Kamis, 20 November 2014

Makalah gerakan pembaruan pendidikan indonesia



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aliran / Gerakan dalam Pendidikan
Aliran- aliran itu pada umumnya mengemukakan satu faktor dominan tertentu saja. Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia tersebut menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis sampai yang paling optimis.
2.1.1   Aliran Emperisme
Aliran ini menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung pada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari- hari didapat dari dunia sekitarnya. Tokoh perintis pandangan ini adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1704- 1932) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas putih yang bersih.
2.1.2   Aliran Nativisme
Aliran ini menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil perkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah dipelopori sejak kelahiran. Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan, Schopenhauer (Filsuf Jerman 1788- 1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan buruk.


2.1.3   Aliran Naturalisme
Pandangan yang ada persamaannya dengan nativisme adalah aliran Naturalisme yang dipelopori oleh seorang Filsuf Prancis J.J Rousseau (1712- 1778).  Rousseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan buruk. Pembawaan baik anak akan menjadi rusak karena dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan, dan diperlukan adalah menyerahkan anak didik ke alam.
2.1.4   Aliran Konvergensi
Perintis aliran ini adalah William Stern (1871- 1939), seorang ahli pendidikan bnagsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama- sama mempunyai peranan yang sangat penting.
Aliran- aliran pendidikan yang klasik mulai di kenal di Indonesia melalui upaya- upaya pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah Belanda dan disusul kemudian oleh orang- orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda pada masa penjajahan. Setelah kemerdekaan Indonesia, gagasan- gagasan dalam aliran- aliran pendidikan itu masuk ke Indonesia melalui orang- orang Indonesia yang belajar di berbagai negara di Eropa, Amerika Serikat, dan lain- lain.
2.2  Perubahan Gerakan dalam Pendidikan
Gerakan- gerakan / aliran dalam pendidikan bermula dari aliran / gerakan klasik, yaitu Emperisme, Nativisme, Naturalisme, dan Konvergensi yang kemudian berkembang menjadi gerakan baru dalam pendidikan. Gerakan- gerakan baru dalam pendidikan pada umumnya termasuk yang kedua yakni upaya peningkatan mutu pendidikan hanya dalam satu atau beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, penanganan satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula komponen lainnya. Beberapa dari gerakan- gerakan baru tersebut memusatkan diri pada perbaikan dan peningkatan kualitas belajar mengajar pada sistem persekolahan, seperti pengajaran alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, pengajaran proyek dan sebagainya. Gerakan- gerakan baru itu pada umumnya telah memberi kontribusi secara bervariasi terhadap penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di sekolah sekarang ini.
2.2.1   Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr. A. Finger (1808- 1888) di Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar), dan J. Ligthart (1859- 1916) di Belanda dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip gerakan Heimatkunde adalah:
a.       Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung, betapa pentingnya pengajaran dengan meragakan atau mewujudkan itu sesuai dengan sifat- sifat atau dasar- dasar orang pengajaran.
b.      Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak- banyaknya agar anak aktif atau giat, tidak hanya duduk, dengar, dan mencatat saja.
c.       Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas, yaitu suatu bentuk pengajaran dengan ciri- ciri dalam garis besarnya sebagai berikut:
·         Suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tujuan pengajaran.
·         Suatu pengajaran yang menarik minat, karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan diambilkan dari alam sekitarnya.
·         Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubung- hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur.
d.      Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.
Pokok- pokok pendapat pengajaran alam sekitar tersebut telah banyak dilakukan disekolah, baik dengan peragaan, penggunaan bahan local dalam pengajaran, dan lain- lain. Beberapa tahun terakhir ini telah ditetapkan adanya muatan local dalam kurikulum. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak akan lebih menghargai, mencintai, dan melestarikan lingkungannya.
2.2.2   Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly (1871- 1932) dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat- pusat minat dan tentang pengajaran global. Dari penelitian, Decroly menyatakan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:
·         Metode global (keseluruhan), dari hasil yang didapat dari observasi dan tes, bahwa anak- anak mengamati dan mengingat secara global (keseluruhan). Mengingat keseluruhan lebih dulu daripada bagian- bagian. Dalam mengajarkan membaca dan menulis, ternyata mengajarkan kalimat lebih mudah daripada mengajarkan kata- kata lepas. Sedangkan kata- kata lebih mudah daripada mengajarkan huruf- huruf secara tersendiri.
·         Centre d’interet (pusat- pusat minat), dari penyelidikan psikologik, ia menetapkan bahwa anak- anak mempunyai minat yang spontan (sewajarnya). Pengajaran harus disesuaikan dengan minat- minat spontan tersebut.
Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan belajar- mengajar diadakan berbagai variasi (cara mengajar, dan lain- lain) agar perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran.
2.2.3   Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan- pandnagan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius (1592- 1670) menekankan agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan (keterampilan, kerja tangan). J.H. Pestalozzi (1746- 1827) mengajarkan bermacam- macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
Kerschenteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak- anak untuk dapat bekerja. Bukan pekerjaan otak yang dipentingkan, melainkan pekerjaan tangan, sebab pekerjaan tangan adalah dasar dari segala pengetahuan
adat, agama, bahasa, kesenian, ilmu pengetahuan, dan lain- lain. Oleh karena demikian banyaknya macam pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran, maka sekolah kerja dibagi menjadi tiga golongan bersar, yaitu:
·         Sekolah- sekolah perindustrian (tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis, dan lain- lain).
·         Sekolah- sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi, pemegang buku, porselin, pisau, dan gunting dari besi, dan lain- lain).
·         Sekolah- sekolah rumah tangga bertujuan mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik.
Segala pekerjaan itu dilaksanakan di sekolah sehingga sekolah mempunyai alat-alat lengkap dan tempat (ruang) yang cukup, seperti: dapur, laboratorium, kebun sekolah, tempat bertukang, dan sebagainya.
Pengikut G. Kerschensteiner antara lain ialah Leo de Paeuw seorang direktur jenderal pengajaran normal di Belgia, yang mendirikan sekolah kerja seperti Kerschensteiner di negaranya. Ia membuka lima macam sekolah kerja yaitu:
·         Sekolah teknik kerajian,
·         Sekolah dagang,
·         Sekolah pertanian bagi anak laki- laki,
·         Sekolah rumah tangga kota, dan
·         Sekolah rumah tangga desa, khusus untuk para gadis.
Di samping itu, gagasan sekolah kerja sangat mendorong berkembangnya sekolah kejuruan di setiap negara, termasuk di Indonesia dan juga berpengaruh pada jalur pendidikan luar sekolah seperti kursus- kursus, balai latiha kerja dan lain- lain.
2.2.4   Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dari pengajaran- pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859- 1952), namun pelaksanaannya dilakukan oleh pengikutnya, utamanya W.H. Kilpatrick. Dewey menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrokosmos dari masyarakat, oleh karena itu pendidikan adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan untuk kehidupan di masa depan. Menurut dewey yang menjadi kompleks pokok ialah pertukangan kayu, memasak, dan menenun. Mata pelajaran seperti menulis, membaca, dan berhitung serta bahasa tidak ada sebab semua itu berjalan dengan sendirinya pada waktu anak- anak melaksanakan proyek itu.
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nama pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara multidisiplin. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, terutama dalam masyarakat yang maju.
2.3 Perkembangan Gerakan Pendidikan di Indonesia Masa Sebelum Kemerdekaan
Pada masa sebelum kemerdekaan gerakan pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan dengan adanya dua aliran pokok pendidikan di Indonesia yaitu Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua gerakan ini dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
Namun perlu dikemukakan bahwa prakarsa dan upaya di bidang pendidikan tidak terbatas oleh Taman Siswa dan INS saja, tetapi secara historis, pendidikan yang melembaga telah di kenal sebelum Belanda menjajah Indonesia, seperti padepokan, pesantren, dan sebagainya. Setelah Belanda memperkenalkan sistem persekolahan di Indonesia, timbul pula berbagai upaya untuk mendirikan sekolah R.A Kartini (1879- 1904), R.A Kartini sebelum menikah telah berhasil mendirikan sekolah untuk anak perempuan di Jepara dan setelah menikah didirikanlah di Rembang.
Demikian juga tokoh di bidang keagamaan (Islam, Kristen, Katholik, dan sebagainya) telah merintis persekolahan yang bercorak keagamaan sesuai agamanya masing- masing. Seperti Muhammadiyah didirikan 1912 oleh K.H. Achmad Dachlan. Sedangkan yang bercorak kebangsaan adalah Taman Siswa didirikan oleh K.H Dewantara pada 3 Juli 1922, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam didirikan oleh Muh. Sjafei pada 31 Oktober 1926, dan lain- lain.
2.3.1   Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara (lahir 2 Mei 1889 dengan nama Suwardi Suryaningrat) pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak- Kanak) dan Kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (MULO- Kwekschool). Sekarang ini telah dikembangkan sehingga meliputi juga Taman Madya, Prasarjana, dan Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi.

2.3.1.1 Asas dan Tujuan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa mempunyai tujuh asas perjuangan untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda serta sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup bersifat nasional, dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut secara singkat disebut “asas 1922” adalah sebagai berikut:
·         Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat terbitnya kesatuan dalam peri kehidupan umum.
·         Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
·         Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
·         Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
·         Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan apapun dan dari siapa pun yang mengikat.
·         Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri, maka mutlak harus mempelajari sendiri segala usaha yang dilakukan.
·         Bahwa dalam mendidik anak- anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak- anak.
Ketujuh asas tersebut diumumkan pada tanggal 3 Juli 1922, bertepatan dengan berdirinya taman siswa, dan disahkan oleh kongres Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 1930.
Dalam perkembangan selanjutnya Taman Siswa melengkapi “Asas 1922” tersebut dengan “Dasar- Dasar 1947” yang disebut “Panca Dharma” adalah:
·         Asas kemerdekaan harus diartikan disiplin pada diri sendiri oleh diri sendiri atas dasar nilai hidup tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
·         Asas kodrat alam berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat alam ini. Ia tidak bisa lepas dari kehendaknya, tetapi akan mengalami bahagia jika bisa menyatuhkan diri dengan kodrat alam.
·         Asas kebudayaan Taman Siswa tidak berarti asas memelihara kebudayaan kebangsaan itu kea rah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan  zaman, kemajuan dunia, dan kepentingan hidup rakyat lahir dan batin tiap- tiap zaman dan keadaan.
·         Asas kebangsaan Taman Siswa tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan, oleh karena itu tidak mengandung arti permusuhan dengan bangsa lain, melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa lain.
·         Asas kemanusiaan menuayakan bahwa darma tia- tiap manusia itu adalah mewujudkan kemanusiaan, yang berarti kemajuan manusia lahir dan batin yang setinggi- tingginya.
Tujuan perguruan kebangsaan Taman Siswa dapat di bagi dua jenis, yakni tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan sebagai berikut:
·         Tujuan Taman Siswa sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
·         Tujuan pendidikan Taman Siswa ialah membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, dan manusia.
2.3.1.2 Upaya- upaya Pendidikan yang dilakukan Taman Siswa
Peraturan Dasar Persatuan Taman Siswa menetapkan berbagai upaya yang dilakukan  Taman Siswa, baik dilingkungan perguruan maupun diluar lingkungan peguruan. Upaya- upaya Taman Siswa di lingkungan perguruan sebagai berikut:
·         Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar hingga tingkat tinggi, baik yang bersifat umum maupun kejuruan, serta memberi pendidikan itu serba isi yang baik dan berguna untuk keperluan hidup dan penghidupan masyarakat.
·         Mengikuti, mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa yang ada hubungannya dengan bidang- bidang kegiatan Taman Siswa, untuk diambil faedah sebaik-baiknya.
·         Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup keluarga Taman Siswa, sehingga tampak benar wujud masyarakat Taman Siswa yang di cita- citakan.
·         Meluaskan kehidupan ke-Taman Siswa-an diluar lingkungan masyarakat perguruan, sehingga dapat terbentuk wadah yang nyata bagi jiwa Taman Siswa.
Disamping upaya- upaya dalam lingkungan perguruan, untuk mencapai tujuan Taman Siswa berusaha di luar lingkungan perguruan dengan jalan sebagai berikut:
·         Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar- dasar dan hidup Taman Siswa.
·         Menyelenggarakan usaha- usaha kemasyarakatan dalam masyarakat dalam bentuk- bentuk badan sosial ekonomi yang dapat memberi bimbingan dan dorongan kegiatan masyarakat dalam perjuangannya menuju masyarakat bahagia tertib dan damai.
·         Bersama- sama dengan instansi- instansi pemerintah menyelenggarakan usaha- usaha pembentukan kesatuan hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia.
·         Menyelenggarakan usaha pendidikan kader pembangunan yang tenaganya dapat disumbangkan kepada masyarakat untuk pembnagunan.
·         Mengusahakan terbentuknya pusat- pusat kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan inti- inti kejiwaan Taman Siswa.
2.3.1.3 Hasil- Hasil Yang Dicapai Taman Siswa
Yayasan Perguruan Taman Siswa yang didirikan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta sampai kini telah mencapai berbagai hal seperti: gagasan/ pemikiran tentang pendidikan nasional, lembaga- lembaga pendidikan dari Taman Indria sampai Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan.
2.3.2 Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlansche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei (lahir di Matan, Kalbar tahun 1895) pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (Sumatra Barat). INS pada mulanya dipimpin oleh bapaknya, kemudian diambil alih oleh Moh. Sjafei. Dimulai dengan 75 orang murid, dibagi dalam dua kelas, serta masuk sekolah bergantian karena gurunya hanya satu, yakni Moh. Sjafei sendiri. Sekolah ini mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan Indonesia saat itu, bahkan pada bulan Desember 1948 sewaktu Belanda menyerang ke Kayu Tanam, seluruh gedung INS di bumihanguskan, termasuk ruang pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan (RPPK) di Padang Panjang. Kemudian pada bulan Mei 1950 Ruang Pendidik INS Kayu Tanam bangkit kembali dan Moh. Sjafei mulai lagi dengan 30 murid. Pada tahun 1952, INS mendirikan percetakan Sridharma yang menerbitkan majalah bulanan sendi dengan sasaran khalayak adalah anak- anak.
2.3.2.1 Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunya asas- asas sebagai berikut:
·         Berpikir logis dan rasional
·         Keaktifan atau kegiatan
·         Pendidikan masyarakat
·         Memperhatikan pembawaan anak
·         Menentang intelektualisme
Sedangkan tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam adalah:
·         Mendidik rakyat kea rah kemerdekaan
·         Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
·         Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
·         Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
·         Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
2.3.2.2 Usaha- Usaha Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam yang dalam bidang kelembagaan antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, seperti ruang rendah (7 tahun, setara sekolah dasar), ruang dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah, setara sekolah menengah), dan sebagainya. Program pendidikan INS tersebut sangat mengutamakan pendidikan keterampilan dan kerajinan, dengan mengutamakan menggambar, pekerjaan tangan, dan sejenisnya. Terdapat juga program khusus untuk menjadi guru yakni tambahan satu tahun setelah ruang dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktek mengajar.
Disamping bidang kelembagaan itu, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga menyelenggarakan usaha lain sebagai bagian mencerdaskan kehidupan bangsa, yakni penertbitan sendi (majalah kanak- kanak), buku bacaan dalam rangka pemberantasan buta huruf/aksara dan angka dengan judul Kunci 13, mencetak buku- buku pelajaran, dan lain- lain.

2.3.2.3 Hasil- Hasil Yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang pendidik INS Kayu Tanam mengalami masa pasang surut seirama dengan pasang surutnya perjuangan bangsa Indonesia. Perkembangannya berlangsung lambat, tetapi tidak mati seperti beberapa perguruan kebangsaan lainnya. Sebagaimana Taman Siswa, Ruang Pendidik INS Kayu Tanam juga mengupayakan gagasan- gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan / kerajianan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar