BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Aliran / Gerakan dalam Pendidikan
Aliran- aliran itu pada
umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja. Perbedaan pandangan
tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar
perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang
paling pesimis sampai yang paling optimis.
2.1.1
Aliran
Emperisme
Aliran ini menyatakan
bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak
dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari- hari
didapat dari dunia sekitarnya. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang
filsuf Inggris bernama John Locke (1704- 1932) yang mengembangkan teori “Tabula
Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
2.1.2
Aliran
Nativisme
Aliran ini menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor
pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan
tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah dipelopori sejak kelahiran. Hasil
pendidikan tergantung pada pembawaan, Schopenhauer (Filsuf Jerman 1788- 1860)
berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan buruk.
2.1.3
Aliran
Naturalisme
Pandangan
yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran Naturalisme yang
dipelopori oleh seorang Filsuf Prancis J.J Rousseau (1712- 1778). Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang
baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi
rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi dengan kata lain pendidikan
tidak diperlukan, dan diperlukan adalah menyerahkan anak didik ke alam.
2.1.4
Aliran
Konvergensi
Perintis aliran ini
adalah William Stern (1871- 1939), seorang ahli pendidikan bnagsa Jerman yang
berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan
baik maupun buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama- sama
mempunyai peranan yang sangat penting.
Aliran- aliran
pendidikan yang klasik mulai di kenal di Indonesia melalui upaya- upaya
pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah Belanda dan disusul
kemudian oleh orang- orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda pada masa
penjajahan. Setelah kemerdekaan Indonesia, gagasan- gagasan dalam aliran-
aliran pendidikan itu masuk ke Indonesia melalui orang- orang Indonesia yang
belajar di berbagai negara di Eropa, Amerika Serikat, dan lain- lain.
2.2 Perubahan Gerakan dalam Pendidikan
Gerakan-
gerakan / aliran dalam pendidikan bermula dari aliran / gerakan klasik, yaitu
Emperisme, Nativisme, Naturalisme, dan Konvergensi yang kemudian berkembang
menjadi gerakan baru dalam pendidikan. Gerakan- gerakan baru dalam pendidikan
pada umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya
dalam satu atau beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu
sistem, penanganan satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula
komponen lainnya. Beberapa dari gerakan- gerakan baru tersebut memusatkan diri
pada perbaikan dan peningkatan kualitas belajar mengajar pada sistem
persekolahan, seperti pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian,
sekolah kerja, pengajaran proyek dan sebagainya. Gerakan- gerakan baru itu pada
umumnya telah memberi kontribusi secara bervariasi terhadap penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar di sekolah sekarang ini.
2.2.1
Pengajaran
Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang
mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar,
perintis gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808- 1888) di Jerman dengan
heimatkunde (pengajaran alam sekitar), dan J. Ligthart (1859- 1916) di Belanda
dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip gerakan
Heimatkunde adalah:
a. Dengan
pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung, betapa
pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat-
sifat atau dasar- dasar orang pengajaran.
b. Pengajaran
alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak- banyaknya agar anak aktif atau
giat, tidak hanya duduk, dengar, dan mencatat saja.
c. Pengajaran
alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu
bentuk pengajaran dengan ciri- ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
·
Suatu pengajaran yang tidak mengenai
pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan
pengajaran.
·
Suatu pengajaran yang menarik minat,
karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik
perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya.
·
Suatu pengajaran yang memungkinkan
segala bahan pengajaran itu berhubung- hubungan satu sama lain seerat-eratnya
secara teratur.
d. Pengajaran
alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai
ikatan emosional dengan anak.
Pokok-
pokok pendapat pengajaran alam sekitar tersebut telah banyak dilakukan
disekolah, baik dengan peragaan, penggunaan bahan local dalam pengajaran, dan
lain- lain. Beberapa tahun terakhir ini telah ditetapkan adanya muatan local
dalam kurikulum. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak
akan lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungannya.
2.2.2
Pengajaran
Pusat Perhatian
Pengajaran pusat
perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly (1871- 1932) dari Belgia dengan
pengajaran melalui pusat- pusat minat dan tentang pengajaran global. Dari
penelitian, Decroly menyatakan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan
dan pengajaran, yaitu:
·
Metode global (keseluruhan), dari hasil
yang didapat dari observasi dan tes, bahwa anak- anak mengamati dan mengingat
secara global (keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian-
bagian. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, ternyata mengajarkan kalimat
lebih mudah daripada mengajarkan kata- kata lepas. Sedangkan kata- kata lebih
mudah daripada mengajarkan huruf- huruf secara tersendiri.
·
Centre d’interet (pusat- pusat minat),
dari penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak- anak mempunyai minat
yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat- minat
spontan tersebut.
Gerakan
pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam
kegiatan belajar- mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar, dan lain-
lain) agar perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran.
2.2.3
Sekolah
Kerja
Gerakan sekolah kerja
dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan- pandnagan yang
mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius (1592-
1670) menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan
tangan (keterampilan, kerja tangan). J.H. Pestalozzi (1746- 1827) mengajarkan
bermacam- macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
Kerschenteiner
berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak- anak untuk
dapat bekerja. Bukan pekerjaan otak yang dipentingkan, melainkan pekerjaan
tangan, sebab pekerjaan tangan adalah dasar dari segala pengetahuan
adat, agama, bahasa, kesenian, ilmu
pengetahuan, dan lain- lain. Oleh karena demikian banyaknya macam pekerjaan
yang menjadi pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi tiga golongan
bersar, yaitu:
·
Sekolah- sekolah perindustrian (tukang
cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis, dan lain- lain).
·
Sekolah- sekolah perdagangan (makanan,
pakaian, bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi,
dan lain- lain).
·
Sekolah- sekolah rumah tangga bertujuan
mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang
baik.
Segala pekerjaan itu
dilaksanakan di sekolah sehingga sekolah mempunyai alat-alat lengkap dan tempat
(ruang) yang cukup, seperti: dapur, laboratorium, kebun sekolah, tempat
bertukang, dan sebagainya.
Pengikut G.
Kerschensteiner antara lain ialah Leo de Paeuw seorang direktur jenderal
pengajaran normal di Belgia, yang mendirikan sekolah kerja seperti
Kerschensteiner di negaranya. Ia membuka lima macam sekolah kerja yaitu:
·
Sekolah teknik kerajian,
·
Sekolah dagang,
·
Sekolah pertanian bagi anak laki- laki,
·
Sekolah rumah tangga kota, dan
·
Sekolah rumah tangga desa, khusus untuk
para gadis.
Di samping itu, gagasan
sekolah kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan di setiap negara,
termasuk di Indonesia dan juga berpengaruh pada jalur pendidikan luar sekolah
seperti kursus- kursus, balai latiha kerja dan lain- lain.
2.2.4
Pengajaran
Proyek
Dasar filosofis dari
pengajaran- pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859- 1952), namun
pelaksanaannya dilakukan oleh pengikutnya, utamanya W.H. Kilpatrick. Dewey
menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat, oleh
karena itu pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya
penyiapan untuk kehidupan di masa depan. Menurut dewey yang menjadi kompleks
pokok ialah pertukangan kayu, memasak, dan menenun. Mata pelajaran seperti
menulis, membaca, dan berhitung serta bahasa tidak ada sebab semua itu berjalan
dengan sendirinya pada waktu anak- anak melaksanakan proyek itu.
Pengajaran proyek biasa
pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain
dengan nama pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu
ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang
dan memecahkan persoalan secara multidisiplin. Pendekatan multidisiplin
tersebut makin lama makin penting, terutama dalam masyarakat yang maju.
2.3 Perkembangan Gerakan Pendidikan
di Indonesia Masa Sebelum Kemerdekaan
Pada masa sebelum
kemerdekaan gerakan pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dengan
adanya dua aliran pokok pendidikan di Indonesia yaitu Perguruan Kebangsaan
Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua gerakan ini dipandang
sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
Namun perlu dikemukakan
bahwa prakarsa dan upaya di bidang pendidikan tidak terbatas oleh Taman Siswa
dan INS saja, tetapi secara historis, pendidikan yang melembaga telah di kenal
sebelum Belanda menjajah Indonesia, seperti padepokan, pesantren, dan
sebagainya. Setelah Belanda memperkenalkan sistem persekolahan di Indonesia,
timbul pula berbagai upaya untuk mendirikan sekolah R.A Kartini (1879- 1904),
R.A Kartini sebelum menikah telah berhasil mendirikan sekolah untuk anak
perempuan di Jepara dan setelah menikah didirikanlah di Rembang.
Demikian
juga tokoh di bidang keagamaan (Islam, Kristen, Katholik, dan sebagainya) telah
merintis persekolahan yang bercorak keagamaan sesuai agamanya masing- masing.
Seperti Muhammadiyah didirikan 1912 oleh K.H. Achmad Dachlan. Sedangkan yang
bercorak kebangsaan adalah Taman Siswa didirikan oleh K.H Dewantara pada 3 Juli
1922, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam didirikan oleh Muh. Sjafei pada 31 Oktober
1926, dan lain- lain.
2.3.1
Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan
kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (lahir 2 Mei 1889
dengan nama Suwardi Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni
dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-
Kanak) dan Kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa
merangkap Taman Guru (MULO- Kwekschool). Sekarang ini telah dikembangkan
sehingga meliputi juga Taman Madya, Prasarjana, dan Pendidikan Menengah, dan
Pendidikan Tinggi.
2.3.1.1
Asas dan Tujuan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan
Taman Siswa mempunyai tujuh asas perjuangan untuk menghadapi pemerintah
kolonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bersifat nasional, dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut secara singkat disebut
“asas 1922” adalah sebagai berikut:
·
Bahwa setiap orang mempunyai hak
mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya kesatuan dalam peri
kehidupan umum.
·
Bahwa pengajaran harus memberi
pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan
diri.
·
Bahwa pengajaran harus berdasar pada
kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
·
Bahwa pengajaran harus tersebar luas
sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
·
Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup
yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri
dan menolak bantuan apapun dan dari siapa pun yang mengikat.
·
Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan
kekuatan sendiri, maka mutlak harus mempelajari sendiri segala usaha yang
dilakukan.
·
Bahwa dalam mendidik anak- anak perlu
adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi
demi keselamatan dan kebahagiaan anak- anak.
Ketujuh asas tersebut
diumumkan pada tanggal 3 Juli 1922, bertepatan dengan berdirinya taman siswa,
dan disahkan oleh kongres Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 7
Agustus 1930.
Dalam perkembangan
selanjutnya Taman Siswa melengkapi “Asas 1922” tersebut dengan “Dasar- Dasar
1947” yang disebut “Panca Dharma” adalah:
·
Asas kemerdekaan harus diartikan
disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri atas dasar nilai hidup tinggi,
baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
·
Asas kodrat alam berarti bahwa pada
hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia
tidak bisa lepas dari kehendaknya, tetapi akan mengalami bahagia jika bisa
menyatuhkan diri dengan kodrat alam.
·
Asas kebudayaan Taman Siswa tidak
berarti asas memelihara kebudayaan kebangsaan itu kea rah kemajuan yang sesuai
dengan kecerdasan zaman, kemajuan dunia,
dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin tiap- tiap zaman dan keadaan.
·
Asas kebangsaan Taman Siswa tidak boleh
bertentangan dengan kemanusiaan, oleh karena itu tidak mengandung arti
permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa
lain.
·
Asas kemanusiaan menuayakan bahwa darma
tia- tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan
manusia lahir dan batin yang setinggi- tingginya.
Tujuan perguruan
kebangsaan Taman Siswa dapat di bagi dua jenis, yakni tujuan yayasan atau
keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan sebagai berikut:
·
Tujuan Taman Siswa sebagai badan
perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
·
Tujuan pendidikan Taman Siswa ialah
membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna
dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, dan manusia.
2.3.1.2
Upaya- upaya Pendidikan yang dilakukan Taman Siswa
Peraturan Dasar
Persatuan Taman Siswa menetapkan berbagai upaya yang dilakukan Taman Siswa, baik dilingkungan perguruan
maupun diluar lingkungan peguruan. Upaya- upaya Taman Siswa di lingkungan
perguruan sebagai berikut:
·
Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam
bentuk perguruan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi, baik yang bersifat
umum maupun kejuruan, serta memberi pendidikan itu serba isi yang baik dan
berguna untuk keperluan hidup dan penghidupan masyarakat.
·
Mengikuti, mempelajari perkembangan
dunia di luar Taman Siswa yang ada hubungannya dengan bidang- bidang kegiatan
Taman Siswa, untuk diambil faedah sebaik-baiknya.
·
Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan
hidup keluarga Taman Siswa, sehingga tampak benar wujud masyarakat Taman Siswa
yang di cita- citakan.
·
Meluaskan kehidupan ke-Taman Siswa-an
diluar lingkungan masyarakat perguruan, sehingga dapat terbentuk wadah yang
nyata bagi jiwa Taman Siswa.
Disamping upaya- upaya
dalam lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuan Taman Siswa berusaha di luar
lingkungan perguruan dengan jalan sebagai berikut:
·
Menjalankan kerja pendidikan untuk
masyarakat umum dengan dasar- dasar dan hidup Taman Siswa.
·
Menyelenggarakan usaha- usaha
kemasyarakatan dalam masyarakat dalam bentuk- bentuk badan sosial ekonomi yang dapat
memberi bimbingan dan dorongan kegiatan masyarakat dalam perjuangannya menuju
masyarakat bahagia tertib dan damai.
·
Bersama- sama dengan instansi- instansi
pemerintah menyelenggarakan usaha- usaha pembentukan kesatuan hidup
kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia.
·
Menyelenggarakan usaha pendidikan kader
pembangunan yang tenaganya dapat disumbangkan kepada masyarakat untuk
pembnagunan.
·
Mengusahakan terbentuknya pusat- pusat
kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan
masyarakat dengan inti- inti kejiwaan Taman Siswa.
2.3.1.3
Hasil- Hasil Yang Dicapai Taman Siswa
Yayasan Perguruan Taman
Siswa yang didirikan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada tanggal 3
Juli 1922 di Yogyakarta sampai kini telah mencapai berbagai hal seperti:
gagasan/ pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga- lembaga pendidikan
dari Taman Indria sampai Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan.
2.3.2
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS
(Indonesia Nederlansche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di Matan,
Kalbar tahun 1895) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatra Barat).
INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh.
Sjafei. Dimulai dengan 75 orang murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk
sekolah bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Moh. Sjafei sendiri.
Sekolah ini mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan Indonesia saat itu,
bahkan pada bulan Desember 1948 sewaktu Belanda menyerang ke Kayu Tanam,
seluruh gedung INS di bumihanguskan, termasuk ruang pendidikan, pengajaran, dan
kebudayaan (RPPK) di Padang Panjang. Kemudian pada bulan Mei 1950 Ruang
Pendidik INS Kayu Tanam bangkit kembali dan Moh. Sjafei mulai lagi dengan 30
murid. Pada tahun 1952, INS mendirikan percetakan Sridharma yang menerbitkan
majalah bulanan sendi dengan sasaran khalayak adalah anak- anak.
2.3.2.1
Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan,
Ruang Pendidik INS mempunya asas- asas sebagai berikut:
·
Berpikir logis dan rasional
·
Keaktifan atau kegiatan
·
Pendidikan masyarakat
·
Memperhatikan pembawaan anak
·
Menentang intelektualisme
Sedangkan tujuan Ruang
Pendidik INS Kayu Tanam adalah:
·
Mendidik rakyat kea rah kemerdekaan
·
Memberi pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat
·
Mendidik para pemuda agar berguna untuk
masyarakat
·
Menanamkan kepercayaan terhadap diri
sendiri dan berani bertanggung jawab
·
Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
2.3.2.2
Usaha- Usaha Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang
dilakukan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam yang dalam bidang kelembagaan antara
lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, seperti ruang rendah (7
tahun, setara sekolah dasar), ruang dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah,
setara sekolah menengah), dan sebagainya. Program pendidikan INS tersebut
sangat mengutamakan pendidikan keterampilan dan kerajinan, dengan mengutamakan
menggambar, pekerjaan tangan, dan sejenisnya. Terdapat juga program khusus
untuk menjadi guru yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan
kemampuan mengajar dan praktek mengajar.
Disamping bidang
kelembagaan itu, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga menyelenggarakan usaha lain
sebagai bagian mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni penertbitan sendi (majalah
kanak- kanak), buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan
angka dengan judul Kunci 13, mencetak buku- buku pelajaran, dan lain- lain.
2.3.2.3
Hasil- Hasil Yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang pendidik INS Kayu
Tanam mengalami masa pasang surut seirama dengan pasang surutnya perjuangan
bangsa Indonesia. Perkembangannya berlangsung lambat, tetapi tidak mati seperti
beberapa perguruan kebangsaan lainnya. Sebagaimana Taman Siswa, Ruang Pendidik
INS Kayu Tanam juga mengupayakan gagasan- gagasan tentang pendidikan nasional
(utamanya pendidikan keterampilan / kerajianan), beberapa ruang pendidikan
(jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar