik, dll) yang relevan dengan masalah sejarah yang dibahas. Pendekatan ilmiah itu perlu dilakukan, karena tulisan sejarah ilmiah harus bersifat deskriftif- analisis. Teori digunakan untuk mempertajam daya analisis, sehingga diperoleh eksplanasi (kejelasan) mengenai berbagai hal, termasuk makna peristiwa.
            Dari uraian yang disampaikan di atas artinya penulis perlu untuk memaparkan pendekatan apa saja yang diperlukan dalam penelitian kali ini. Berikut penulis uraikan pendekatan yang digunakan;
·        Pendekatan Sosiologis
            Pendekatan Sosiologis ini dipergunakan dalam penggambaran peristiwa masa lalu, yang didalamnya akan terungkap segi- segi sosial dari peristiwa yang sedang dikaji. Konstruksi sejarah dengan pendekatan sosiologis bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial karena pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial dan sebagainya (Abdurahman, 1999:11).
            Pendekatan sosiologis dalam kajian sejarah bertujuan untuk memahami gerakan sosial, maka perlu diketahui kondisi struktur sosial, pranata sosial, mobilitas, pertumbuhan dan perkembangan yang semua menyertai gerakan ini.
            Dari uraian di atas bahwa pendekatan sosiologis ini merupakan pendekatan yang menekankan di mana semua lapisan masyarakat Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan masa pemerintahan Jepang.
·        Pendekatan Antropologi
            Pendekatan antropologi yaitu dimana pendekatannya, sasaran utama kajiannya dan sejarah perkembangan yang sebagai ilmu pengetahuan. Kajiannyan untuk menggambarkan sisi kehidupan manusia terutama dari segi budaya (Abdurahman, 1999:15).
            Dari uraian di atas pendekatan antropologis penulis ingin mengetahui berkembangnya Bahasa Indonesia secara luas di seluruh Indonesia, baik sebagai bahasa pergaulan, pengantar maupun sebaga bahasa ilmiah.
·        Pendekatan Ilmu Politik
            Pendekatan ilmu politik itu sendiri diartiakan sebagai pola distribusi kekuasaan, maka kajian ilmiah terhadap sejarah politik berarti harus mempelajari hakekat dan tujuan system politik itu. Pola- pola dari perilaku individu dan kelompok yang membantu menjelaskan bagaimana sistem itu berfungsi, serta perkembangan hukum dari kebijakan sosial (Abdurahman, 1999:17)
            Dari uraian di atas penulis menekankan dimana pendidikan pada zaman pendudukan Jepang adalah untuk mendidik Buruh dan Militer.
7. Daftar Pustaka
Dudung, Abdurahman. 1999. Metodolgi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar– Ruzz Media
_________________. 2007. Metodolgi Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Ar– Ruzz: Media
Gunawan, Ary. H. 1986. Kebijakan- Kebijakan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Liang, 2012. Dampak Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Pada Masa Pemerintahan Orde Baru Tahun 1967- 1990.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka.
Rifa’i, Muhammad. 2010. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Samel, Hikromin. 2011. Ke-PGRI-an. Universitas PGRI Palembang.
Sukadri, Heru K. dkk. 1991. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945- 1949) Daerah Jawa Timur. Jakarta: Depdikbud.

Doa Pagi dan Sore



DOA PAGI DAN SORE
YANG DIAJARKAN RASULULLAH
ALLAAHUMMA BIKA ASHBAHNAA, WABIKA AMSAINAA, WABIKA NAHYAA, WABIKA NAMUUTU, WAILAIKAN NUSYUUR. ALLAAHUMMA INNII ASHBAHTU USYHIDUKA, WA-USYHIDU HAMALATA ARSYIKA, WAMALAA-IKATIKA WAJAMII’I KHALQIKA, INNAKA ANTALLAAHUL LADZII, LAA ILAAHA ILLAA ANTA WANNA MUHAMMADAN ABDUKA WA RASUULUKA. MAN  QAALAHAA ARBA’AN A’TAQAHULLAAHU MINANNAAR- ALLAAHUMMA YAA HAYYU YAA QAYYUUM, BIKA ASTAGHIITSU FA ASHLIH LII SYA’NII KULAHU, WALAA TAKILNII ILAA NAFSII THARFATA AININ.
ALLAAHUMMA ANTA RABBII LA ILAAHA ILLAA ANTA KHALAQTANII, WA ANNA ABDUKA, WA ANNA ALAA AHDIKA, WAWA’DIKA MASTATHA’TU A’UUDZUBIKA MIN SYARRI MAA SHANA’TU, ABUU-U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA, WA ABUU-U BIDZAMBII FAGHFIRLII FA-INNAHUU LA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLAA ANTA.
ALLAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MINAL HAMMI, WALHAZANI WA-A’UUDZU BIKA MINAL AJZI, WAL KASALI WA-A’UUZUBIKA MINAL JUBNI, WAL BUKHLI WA A’UUDZUBIKA MIN AGHLABATID DAINI WAQAHRIR RIJAAL.
RABBANAA AATINAA FIDDUN-YA HASANAH, WA FIL AAKHIRATI HASANAH, WA QINAA ADZAABAN NAAR, WAL HAMDULILAHI RABBIL ALAMIN.