1.
Latar
Belakang
Konsepsi
dasar pendidikan dan kebudayaan terutama dijabarkan dari Undang- Undang Dasar
1945, khususnya Bab XIII. Dalam Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa:
“Tiap-
tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran” sedangkan ayat (2) berbunyi: “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur
dengan undang- undang”.
Bangsa
Jepang muncul sebagai Negara kuat di Asia. Ketika kondisi dunia saat terjadi
perang, Jepang tak tinggal diam dan menampilkan diri ikut dalam peperangan
tersebut. Jepang mendapatkan prestasinya ketika menghadapi Rusia. Jepang
bercita- cita besar, yaitu menjadi pemimpin Asia Timur Raya. Jepang berhasil
menaklukkan Belanda yang telah lama menjajah Indonesia. Sekolah- sekolah yang
ada di zaman Belanda digantikan dengan sistem Jepang. (Rifa’i, 2010:83).
Sejak
Belanda menyerah tanpa syarat kepada balatentara Jepang pada tanggal 8 Maret
1942, maka Indonesia jatuh dalam kekuasaan Jepang. Rayuan Jepang kepada bangsa
Indonesia mengatakan bahwa Jepang adalah “saudara tuanya” yang datang di
Indonesia untuk mencapai “Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya”. (Gunawan,
1986:24).
Pada
masa pemerintahan pendudukan Jepang, bidang pendidikan seperti halnya bidang
yang lain mendapat wadah tersendiri yakni di bawah naungan Departemen Dalam
Negeri (Naimubu) atau khususnya Biro
Pendidikan (Bunkyokyoku). Biro
pendidikan tersebut kegiatannya antara lain menerbitkan brosur- brosur yang
merupakan bahan bacaan bagi setiap seinendan. Termasuk juga buku pelajaran
seperti berbaris dapat dipelajari dalam buku “Cara mengajar Kyoren untuk Jawa Seinendan”. Jadi brosur- brosur atau buku- buku dimaksud
sebagian besar berisi masalah- masalah atau usaha- usaha indoktrinasi bagi
angkatan muda atau pemuda. (Sukadri, dkk, 1991:25).
Selama
Jepang menjajah Indonesia, hampir sepanjang hari hanya diisi dengan kegiatan
latihan perang atau bekerja. Jika ada kegiatan- kegiatan sekolah, hal tersebut
tidak jauh dengan konteks Jepang sedang berperang. Kegiatan yang dikatakan
berhubungan dengan sekolah tersebut, seperti mengumpulkan batu dan pasir untuk
kepentingan perang dan menanam ubi- ubian dan sayur- sayuran di pekarangan
sekolah untuk persediaan bahan makanan.
Di
samping itu, murid setiap pagi wajib mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang,
lalu dilatih kemiliteran. Pelajaran- pelajaran yang diberikan meliputi Sejarah
Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), Adat Istiadat, Bahasa Jepang, Ideologi
Jepang, dan Kebudayaan Jepang. Untuk menyebarluaskan ideologi dan semangat
Jepang tersebut, para guru ditatar secara khusus oleh pemimpin- pemimpin Jepang
selama tiga bulan di Jakarta. Mereka diharuskan dan diwajibkan meneruskan
materi yang telah diterima kepada teman- temannya. Untuk menanamkan semangat
Jepang itu kepada murid- murid diajarkan bahasa Jepang, nyanyian- nyanyian
perjuangan, atau nyanyian- nyanyian semangat kemeliteran kepada murid- murid.
Sebenarnya,
tujuan pendidikan di zaman penjajahan Jepang tidaklah banyak sebab murid
disibukkan denga peperangan sehingga perhatian terhadap pendidikan sangat
sedikit. Rayuan Jepang kepada bangsa Indonesia mengatakan bahwa Jepang adalah
“saudara tua” yang datang ke Indonesia untuk mencapai kemakmuran bersama di
Asia Timur Raya atau yang terkenal dengan hakko
ichiu sebagai landasan utama pendidikan pada zaman pendudukan Jepang.
(Rifai’i, 2010:84-85).
Oleh
karena itu pelajar- pelajar Indonesia setiap pagi harus mengucapkan sumpah
setia kepada kaisar Jepang “Tenno Heika”
dan membentuk Indonesia Baru dalam rangka
“Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” yang disebut “Dai Toa” (sumpah setia). Kenyataannya bangsa Indonesia Justru
menjadi miskin dan menderita demi untuk kepentingan perang Jepang. (Gunawan,
1986:24).
Penjajah
Jepang mengambil kebijakan bahwa bahasa Belanda dilarang dipergunakan sama
sekali. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar resmi, baik di kantor- kantor
maupun di sekolah- sekolah. Bahasa Jepang menjadi bahasa kedua. Selama masa
kependudukan inilah bahasa Indonesia berkembang dan dimodernkan sehingga
menjadi bahasa pergaulan dan bahasa Ilmiah.
Dari
sudut lain, dapat kita lihat bahwa secara konkret tujuan pendidikan pada masa
Jepang di Indonesia adalah menyediakan tenaga kerja cuma- cuma yang disebut
“romusha” dan prajurit- prajurit untuk membantu peperangan demi kepentingan
Jepang. Pengaruhnya adalah para pelajar diharuskan mengikuti latihan fisik,
latihan kemiliteran, dan indoktrinasi ketat. Hal ini terbukti dengan
pelaksanaan senam pagi yang disebut taiso
sebelum belajar (juga bagi para pegawai sebelum bekerja) mengikuti komando
dengan radio. (Rifa’i, 2010:85-86).
Dari
uraian di atas bahwa zaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan
gambaran buruk di bidang pengajaran, bilamana dibandingkan dengan masa- masa
akhir pemerintahan Hindia- Belanda. Perhatian terhadap pendidikan juga bukan
menjadi lebih baik, akan tetapi sebaliknya. Akan tetapi disisi lain sistem
persekolahan di zaman pendudukan Jepang banyak mengalami perubahan karena sistem
penggolongan baik menurut golongan bangsa maupun menurut status sosial
dihapuskan. Dengan demikian terdapat integrasi terhadap macam- macam sekolah
yang sejenis.
Maka
dengan alasan inilah penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Pemerintahan Jepang Terhadap
Perkembangan Pendidikan di Indonesia Tahun 1942-1945”.
2.
Masalah
Penelitian
a. Pembatasan Ruang Lingkup Masalah
Untuk lebih terarah dan
agar pembahasan ini tidak terlalu luas, maka penelitian ini perlu diberikan
batasan dalam penulisannya, adapun pembatasan dalam penelitian ini yaitu:
·
Pengaruh kebijakan Jepang terhadap
perkembangan Pendidikan di Indonesia khususnya di Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Timur, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tengah.
·
Pengaruh pemerintahan Jepang yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pengaruh kebijakan Jepang terhadap
perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
·
Yang akan ditinjau dalam penelitian ini
adalah pengaruh pemerintahan Jepang dalam aspek politik, sosial, dan budaya serta
perubahan sistem pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
b.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah yang dikemukan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah:
·
Bagaimanakah pengaruh pemerintahan Jepang
terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942-1945?
3.
Tujuan
Penelitian
Selaras dengan masalah
di atas, maka peneliti memiliki tujuan yaitu:
·
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemerintahan
Jepang terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942-1945.
4.
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah:
·
Bagi peneliti, memperluas cakrawala
berpikir secara komprehensif dan menambah pemahaman berbagai ilmu yang terkait
di dalamnya tentang perkembangan pendidikan di Indonesia masa pendudukan Jepang
tahun 1942- 1945.
·
Bagi pembaca, menambah pengetahuan dan
dapat memberikan gambaran mengenai pengaruh pemerintahan Jepang terhadap
perkembangan pendidikan di Indonesia tahun 1942- 1945.
·
Bagi Program Studi Sejarah, diharapkan
hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya dalam
penulisan sejarah pendidikan di Indonesia.
5.
Tinjauan
Pustaka
a. Landasan Teori
Landasan
teori yang diuraikan dari tinjauan pustaka ditulis dan disusun oleh peneliti
sendiri. Menurut Abdurahman (2007:61), landasan teori adalah jalan pikiran
menurut kerangka logis untuk menangkap, menerangkan, dan menunjukkan masalah-
masalah yang telah diidentifikasi. Dalam penelitian sejarah, teori yang
digunakan biasanya disusun dalam pendekatan apa dan bidang sejarah mana yang
diteliti.
Pada
bab ini akan dideskripsikan mengenai kerangka pemikiran yang akan ditulis oleh
penulis mengenai “Pengaruh Pemerintahan
Jepang Terhadap Perkembangan Pendidikan di Indonesia Tahun 1942-1945”. Mengingat
pada zaman pemerintahan pendudukan Jepang pendidikan sangat buruk.
Pendidikannya senantiasa dipengaruhi oleh politik, dan sosial. Pendidikan
digunakan sebagai alat politik untuk mengatur bangsa.
·
Masa
Pemerintahan Jepang
Penjajahan
bangsa Belanda terhadap bangsa Indonesia yang berlangsung lama, harus terhenti
seketika karena kedatangan bangsa Jepang di Indonesia ketika terjadinya Perang
Dunia II. Diawali dengan penyerangan Jepang secara tiba- tiba di Pearl Harbour
pada tanggal 7 Desember 1941 dan keesokan harinya Amerika Serikat mengumumkan
perang terhadap bangsa Jepang sehingga menyebabkan terjadinya Perang Pasifik.
Dengan mengerahkan pasukan militer sebanyak 400.000 personil, dalam tempo waktu
setengah tahun bangsa Jepang dapat menguasai kawasan Asia Tenggara. Bangsa
Jepang mulai melakukan penyerangan terhadap Indonesia pada tanggal 12 Januari
1942 di Kalimantan Timur, dan pada tanggal 1 Maret bangsa Jepang meneruskan
penyerangannya di Pulau Jawa.
Pada
waktu itu tentara Kolonial Belanda kewalahan menghadapi tentara Jepang,
sehingga mengakibatkan bangsa Belanda menyerah tanpa syarat terhadap Jepang,
maka sejak saat itu pula Indonesia diduduki tentara Jepang selama tiga setengah
tahun. Setelah menduduki seluruh wilayah Indonesia bangsa Jepang melakukan
gerakan yang disebut dengan Gerakan 3 A (Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung
Asia, dan Jepang Cahaya Asia). Hal itu dilakukan untuk menegakkan otoritasnya
dan memperkokoh pendudukannya di seluruh kawasan Indonesia. Bangsa Jepang
kemudian mempropogandakan dan menjanjikan bahwa kemudian hari bangsa Indonesia
akan diberi kemerdekaan dalam kerajaan Jepang, namun semua itu hanyalah
proganda tipuan belaka. Bangsa Jepang menduduki Indonesia dengan motivasi
menggantikan sistem penjajahan Barat dengan sistem penjajahan Jepang yang di
namai Lingkaran Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. (Liang, 2012:459 dalam
skripsi yang berjudul Dampak Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa Pada Masa
Pemerintahan Orde Baru Tahun 1967- 1990).
·
Keadaan
Pendidikan di Indonesia sebelum Pemerintahan Jepang
Pada
zaman kolonial pemerintahan Belanda menyediakan sekolah yang beraneka ragam
bagi orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan berbagai lapisan masyarakat. Ciri
yang khas dari sekolah-sekolah ini ialah tidak adanya hubungan berbagai ragam
sekolah itu. Namun lambat laun, dalam berbagai macam sekolah yang terpisah-pisah
itu terbentuklah hubungan-hubungan sehingga terdapat suatu sistem yang
menunjukkan kebulatan. Pendidikan bagi anak-anak Indonesia semula terbatas pada
pendidikan rendah, akan tetapi kemudian berkembang secara vertikal sehingga
anak-anak Indonesia, melalui pendidikan menengah dapat mencapai pendidikan
tinggi, sekalipun melalui jalan yang sulit dan sempit. (Samel, 2011:8).
Pemerintah
Hindia Belanda menerapkan prinsip- prinsip pendidikan di daerah kolonial atau
jajahan yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan
diarahkan agar para tamatannya menjadi pencari kerja, terutama demi kepentingan
kaum penjajah.
2. Sistem
persekolahan disusun berdasarkan stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat.
3. Pendidikan
diarahkan untuk membentuk golongan elite sosial Belanda.
4. Dasar
pendidikannya adalah dasar pendidikan Barat dan berorientasi pada pengetahuan
dan kebudayaan Barat.
Pada
zaman kolonial Belanda keadaan sosial sengaja dipelihara agar terbagi dalam
golongan- golongan atau masyarakat yang hidup terkotak- kotak. Pembagian golongan
sosial didasarkan pada keturunan bangsa dan status. Sejalan dengan landasan
idil dan tujuan pendidikan pemerintah Hindia- Belanda yang berusaha
mempertahankan sistem kolonialnya melalui aristokrasi, maka sistem pendidikan
dan persekolahan didasarkan pada penggolongan tersebut. Oleh karena itu
terdapat jalur- jalur tertentu menurut penggolongan tersebut dalam mengikuti
pendidikan di zaman Hindia- Belanda. (Gunawan, 1986:11).
·
Sistem
Pendidikan di Indonesia masa Pemerintahan Jepang
Di
zaman pendudukan Jepang banyak terjadi perubahan dalam sistem pendidikan,
karena dihapuskannya sistem penggolongan menurut status sosial dari pemerintah
Hindia- Belanda. Bagi jenjang- jenjang sekolah terdapat perubahan dalam
penggunaan istilah dan nama sekolah, sebagai berikut:
·
Jenjang Sekolah Dasar menggunakan
istilah Sekolah Rakyat atau “Kekumin Gakko” yang terbuka bagi semua golongan
penduduk tanpa pembedaan status sosial. Lama pendidikan selama 6 tahun.
·
Jenjang sekolah diatasnya yaitu Sekolah
Lanjutan Pertama (umum) atau SMP (Sekolah Menengah Pertama) disebut “Shoto Chu
Gakko” juga terbuka bagi semua golongan penduduk yang memiliki ijazah Sekolah
Rakyat. Sekolah Kejuruan Menengah yang ada ialah Sekolah Pertukangan atau
“Kogyo Gakko”, Sekolah Pertanian atau “Nogyo Gakko”, dan Sekolah Pelayaran.
(lama pendidikan SMPT tiga tahun sesudah SR).
·
Jenjang sekolah diatasnya bagi
kelanjutan Sekolah Menengah Tingkat Pertama yang ada ialah: Sekolah Menengah
Tinggi yang disebut “Koto Chu Gakko”, Sekolah Teknik Menengah atau “Kogyo
Sommon Gakko”, dan Sekolah Pelayaran Tinggi, (lama pendidikannya adalah 3 tahun
sesudah SMTP, dan terbuka untuk semua golongan penduduk).
·
Hampir semua Perguruan Tinggi ditutup,
sedang yang masih ada ialah Sekolah Tinggi Kedokteran atau “ Ikia Dai Gakko” di
Jakarta, Sekolah Teknik Tinggi atau “Kogyo Dai Gakko” di Bandung, Sekolah
Tinggi Pangrehpraja atau “Kenkoku Gakuin” (sebagai gantinya MOSVIA) di Jakarta
dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan di Bogor.
·
Khusus tentang pendidikan guru terdapat
3 jenis sekolah yaitu Sekolah Guru 2 tahun sesudah SR yang disebut “Shoto Sihan
Gakko”, Sekolah Guru 4 tahun sesudah SR disebut “Guto Sihan Gakko”, dan Sekolah
Guru 6 tahun sesudah SR disebut “Koto Sihan Gakko”.
Dengan
disederhanakan sistem pendidikan dan persekolahan di zaman pendudukan Jepang,
maka kesempatan belajar terbuka lebar bagi semua golongan penduduk di
Indonesia. Jalur- jalur sekolah dan pendidikan menurut penggolongan keturunan
bangsa ,strata ataupun status sosial dihapuskan. (Gunawan, 1986: 27-28).
b. Historiografi Yang Relevan
Penulisan
sejarah pendidikan masa pemerintahan Jepang di Indonesia tahun 1942- 1945 yang
termuat dalam sebuah buku yang berjudul “Sejarah
Nasional Indonesia VI” yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro,
(Tahun 1993) diterbitkan di Kota Jakarta: Penerbit Balai Pustaka. Dijelaskan
bahwa jaman pendudukan Jepang di Indonesia memperlihatkan gambaran buruk
mengenai bidang pengajaran, bilamana dibandingkan dengan masa- masa pemerintahan
Hindia- Belanda. Jumlah Sekolah Dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500,
Sekolah Lanjutan dari 850 menjadi 20, Perguruan Tinggi/ Fakultas terdiri dari 4
buah, dapat dikatakan untuk beberapa lama belum dapat melakukan kegiatan-
kegiatannya. Jumlah murid sekolah merosot 30%, murid Sekolah Menengah merosot
90%. Guru- guru Sekolah Dasar berkurang 35%, guru Sekolah Menengah yang aktif
tinggal kira- kira 5 %.
Menurut
buku yang berjudul “Kebijakan- Kebijakan
Pendidikan di Indonesia” yang ditulis oleh Drs. Ary H. Gunawan, (Tahun
1986) diterbitkan di kota Jakarta: Penerbit Bina Aksara. Dijelaskan bahwa
bagaimanapun kemerosotan dan kemunduran yang terjadi dalam bidang pendidikan,
baik kuantitas maupun kualitas sehingga kebebasan berpikir berbuat dari bangsa
kita dapat dikatakan hilang lenyap karena pengaruh indoktrinasi yang ketat
serta disiplin mati akibat pendidikan militerisme Jepang tersebut, namun
demikian hal- hal yang sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia di kemudian
hari sebagai akibat sampingan yang positif dari dampak kebijakan balatentara
Jepang yang diinginkan, khususnya di bidang pendidikan seperti: diskriminasi
menurut golongan penduduk, keturunan, dan agama ditiadakan, sehingga semua
lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan.
Pada
buku yang lain yang berjudul “Sejarah
Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik Hingga Modern” yang ditulis oleh
Muhammad Rifa’i, (Tahun 2010) diterbitkan di kota Yogyakarta: Penerbit Ar- Ruzz
Media. Dijelaskan bahwa pada akhir zaman pendudukan Jepang, terdapat tanda-
tanda upaya dominasi Jepang terhadap pendidikan Indonesia. Hal tersebut dapat
dilihat dari keseragaman guru, beberapa guru dari tiap daerah/ kabupaten wajib
mengikuti indoktrinasi khusus yang dipusatkan di Jakarta, sedangkan kepada
murid- murid dikenakan ketentuan dan indoktrinasi yang sangat ketat, yaitu
mereka dibebankan kewajiban yang salah satunya adalah setiap pagi harus
menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (Kimigay).
6. Metode Penelitian
Menurut
Abdurahman (2007:53), metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk
pelaksanaan atau petunjuk teknis. Metode disini dapat dibedakan dari
metodologi, sebab metodologi adalah Sicience of Method yakni ilmu yang
membicarakan jalan.
Secara umum metode penelitian dapat
diartikan sebagai Cara Ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu (Sugiono:2010:3). Dan menurut Abdurahman (2007:63), apabila tujuan
peneliti ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa- peristiwa masa
lampau maka metode yang digunakan adalah metode historis. Metode historis itu
bertumpu pada empat langkah kegiatan : Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan
Historiografi.
Berdasarkan uraian- uraian diatas
agar dalam penulisan penelitian lebih ilmiah, data, tujuan, dan kegunaannya.
Penulis menggunakan metode historis (sejarah), yang memiliki empat langkah,
yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi.
a. Heuristik (Pengumpulan Data)
Teknik pengumpulan data, teknik ini
bisa dinamakan heuristik, yaitu berasal dari kata Yunani Heurischein, artinya
memperoleh. Menurut G. J. Reiner (1997:113), heuristik adalah suatu teknik,
suatu seni, dan bukan suatu ilmu. Oleh karena itu heuristik tidak mempunyai
peraturan- peraturan umum. Heuristik seringkali merupakan suatu keterampilan
dan menemukan, mengenai dan memperinci bibliografi atau menklasifikasi dan
mencari catatan- catatan dan data dari kepustakaan (Abdurahman, 1999:55).
Dari uraian di atas penulis
menggunakan teknik studi kepustakaan, dengan mengumpulkan sumber- sumber,
literatur- literatur, buku- buku serta dokumen- dokumen lain yang berhubungan
dengan permasalahan yang sedang diteliti.
b. Kritik Sumber
Setelah
sumber sejarah dalam berbagai kategorinya itu terkumpul, tahap berikutnya
adalah varifikasi atau kritik untuk memperoleh keabsahan sumber. Dalam hal ini,
dilakukan uji keabsahan tentang keaslian sumber (autentistas) yang dilakukan
melalui kritik ekstren dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas)
yang ditelusuri melalui kritik intern (Abdurahman, 2007:68).
·
Kritik
Ekstern
Dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana keabsahan dan otentisitas sumber. Peneliti dapat bertanya dan mengecek
otentisitas sumber tersebut, semisal: mengecek tanggal penerbitan dokumen,
mengecek bahan dokumen, semacam kertas dan tinta, apakah tampilannya selaras
ataukah tidak dengan waktu terjadinya peristiwa, memastikan apakah dokumen
tersebut termasuk asli atau turunan; semacam fotocopy atau salinan, dan
memastikan apakah sumber tersebut masih untuh atau sudah berubah.
Kritik ekstern ini diperlukan usaha
dalam mengujinya untuk menentukan kebenaran peristiwa ini asli atau tidaknya
sumber data yang didapat. Dimana penulis menguji sumber sumber yang berjudul
Sejarah Indonesia VI. Dalam pengujian keabsahan sumber akan diketahui kuat
tidaknya subjektifitas atau peranan pengarang terhadap tulisan yang dibuatnya.
Dimana untuk maksud tersebut perlu dipertanyakan, waktu, tempat, dan tokoh yang
menulis atau membuat suatu sumber. Melalui tiga pertanyaan, 1) kapan sumber itu
dibuat, 2) dimana sumber itu diterbitkan/ditulis, 3) siapa yang menulis
tersebut. Dengan melakukan beberapa pertanyaan di atas kita dapat mengetahui,
benarkah sumber itu asli, palsu, atau saduran.
·
Kritik
Intern
Diperlukan untuk menilai tingkat
kelayakan atau kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada
kemampuan sumber untuk mengungkapkan kebenaran suatu peristiwa sejarah. Untuk
mempertanyakan keotentikan data- data yang terdapat pada sumber berdasarkan
ciri- ciri fisik dari suatu sumber ejaan, pola, tulisan bentuk abjad dan tinta
yang digunakan (Abdurahman, 2007:70).
c.
Interpretasi
Tahap
selanjutnya adalah interpretasi, yaitu berupa analisis (menguraikan) dan
sistesis (menyatukan) fakta- fakta sejarah. Hal ini dilakukan agar fakta- fakta
yang tampaknya terlepas antara satu sama lain bisa menjadi satu hubungan yang
saling berkaitan. Dengan demikian interpretasi dapat dikatakan sebagai proses
memaknai fakta.
Interprestasi itu dapat dilakukan
dengan cara memperbandingkan data guna menyikap peristiwa-peristiwa mana yangt
terjadi dalam waktu yang sama (Abdurahman, 1999:65).
d.
Historiografi
Fase terakhir dalam
penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan cara
penulisan, pemaparan atau laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan
(Abdurahman, 2007:76).
Historiografi
merupakan cara penulisan, pemaparan, atau laporan hasil peneliti sejarah yang dilakukan. Penelitian sejarah hendaknya
memberikan gambaran yang jelas mengenai proses penelitian, sejak dari awal
(fase perencanaan) sampai dengan (penarikan kesimpulan) (Abdurahman, 1999:67).
Dari
beberapa uraian di atas, penulis menyimpukan bahwa Historiografi merupakan
tahap akhir dalam penelitian. Di mana hasil penelitian yang utuh yang menjadi
kesatuan dalam bentuk skripsi berdasarkan aturan penulisan sejarah.
e. Pendekatan
Penulisan
sejarah di dalamnya terkandung eksplanasi kritis dan kedalaman pengetahuan
tentang “bagaimana” dan “mengapa” peristiwa- peristiwa masa lampau terjadi.
Dalam penulisan sejarah sedikitnya terdapat dua implikasi metodologis, pertama
harus menggunakan metode sejarah, kedua penjelasan serta penelaahan. Namun
dalam prakteknya sejarawan harus menggunakan pendekatan apa dan konsep- konsep
serta teori- teori. Dari segi mana sejarawan memandangnya dimensi apa yang
diperhatikan, unsur- unsur mana yang diperhatikan. Untuk ini selanjutnya akan
di uraikan sebagian dari bidang- bidang ilmu sosial itu, terutama sosiologis,
antropologi dan ilmu politik (Abdurahman, 1999:10).
Penulisan sejarah ilmiah dituntut
untuk menggunakan pendekatan multidimensional (interdisipliner), yaitu
penerapan konsep dan teori- teori ilmu sosial (antropologi, sosiologi, ekonomi,
politik, dll) yang relevan dengan masalah sejarah yang dibahas. Pendekatan
ilmiah itu perlu dilakukan, karena tulisan sejarah ilmiah harus bersifat
deskriftif- analisis. Teori digunakan untuk mempertajam daya analisis, sehingga
diperoleh eksplanasi (kejelasan) mengenai berbagai hal, termasuk makna
peristiwa.
Dari uraian yang disampaikan di atas
artinya penulis perlu untuk memaparkan pendekatan apa saja yang diperlukan
dalam penelitian kali ini. Berikut penulis uraikan pendekatan yang digunakan;
·
Pendekatan
Sosiologis
Pendekatan Sosiologis ini
dipergunakan dalam penggambaran peristiwa masa lalu, yang didalamnya akan terungkap
segi- segi sosial dari peristiwa yang sedang dikaji. Konstruksi sejarah dengan
pendekatan sosiologis bahkan dapat pula dikatakan sebagai sejarah sosial karena
pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis hubungan sosial,
konflik berdasarkan kepentingan, pelapisan sosial, peranan dan status sosial
dan sebagainya (Abdurahman, 1999:11).
Pendekatan sosiologis dalam kajian
sejarah bertujuan untuk memahami gerakan sosial, maka perlu diketahui kondisi
struktur sosial, pranata sosial, mobilitas, pertumbuhan dan perkembangan yang
semua menyertai gerakan ini.
Dari uraian di atas bahwa pendekatan
sosiologis ini merupakan pendekatan yang menekankan di mana semua lapisan
masyarakat Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan
masa pemerintahan Jepang.
·
Pendekatan
Antropologi
Pendekatan
antropologi yaitu dimana pendekatannya, sasaran utama kajiannya dan sejarah
perkembangan yang sebagai ilmu pengetahuan. Kajiannyan untuk menggambarkan sisi
kehidupan manusia terutama dari segi budaya (Abdurahman, 1999:15).
Dari uraian di atas pendekatan
antropologis penulis ingin mengetahui berkembangnya Bahasa Indonesia secara
luas di seluruh Indonesia, baik sebagai bahasa pergaulan, pengantar maupun
sebaga bahasa ilmiah.
·
Pendekatan
Ilmu Politik
Pendekatan ilmu politik itu sendiri
diartiakan sebagai pola distribusi kekuasaan, maka kajian ilmiah terhadap
sejarah politik berarti harus mempelajari hakekat dan tujuan system politik
itu. Pola- pola dari perilaku individu dan kelompok yang membantu menjelaskan
bagaimana sistem itu berfungsi, serta perkembangan hukum dari kebijakan sosial
(Abdurahman, 1999:17)
Dari uraian di atas penulis
menekankan dimana pendidikan pada zaman pendudukan Jepang adalah untuk mendidik
Buruh dan Militer.
7. Daftar Pustaka
Dudung, Abdurahman. 1999. Metodolgi Penelitian Sejarah. Yogyakarta:
Ar– Ruzz Media
_________________. 2007.
Metodolgi Penelitian Sejarah.
Yogyakarta: Ar– Ruzz: Media
Gunawan, Ary. H. 1986. Kebijakan- Kebijakan Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.
Liang, 2012. Dampak Diskriminasi
Terhadap Etnis Tionghoa Pada Masa Pemerintahan Orde Baru Tahun 1967- 1990.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta :
Balai Pustaka.
Rifa’i, Muhammad. 2010. Sejarah Pendidikan Nasional Dari Masa Klasik
Hingga Modern. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.
Samel,
Hikromin. 2011. Ke-PGRI-an. Universitas PGRI Palembang.
Sukadri, Heru K. dkk. 1991. Sejarah Revolusi Kemerdekaan (1945- 1949)
Daerah Jawa Timur. Jakarta: Depdikbud.