Minggu, 23 Februari 2014

SNI IV Sistem Sewa Tanah



BAB II
PEMBAHASAN
            SISTEM SEWA TANAH
2.1. Pendahuluan
Tidak lama setelah kepergian Gubernur Jenderal Daendeles dari Indonesia, Jawa diduduki oleh Inggris dalam tahun 1811. Zaman pendudukan Inggris ini hanya berlangsung selama lima tahun, yaitu 1811-1816, akan tetapi selama waktu ini telah diletakkan dasar-dasar kebijaksanaan ekonomi yang sangat mempengaruhi sifat dan arah kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda yang dalam tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan dari pemerintah kolonial Inggris.
Azas-azas pemerintahan sementara Inggris ini ditentukan oleh Letnan Gubernur Raffles, yang sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di India. Pada hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan yang dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang di jalankan oleh kompeni Belanda (VOC) dalam rangka kerjasama dengan raja-raja dan para bupati. Secara konkrit Raffles ingin menghapus segala penyerahan wajib dan pekerjaan rodi yang selama zaman VOC selalu di bebankan kepada rakyat, khususnya pada petani. Kepada para petani ini Raffles ingin memberikan kepastian hukum dan kebabasan berusaha.
Dalam hal ini pandangan Raffles dalam banyak hal sama dengan pandangan seorang pejabat Belanda dari akhir zaman VOC yang bernama Dirk Van Hogendorp.  Van Hogendorp ini telah menarik kesimpulan dari pengamatannya di Indonesia bahwa sistem Feodal yang terdapat di Idonesia pada waktu itu berhasil dimanfaatkan oleh VOC yang mematikan segala daya usaha rakyat Indonesia. Oleh karena itu ia menganjurkan agar kekuasaan , khususnya
hak kuasa tanah para Bupati atas rakyat, untuk mengetahui mencapai tujuannya dalam memperoleh hasil-hasil bumi di Indonesia, VOC telah mempergunakan Raja-Raja dan para Bupati sebagai alat dalam kebijaksanaan dagangannya. Sebagai pengganti sistem paksa yang berlaku hingga waktu itu, Van Hogendorp menganjurkan agar para petani diberikan kebebasan penuh dalam menentukan tanaman-tanaman apa yang hendak di tanam mereka maupun dalam menentukan bagaimana hasil panen mereka hendak dipergunakan. Di bawah sistem VOC kebebasan ini tidak ada.
Raffles sendiri menentang sistem VOC karena keyakinan-keyakinan politiknya yang disebut Liberal, maupun karena berpendapat bahwa sistem ekploitasi seperti yang telah dipraktekkan oleh VOC tidak menguntungkan. Raffles berkehendak sebagai pengganti sistem VOC adalah suatu sistem pertanian di mana para petani atas kehendak sendiri menanam tanaman dagangan (Cash Crops) yang dapat di ekspor dalam luar negeri. Dalam hal ini pemerintahan kolonial hanya berkewajiban untuk menciptakan segala pasaran yang diperlukan guna merangsang para petani untuk menanam tanaman-tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
Dalam usahanya untuk menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan pada tiga azas, yaitu :
  1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan rodi perlu di hapuskan dan kebebasan penuh di berikan kepada rakyat untuk menentukan jenis tanaman apa yang hendak di tanam tanpa unsur paksaan apapun juga.
  2. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian yang integral dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang sesuai dengan azas-azas pemerintahan di negeri-negeri
Barat. Secara konkrit hal ini berarti bahwa para Bupati dan Kepala-Kepala pemerintahan pada tingkat rendahan harus memusatkan perhatiannya kepada proyek-proyek pekerjaan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk.
  1. Berdasarkan anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah maka para petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa (Tenant) tanah milik pemerintah. Untuk penyewahan tanah ini para petani diwajibkan membayar sewa tanah (Land-Rent) atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah. Sewa inilah selanjutnya yang dijadikan dasar kebijaksanaan ekonomi pemerintahan Inggris di bawah Raffles kemudian dari pemerintah Belanda sampai tahun 1830.
Sistem sewa tanah kemudian dikenal dengan nama Landelijk Stelsel bukan saja diharapkan dapat memberikan kebebasan dan kepastian hukum kepada para petani serta merangsang juga arus pendapatan negara yang mantap. Jadi perubahan ini pada dasarnya bukan merupakan perubahan ekonomi semata-mata tetapi suatu perubahan sosial-budaya yang menggantikan ikatan-ikatan adat yang tradisional dengan ikatan kontrak yang belum pernah di kenal. Dengan demikian maka dasar kehidupan masyarakat Jawa yang tradisional hendak digantikan dengan dasar kehidupan masyarakat di negara-negara Barat. Demikian sistem ekonomi yang didasarkan atas lalulintas pertukaran yang bebas.
2.2. Pelaksanaan
Sistem sewa tanah ini tidak meliputi seluruh pulau Jawa. Misalnya, didaerah-daerah sekitar Jakarta pada waktu itu Batavia maupun daerah-daerah Parahiyangan sistem sewa tanah tidak diadakan, karena daerah-daerah sekitar Jakarta pada umumnya adalah milik swasta, sedangkan di daerah Parahiyangan pemerintah kolonial berkeberatan untuk menghapus sistem tanam paksa kopi yang memberi keuntungan besar. Oleh karena itu daerah
Parahiyangan tidak pernah mengenal suatu fase menengah yang agak bebas diantara dua masa yang dicirikan oleh unsur paksaan dalam keadaan ekonomi, seperti telah dikenal oleh daerah-daerah lain di Jawa , melainkan daerah ini terus-menerus hanya mengenal sistem tradisional dan feodal sampai tahun 1870.
Raffles hanya berkuasa untuk waktu yang singkat di Jawa, yaitu lima tahun dan terbatasnya pegawai-pegawai yang cukup serta dana-dana keuangan yang menyebabkan Raffles tidak sanggup melaksanakan segala peraturan yang berkaitan dengan sistem sewa tanah. Meskipun demikian  gagasan –gagasan Raffles mengenai kebijaksanaan ekonomi kolonial yang baru mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintahan Belanda tahun 1816 mengambil alih kembali kekuasaan politik atas Pulau Jawa dari pemerintahan Inggris.
LKebijaksanaan Raffles diteruskan oleh pemerintahan kolonial Belanda yang baru, yaitu :
  1. Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van Der Capellin (1816-1819)
  2. Gubernur Jenderal Van Der Capellin (1819-1826)
  3. Komisaris Jenderal Du Bus De Gisignies (1826-1830)
  4. Gubernur Jenderal Van Den Bosch dalam tahun 1830
Sistem sewa tanah baru di hapuskan dengan kedatangan seorang Gubernur Jenderal baru, yaitu Van Den Bosch dalam tahun1830 yang menghidupkan kembali unsur-unsur paksaan dalam penanaman tanaman dagangan dalam bentuk yang lebih keras dan efisien daripada di bawah VOC.
           

Pelaksanaan sistem sewa tanah mengandung tiga aspek, yaitu :
  1. Penyelenggaraan satu sistem pemerintahan atas dasar-dasar modern.
  2. Pelaksanaan pemungutan sewa.
  3. Penanaman tanaman dagangan untuk di ekspor.
Ø  Mengenai aspek yang pertama, apa yang dimaksud oleh Raffles dengan pemerintahan yang modern adalah penggantian pemerintahan-pemerintahan tidak langsung yang dahulu di selenggarakan melalui Raja-Raja dan kepala tradisional dengan suatu pemerintahan yang langsung. Hal ini berarti bahwa kekuasan tradisional Raja-Raja dan kepala tradisional sangat di kurangi dan sumber penghasilan mereka yang tradisional di hilangkan. Fungsi-fungsi pemerintahan yang mereka laksanakan samapai waktu itu, sekarang dilakukan oleh pegawa-pegawai Eropa, yang jumlahnya bertambah banyak. Oleh Raffles diadakan fungsi asisten-residen, yang bertugas untuk mendampingi dan mengawasi para bupati, dan “pengawas penghasilan yang diperoleh dari tanah” (opzieners der landelijke inkomsten) yang kemudian disebut pengawas pamongpraja (controleur van het binnenlands bestuur). Dengan makin bertambahnya pengaruh pejabat-pejabat bangsa Eropa, pengaruh para bupati pribumi makin berkurang dan pejabat-pejabat Eropa timbul pikiran untuk menghilangkan sama sekali jabatan bupati pribumi. Pada waktu Van Der Cappellen menerima jabatan sebagai gubernur jenderal dalam pemerintahan Belanda yang telah dipulihkan, pengaruh para Bupati sudah sangat berkurang di bandingkan dengan zaman VOC. Namun Van Der Capellen menyadari bahwa para Bupati mempunyai pengaruh tradisional yang besar atas rakyat dan ia juga menyadari bahwa pejabat-pejabat Eropa tidak pernah bisa menggantikan kedudukan sosial para bupati dalam masyarakat Jawa. Oleh karena itu
Van Der Capellen menempuh kebijaksanaan yang menghormati kedudukan sosial para bupati dan berusaha menggunakan kekuasaan serta pengaruh mereka untuk tujuan-tujuan pemerintah kolonial yang secara lambat laun kekuasaan efektif telah bergeser dari para Bupati pejabat-pejabat Eropa. Sejak dahulu untuk jasa-jasa mereka para bupati di berikan tanah dan menurut adat kebiasaan mereka maupun pekerjaan rodi dari penduduk yang tinggal di atas tanah. Di bawah Raffles kebiasaan ini di hapus dan para Bupati kemudian mulai diberi gaji dalam bentuk uang untuk jasa-jasa mereka pada pemerintah kolonial. Dengan putusnya hubungan antara Bupati dan tanah, lenyaplah kewajiban rakyat untuk melakukan penyerahan wajib pekerjaan rodi untuk para bupati. Dalam menilai keberhasilan perubahan yang diadakan dalam kedudukan para bupati bahwa secara marginal terjadi pembatasan dalam kekuasaan para bupati. Meskipun pemerintah kolonial secara resmi telah menghapus kebiasaan rodi ini namun kebiasaan tradisional ini tetap diteruskan.
Ø  Mengenai aspek yang kedua yaitu pelaksanaan pemungutan sewa tanah. Selama zaman VOC “Pajak” berupa beras yang harus di bayar oleh rakyat Jawa kepada VOC ditetapkan secara kolektif untuk seluruh desa. Dalam mengatur pemungutan wajib ini para kepala desa oleh VOC diberikan kebebasan penuh untuk menetapkan jumlah-jumlah yang harus di bayar oleh masing-masing petani. Kebebasan ini mengakibatkan tindakan-tindakan sewenang-sewenang yang merugikan rakyat. Sebagai seorang Liberal Raffles menentang kebiasaan ini. Berdasarkan keyakinannya bahwa penduduk Jawa harus dapat menikmati kepastian hukum, maka ia mempertimbangkan penetapan pajak secara perorangan. Peraturan mengenai penetapan pajak berupa pajak tanah yang harus dibayar oleh perorangan dan bukan lagi oleh desa sebagai keseluruhan di keluarkan dalam tahun 1814. Daerah pertama yang terkena peraturan ini adalah
Banten. Akan tetapi tidak lama kemudian ternyata pelaksanaan pemungutan pajak secara perorangan mengalami banyak kesulitan karena tidak tersedianya bahan-bahan keterangan yang baik dan dapat dipercayai untuk penetapan jumlah pajak yang harus di bayar oleh tiap-tiap orang. Oleh karena itu penetapan pajak tidak dilakukan dengan tepat sehungga sering memperberat beban pajak untuk rakyat. Kesulitan-kesulitan ini mengakibatkan dalam tahun 1816, sewaktu kekuasaan atas pulau Jawa telah dikembalikan kepada Belanda, para komisaris Jenderal menghapus penetapan pajak secara kolektif untuk tiap-tiap desa sebagai keseluruhan.
Ø  Mengenai aspek ketiga dari sistem tanah adalah promosi penanaman tanaman-tanaman perdagangan untu ekspor. Pada umumnya eksperimen ini telah mengalami kegagalan. Misalnya, penanaman kopi yang pada awal abad ke 19 merupakan tanaman perdagangan terpenting di Jawa dan di bawah sistem sewa tanah mengalami kemunduran. Salah satu sebab dari kagagalan ini adalah kekurangan pengalaman para petani dalam menjual tanaman-tanaman mereka di pasaran bebas, sehingga sering penjualan ini diserahkan kepala-kepala desa mereka. Hal ini mengakibatkan bahwa kepala-kepala dasa sering menipu petani itu sendiri atau si pembeli, sehingga akhirnya pemerintah kolonial terpaksa campur tangan lagi dengan mengadakan lagi penanaman paksa bagi tanaman-tanaman perdagangan.
2.3. Penilaian
            Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama masa sistem sewa tanah berlaku, baik selama pemerintah sementara Inggris di bawah Raffles maupun selama pemerintahan Belanda di bawah para Komisaris Jenderal dan Gubernur Jenderal Van Der Capellen, menunjukkan bahwa usaha untuk mengesampingkan para Bupati dan kepala-kepala Desa
tidak berhasil. Ternyata mau tidak mau struktur feodal yang berlaku di masyarakat tradisional Jawa khususnya gengsi sosial yang dimilikipara Bupati dan Kepala Desa, perlu di mobilisasi lagi oleh pemerintah kolonial jika mereka mau mencapai tujuan mereka untuk mendorong penduduk menanam tanaman perdagangan yang diinginkannya. Oleh karena itu pelaksanaan sistem tanah ini tidak merata (uneven). Kadang-kadang di beberapa tempat terdapat penanaman secara bebas, tetapi penanaman bebas ini hanya formalitas belaka.
            Sistem sewa tanah ini mengakibatkan lebih meresapnya pengaruh politik maupun pengaruh sosial samapi batas tertentu ke dalam masyarakat Jawa, oleh karena usaha mengesampingkan para bupati untuk langsung berhubungan dengan para petani sendiri. Walaupun para bupati dapat di kesampingkan, hal yang tidak dapat dilakukan dengan kepala-kepala desa, yang harus dikerahkan untuk pemungutan pajak tanah. Oleh karena itu usaha sistem sewa tanah untuk mengandakan hubungan langsung dengan para produsen tanaman dagangan itu sendiri tidak berhasil.
            Ditinjau dari tujuan untuk meningkatkan tingkat kemakmuran penduduk di Jawa dan merangsang produksi tanaman dagangan, sistem sewa tanah dapat dikatakan telah mengalami kegagalan. Usaha-usaha untuk menghapus struktur masyarakat yang tradisional (feodal) dan memberikan kepastian hukum yang lebih besar kepada penduduk pun tidak berhasil.
            Sebab-sebab kegagalan sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles di Jawa karena Raffles memperkenalkan kebijaksanaannya sangat di pengaruhi oleh azas-azas kolonial Inggris yang telah di tempuh di India. Kesalahan-kesalahan Raffles ialah bahwa ia mungkin telah melebih-lebihkan persamaan –persamaan yang menurut ia terdapat antara India dan Jawa sedangkan sebenarnya terdapat perbedaan-perbedaan yang besar dalam susunan masyarakat maupun dalam tingkat perkembamgan ekonomi.
Pada umumnya bahwa tingkat perkembangan ekonomi India adalah lebih tinggi daripada di Jawa. Misalnya :
Ø  Di  India sudah mengenal ekonomi uang (money economy) sejak abad ke 16 dan antara berbagai daerah di India terdapat lalu lintas perdagangan yang ramai, yang menunjukkan bahwa desa-desa di India bukan merupakan desa-desa yang hanya dapat mencukupi kebutuhan –kebutuhan mereka sendiri. Bahkan India juga mengenal perdagangan ekspor yang cukup ramai.
Ø  Dibandingkan di Jawa keadaan ekonominya pada abad ke 19 masih menunjukkan gambaran ekonomi yang menyeluruh. Bahkan sebaliknya hanya berdasarkan yang terlihat, yaitu desa-desa yang pada umumnya hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri tanpa banyak mengadakan perdagangan apalagi perdagangan ekspor. Selain kopi yang di peroleh dari penanaman paksa, Jawa pada abad ke 19 hanya mengekspor beras dalam jumlah yang terbatas dan beberapa barang lainnya yng tidak begitu berarti, yang di ekspor ke kepulauan Maluku.
Uraian diatas telah memperlihatkan mengapa kebijaksanaan Raffles yang kemudian di teruskan oleh pemerintah Hindia-Belanda sampai tahun 1830, mengalami kegagalan. Berlainan dengan rakyat India, penduduk di Jawa tidak biasa menghasilkan tanaman-tanaman untuk di ekspor atas usaha dan praktek mereka sendiri. Jika mereka tidak mendapat perintah dari atasan mereka, mereka tidak akan menanam tanaman dagangan yang menguntungkan sekalipun, melainkan hanya tanaman makanan. Hal ini sesuai dengan sifat ekonomi desa di Jawa yang bersifat memenuhi kebutuhan sendiri (self-sufficient).

Makalah Profesi Kependidikan



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Kompetensi Kepribadian
Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak,hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan. Guru mempunyai pribadi masing – masing sesuai ciri – ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri – ciri inilah yang membedakan seoarang guru dengan guru yang lainnya. Kompentesi pribadi ialah salah satu kompentesi yang harus di miliki oleh seorang guru atau pendidik. Dalam penjelasan peraturan pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar nasional Pendidikan disebutkan bahwa kompetensi kepribadian guru yaitu kemampuan kepribadian yang mantap,stabil,dewasa,arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat,mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan. Pemendiknas No.16 Tahun 2007 tentang kualifikasi dan kompentesi guru menjelaskan kompentesi kepribadian untuk guru kelas dan guru mata pelajaran,pada semua jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Kompentesi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap,stabil,dewasa,arif,dan berwibawa,menjadi teladan bagi peserta didik,dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi :
Ø  Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial,bangga menjadi guru,dan memiliki konsistensi dalam bertindak dengan norma.
Ø  Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Ø  Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Ø  Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Ø  Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputi bertindak sesuai dengan norma religius ( iman,jujur,ikhlas,suka menolong ) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

2.2 Hakikat Kompetensi Sosial
            Guru harus mempunyai kompetensi sosial karena guru adalah penceramah jaman. Kompetensi sosial guru merupakan kemampuan guru untuk memahami dirinya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu mengebangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara,lebih dalam lagi kemampuan sosial ini mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Pakar psikologi pendidikan Gadner menyebutkan bahwa kompetensi sosial sebagai social intellegence atau kecerdasan sosial, kecerdasan sosial merupakan salah satu dari sembilan kecerdasaan ( logika,bahasa,musik,raga,ruang,pribadi,alam,dan kuliner) yang berhasil diindentifikasi oleh Gadner.
Menurut Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikassi dan berinteraksi secara efektif dan efesien dengan peserta  didik,sesama guru,orantua/wali murid,dan masyarakat sekitar. Menurut Surya kompetensi sosial adalah kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil dalam berhubungan dengan orang lain.Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggungjawab sosial. Asian Institut for Teacher education menjelaskan kompetensi sosial adalah salah satu daya ayau kemampuan guru unutk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang baik serta kemampuan untuk mendidik,membimbing masyarakat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.untuk dapat melaksanakan peran sosial kemsyarakatan,guru harus memilki kompetensi sosial.
Berdasarkan uraian di atas,kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator sebagai berikut:
Ø  Interaksi guru dengan siswa.
Ø  Interaksi guru dengan kepala sekolah.
Ø  Interkasi guru dengan rekan kerja.

Ø  Interaksi guru dengan orangtua/wali murid.
Ø  Interaksi guru dengan masyarakat.
Selain itu ada juga indikator yang di ungkapkan oleh Irwan Nasution dan Amiruddin Menurut Siahaan, mengenai kompetensi sosial seorang guru yaitu :
Ø  Berkomunikasi lisan,tulisan,dan isyarat.
Ø  Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
Ø  Bergaul secara efektif dengan peserta didi,sesama pendidik,tenaga kependidikan,pimpinan satuan pendidikan,orantua/wali murid,bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku.
Ø  Menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Untuk itu peran dan fungsi guru yang perlu dipelajari adalah sebagai berikut :
·         Motivasi dan Inovator dalam Pembangunan pendidikan
Sebagai ilustrasi guru berada di desa berperan sebagai agen perubahan di masyarakat berusaha aktif dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat desa dengan senantiasa memberikan motivasi kepada masyarakat untuk ikut serta menyukseskan program wajib belajar dan mendorong mereka untuk tetap menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
·         Perintis dan Pelopor Pendidikan
Sebagai contoh kepeloporan yang dilakukan guru dalam kegiatan penggalangan dana dari masyarakat yang mampu untuk memberikan beasiswa bagi siswa berprestasi yang kurang mampu disekolahnya,keaktifan guru sebagai tutor di balai desa dalam menunjang program kejar paket A dan paket B.
·         Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Sebagai seorang guru yang memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan di tuntut untuk senantiasa berusaha melakukan berbagai penemuan khususnya berkaitan dengan permasalahan pendidikan yang ada di masyarakat sehingga diharapakan dengan penemuannya dapat dilakukan pencarian solusinya baik secara individu mampu kelembagaan. Hal dari penelitian guru dapat dipublikasikan secara luass kepada masyarakat pendidikan.

·         Pengabdian
Menyadari akan tunutan yang demikian besar terhadap tanggung jawab guru di masyarakat,maka guru sebagai salah satu ujung tombak dunia pendidikan perlu melibatkan diri dalam kegiatan di masyarakat yang relevan dengan dunia pendidikan terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.Misalnya anda dapat melakukan pengabdian di masyarakat dengan memberikan penerangan mengenai wajib belajar kepada masyarakat dalam kegiatan kelurahan,memberikan diklat mengenai berbagai keterampilan praktis yang dapat meningkatkan keewirausahaan dikalangan pemuda putus sekolah menjadi narasumber dalam kegiatan latihan kepemimpinan di karang taruna.

2.3 Pengertian Keterampilan Pembinaan
Keterampilan atau skill dapat dikategorikan sebagai sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai. Ia dapat dipelajari, dideskripsikan dan divertifikasi (Drs. Ali Imron M.Pd, 1995). Dengan demikian keterampilan pembinaan adalah sekumpulan pengetahuan dan kemampuan yang harus dikuasai dan dimiliki oleh mereka yang akan terjun dalam berbagai bidang pekerjaan. Keterampilan teknis merupakan yang paling banyak memberikan kontribusi terhadap kesuksesan pembinaan dari pada keterampilan lainnya. Keterampilan teknis lazim dikenal dengan teknik-teknik pembinaan. Dari sekian banyak teknik yang dikemukakan oleh pakar dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yakni : Teknik yang bersifat individual dan teknik yang bersifat kelompok ( Neagly, 1980 ). Dalam buku pedoman pembinaan tenaga pengajar yang dikeluarkan oleh Depdikbud ( 1986 ) teknik pembinaan itu meliputi kunjungan kelas, pertemuan pribadi, rapat dewan pengajar, kunjungan antar kelas, kunjungan sekolah, penerbitan buletin.
Menurut Mark ( 1985 ) ia mengemukakan bahwa : kunjungan kelas yang dilakukan oleh kepala sekolah dimaksudkan untuk :
Ø  Memfokuskan seluruh perhatian pada semua elemen dan situasi belajar mengajar.
Ø  Membantu memajukan proses belajar mengajar.
Ø  Membantu tenaga pengajar untuk dapat mengevaluasi diri sendiri.
Ø  Berdialog dengan tenaga pengajar mengenai problem-problem yang dihadapinya dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan menurut Tahelele, 1979 ia menyatakan bahwa : kunjungan kelas yang dapat dikategorikan baik adalah :
Ø  Memiliki tujuan yang jelas.
Ø  Mengungkapkan aspek-aspek yang dapat digunakan untuk memperbaiki tenaga pengajar.
Ø  Memakai lembaran observasi.
Ø  Terjadi interaksi antara pihak pembina dan pihak yang dibina sehingga menimbulkan sikap saling pengertian.
Ø  Tidak mengganggu proses belajar mengajar.
Ø  Ada tindak lanjutnya.
Menurut Drs. Ali Imron, M. Pd, 1995 : 9 ia menyatakan kunjungan kelas mencapai hasil sebagaimana yang dikehendaki maka seorang pembina haruslah berkemampuan untuk membuat perencanan dan prosedur lainnya, merumuskan prosedur kunjungan, menyusun format observasi, berunding dan bekerjasama dengan guru, mengamati mengajar guru dengan menggunakan format observasi. Menyimpulkan hasil kunjungan dan dapat mengkonfirmasikan kunjungan kelas untuk keperluan langkah tindak lanjut.
Kunjungan kelas merupakan teknik pembinaan oleh kepala sekolah, pengawas dan pembina lainnya dalam rangka mengamati pelaksanaan proses belajar mengajar sehingga memperolah data informasi yang diperlukan dalam rangka pembinaan guru ( Drs. Ibrahim Bafadai, M. Pd, 1992 : 45 ). Tujuan kunjungan ini semata-mata untuk membantu mengatasi kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang terjadi di dalam kelas. Melalui kunjungan ini tenaga pengajar dapat dibantu agar dapat memahami, melihat, menganalisis dan mencari alternatif pemecahan masalah, dengan demikian hasil kunjungan ini dapat dibicarakan dengan tenaga pengajar secara pribadi. Pertemuan pribadi merupakan pertemuan percakapan, dialog atau tukar pikiran ( sharing ) antara atasan dan bawahan mengenal upaya peningkatan kemampuan profesional. Pertemuan ini dapat dilakukan secara formal dan secara informal.
Swearigen ( 1961 ) mengklarifikasikan jenis percakapan individual ini menjadi empat macam antara lain :
Ø  Classroom confrence ( percakapan individual ) yang dilaksanakan didalam kelas ketika murid-murid sedang meninggalkan kelas ( istirahat ).
Ø  Casual confrence ( percakapan individual ) yang bersifat informal yang dilaksanakan secara kebutuhan bertemu dengan guru.
Ø  Observation visitation ( percakapan individual ) yang dilaksanakan setelah supervisor melakukan kunjungan kelas atau observasi kelas.
Dalam percakapan individual ini supervisorharus berusaha mengembangkan segi-segi positif memotivasi bawahan untuk mengatasi kesulitannya dan memberikan pengarahan tentang hal-hal yang masih meragukan sehingga terjadi kesepakan konsep tentang situasi belajar mengajar yang dihadapi.

2.4 Jenis-Jenis Keterampilan Pembinaan
Keterampilan pembinaan dapat dibagi atas tiga bagian yakni : keterampilan teknis (technical skilis), keterampilan manajarial (manajarial skills), keterampilan manusiawi (human skills) (Drs. Ali Imron M.Pd, 1995). Ketiga keterampilan tersebut ia konstribusikan sebagai berikut : keterampilan teknis 50%, keterampilan manajarial 20%, dan keterampilan manusiawi 30%. Keterampilan ia maksudkan sebagai keterampilan untuk menggunakan metode-metode dan teknik-teknik pembinaan yang meliputi kriteria penyeleksian pendayagunaan, sistem kunjungan, supervisi, perumusan tujuan secara jelas, aplikasi hasil penelitian, pengembangan evaluasi dan mendemostrasikan keterampilan.
Ø  Keterampilan teknis dibutuhkan oleh pembina dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi-fungsi dan tugas-tugas yang berkaitan dengan fungsi pembinaan manajarial.
Ø  Keterampilan manajarial adalah keterampilan dalam pembuatan keputusan pembinaan dalam hubungannya dengan elemen-elemen institusioanal dimana seorang pembina bekerja seperti : pengenalan ciri-ciri masyarakat, menguasai kebutuhan yang diperlukan, menetapkan prioritas, mengenalisis lingkungan pekerjaan,menerapkan sistem perencanaan, supervisi, pengaturan waktu, alokasi sumber, mengurangi ketegangan-ketegangan dalam kegiatan.

Ø  Keterampilan  manusiawi adalah keterampilan untuk melakukan kerjasama dengan mitra kerja secara efektif dan efisien. Keterampilan manusiawi berkaitan erat dengan tugas pembina dalam kaitan dengan kemampuan mempengaruhi orang lain, kemampuan motivasi, kemampuan membentuk timkerja dan kemampuan untuk meyakinkan orang lainagar menerima perubahaan. Secara khusus, kemampuan manusiawi meliputi : kemampuan untuk melihat perbedaan individu, pengenalan dan kekuatan dalam kelemahan seseorang, klasifikasi nilai-nilai mengenali persepsi menentukan tujuan yang hendak di capai mengaktifkan diskusi kelompok, mendengarkan/memahami orang lain,menggalakkan dan menjadikan diri dalam pigur sikap dan perilaku.
Ketiga keterampilan tersebut di atas dimaksudkan agar pembina dapat melaksanakan tugasnya secara spesifik, sedangkan keterampilan manajerial dirancang dengan maksud agar seorang pembina dapat melaksanakan tugas pembinaan, mengacu pada fungsi manajarial seperti planning, stoffing, organizing, controling, desecion making. Sementara keterampilan manusiawi di upayakan agar pembina dalam melaksanakan tugas pembinaan mengutamakan hubungan insani yang di cirikan dengan sifat-sifat empati, kesadaran diri, penerimaan atau perbedaan individual dan berorientasi terhadap kesejawatan.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa ada tiga jenis yang harus dimiliki  oleh pembina yaitu : keterampilan teknis diasumsikan sebagai kemampuan metode dan teknis untuk menggunakan pengetahuan, dalam mengasosiasikan, mengarahkan dan menganalisis interaksi sehingga media yang digunakan dapat membantu kelancaran tugas-tugas pekerjaan, meningkatkan dan mengefektifkan pelaksanaan kegiatan, pengembangan narasi deskrifsi kegian, menyusun laporan dan kriteria penilaian. Keterampilan manusiawi berkenaan dengan kemampuan untuk menggalakkan kerjasama, sehingga tercipta saling pengertian yang menguntungkan. Untuk itu diperlukan pemahaman atas kepemimpinan orang lain, hubungan interaksi sosial ( helping relationship ), motivasi, sikap dan tingkah laku dan dinamika. Kemampuan konseptual adalah kemampuan seseorang untuk memandang proses pembinaan secara holistik, termasuk keefektifan pemetaan interdependensi, strategi evaluasi dan strategi mengajar. Penyusunan kurikulum, dan aspirasi program pengembangan staf.

2.5 Keprofesian Bidang Kepala Sekolahan dan Fungsi Kepala Sekolah
Jabatan kepala sekolah diduduki oleh orang yang menyandang profesi guru. Karena itu, ia harus profesional sebagai guru sekaligus sebagai kepala sekolah dengan  derajat profesionalitas tertentu. Kepala sekolah memiliki fungsi yang berdimensi luas. Kepala sekolah dapat memerankan banyak fungsi yang orangnya sama, tetapi topinya yang berbeda. Di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (yang sekarang berganti nama menjadi Kementrian Pendidikan Nasional, Kemendiknas manajemen pendidikan, dimana kepala sekolah minimal harus mampu berfungsi sebaga educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator, disingkat EMASLIM. Jika merujuk pada peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/ madrasah. Kepala sekolah juga harus berjiwa wirausaha atau enterpreneur. Atas dasar itu, dalam kerangka menjalankan fungsinya kepala sekolah harus memerankan dirinya dalam tatanan perilaku yang disingkat EMASLIME ; sebagai singkatan dari  educator, manager, administrator, supervisor, leader, inovator , motivator dan entreprencur. Fungsi- fungsi itu dijelaskan berikut ini :
  • Kepala sekolah sebagai educator
Sebagai educator kepala sekolah berfungsi menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasihat kepada warga sekolah, memberikan dan mendorong dalam tenaga kependidikan untuk berbuat serta melaksanakan model pembelajaran yang menarik. Sebagai educator, kepala sekolah harus mampu menginisiasi pengajaran tim, moving class, pengembangan sekolah bertaraf internasional., kelas unggulan , dan mengadakan program akselerasi bagi siswa yang cerdas di atas normal. Sebagai educator juga, kepala sekolah perlu berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kenerjanya sebagai educator, khususnya dalam peningkatan kinerja guru dan tenaga kependidikan serta prestasi belajar siswa dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Ø  Menyertakan guru dalam penataran atau pelatihan untuk menambah wawasannya.
Ø  Memberikan kesempatan kepada guru- guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Ø  Menggerakkan tim evaluasi hasil belajar siswa agar giat bekerja.
Ø  Menggunakan waktu bekerja secara efektif di sekolah dengan cara mendorong guru untuk memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan.
Ø  Mengoptimasi ruang kerja guru sebagai wahana tukar pengalaman antar sesama mereka demi perbaikan kinerja masing – masing.
  • Kepala Sekolah Sebagai Manager
Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai manager, kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan guru dan tenaga kependidikan melalui persaingan dalam kebersamaan, memberikan kesempatan guru dan tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh guru dan tenaga kependidikan dalam pelbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. Sebagai manajer kepala sekolah harus mampu mengoptimasi dan mengakses sumber daya sekolah untuk mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuannya. Dalam kerangka pengelolahan sekolah, sebagai manajer kepala sekolah perpendoman pada asas-asas tujuan, keunggulan, mufakat, kesatuan, persatuan, keakbaraban dan asas integritas.
  • Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan erat dengan pelbagai aktivitas adminitrasi sekolah. Secara fungsional, kepala sekolah harus mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan, menata staf, dan melakukan tindak lanjut. Secara substansial, kepala sekolah harus mampu mengelolah kurukulum, ketenagaan,kesiswaan, hubungan kemasyarakat, layanan khusus, adminitrasi kearsipan dan keuangan. Tugas-tugas administratif itu dilakukan secara logis dan sistematis.


  • Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Sebagai supervisor, kepala sekolah mensupervisi aneka tugas pokok dan fungsi yang dilakukan oleh guru dan seluruh staf. Dalam kerangka ini kepala sekolah harus mampu melakukan pelbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kenerja guru dan tenaga kependidikan. Tugas kepala sekolah sebagai supervisor diwujudkan dalam kemampuannya menyusun dan melaksanakan program supervisi pembelajaran serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan memanfaatkan hasil supervisi pembelajaran diwujudkan dalam pemanfaatan hasil supervisi untuk meningkatkan kenerja guru dan mengembangkan sekolah.
  • Kepala Sekolah Sebagai Leader
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan guru dan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Mereka harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Sebagai pemimpin, kepala sekolah harus memiliki sifat yang jujur, percaya diri, bertanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil dan teladan. Pada sisi lain sebagai pemimpin kepala sekolah harus mampu, antara lain : Memperkuat tim sebagai kekuatan pembangunan, Menggabungkan aspek- aspek positif individualitas, Berfokus pada detail pekerjaan, Menerima tanggung jawab, Membangun hubungan antarpribadi, Menjaga keterbukaan, Memelihara sifat progresif, dan tanpa kompromi terhadap kualitas.
  • Kepala Sekolah Sebagai Inovator
Administrator sekolah yang bermutu selalu melakukan inovasi secara berkelanjutan. Inovasinya diarahkan untuk memenuhi tuntutan “mutu masa depan”, sesuai kebutuhan masyarakat, lokal dan global. Tindakan inovatif administrator sekolah dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki atau dapat diperoleh dari lingkungan.
Dalam rangka melakukan peranan dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, memberikan teladan guru, dan tenaga kependidikan.
  • Kepala Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada guru dan staf untuk melakukan pelbagai tugas fungsinya. Hal ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan pelbagai sumber belajar melalui pengembangan sentra belajar. Salah satu upaya memotivasi adalah dengan memberi penghargaan kepada guru dan stafnya. Dengan penghargaan itu, guru dan staf dirangsang untuk meningkatkan profesionalisme kerjanya secara positif dan produktif.
  • Kepala Sekolah Sebagai Enterpreneur
Sebagai administrator, kepala sekolah harus menjadi wirausaha atau enterpreneur sejati. Istilah wirausaha disini merujuk kepada usaha dan sikap mental, tidak selalu dalam tafsir komersial. Wirausaha esensinya adalah usaha untuk menciptakan nilai lewat pengakuan terhadap peluang bisnis, manajemen pengambilan resiko sesuai dengan peluang yang ada. Untuk menjadi seorang wirausaha, administrator kepala sekolah harus percaya diri atau memiliki kepercayaan, ketidakketergantungan, kepribadian mantap dan optimisme.