Rabu, 16 April 2014

Makalah Manajemen Pimpinan Selaku Integrator



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik. Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik. Literatur-literatur tentang kepemimpinan senantiasa memberikan penjelasan bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi kepemimpinan, dan syarat-syarat pemimpin yang baik. Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahkan suatu ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang terpenting.
Kepemimpinan dalam kelompok menjadi hal yang sangat strategis untuk diperhatikan  pada usaha pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok. Kepemimpinan kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompoknya untuk bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin dalam mencapai tujuan kelompok secara bersama.
Dalam kelompok selalu ada pemimpin yang dapat menampilkan berbagai peranan, khususnya dalam mengerakkan anggota agar melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok. Alasan lain pentingnya kepemimpinan dalam kelompok adalah pada berbagai kondisi masyarakat desa, maupun masyarakat kota yang satu dengan lain sangat berbeda karakteristiknya serta cara mencapai tujuan dari kelompok itu sendiri.

1.2  Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian peranan ?
2.      Apakah pengertian pemimpin dan kepemimpinan ?
3.      Bagaimana peran pemimpin selaku integrator ?  
4.      Bagaimana kualifikasi pemimpin kelompok yang efektif ?

1.3  Tujuan makalah
Dalam penulisan makalah ini mempunyai tujuan agar pembaca dapat mengerti dan memahami tentang Peranan Pemimpin selaku integrator.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Peranan
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1984: 237).
Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :
(1)   ketentuan peranan,
(2)    gambaran peranan,
(3)   harapan peranan.
Peranan adalah adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya. Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya (Berlo 1961: 153).

2.2  Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan  
Defenisi kami tentang pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial. Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin. Kepemimpinan merupakan proses memimpin kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya.
Slamet (2002: 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002: 30) bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan kepemimpinan itu harus mengenal kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.
Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk mempengaruhi pengikut bukan dengan paksaan untuk memotivasi orang mencapai tujuan tertentu. Kemampuan mempengaruhi erat kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dari para anggotanya (Gibson 1986: 334). Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekat yang kuat dalam mencapai tujuan ( Slamet 2002: 32).
Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan:
(1)   Pendayagunaan pengaruh,
(2)    Hubungan antar manusia,
(3)    Proses komunikasi dan
(4)    Pencapaian suatu tujuan.
Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting 1999: 21).

2.3  Peran pemimpin selaku integrator
Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasi bahwa timbulnya kecendrungan berfikir dan tidak berkotak-kotak dikalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif. Dikatakan dapat bersifat positif karena adanya tekat dan kemauan yang keras dikalangan para anggota organisasi yang tergabung dalam satu kelompok tertentu untuk berbuat seoptimal mungkin  bagi organisasi akan tetapi sikap demikian dapat menyambut dampak negatif bagi kehidupan organisasional apabila dalam berbuat usaha sebaik mungkin bagi organisasi para anggota organisasi yang bersangkutan lupa bahwa keberhasilan satu kelompok yang bekerja sendiri belum menjamin keberhasilan organisasi sebagai keseluruhan.
Sikap mementingkan kelompok dan suatu kerja sendiri mudah timbul lagi dalam organisasi pembagian tugas menuntut spesialisasi yang berlebihan,  sistem alokasi dana dan daya yang tidak atau kurang rasional dan penekanan pada pendekatan kesisteman.
Hal-hal demikian biasanya berkaitan pada sesuatu persaingan dikalangan berbagai kelompok kerja yang diupayakan agar suatu kerja sendiri diperlakukan sebagai  satuan kerja strategis jika pimpinan organisasi membiarkan persepsi demikian berkembang tidak mustahil bahwa para anggota satuan kerja yang bersangkutan akan berjuang supaya satuan kerja memperoleh alokasi dana, sarana, prasaran dan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan satuan-satuan kerja yang lain mudah menduga bahwa upaya demikian akan membuahkan cara berfikir dan cara bertindak yang berkotak - kotak.
Seorang pimpinan yang efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinanya sudah barang tentu tidak akan membiarkan cara berfikir dan bertindak demikian karena organisasi yang diharapkan mampu mencapai tujuannya dengan tingkat efisiensi efektifitas dan produktifitas yang tinggi hanyalah organisasi yang bergerak sebagai suatu totalitas meskipun tidak dapat disangkal bahwa suatu organisasi modern akan disusun struktur yang menggambarkan fungsi, tugas dan kegiatan yang keanekargaman itu tidak menghilangkan perlunya interelisasi dan interdefedensi yang didasarkan pada prinsip simbiosis mutualis artinya, dalam suatu organisasi tidak ada tujuan atau sasaran kelompok yang bersifat mutually exclusive.
Memang merupakan kenyataan pula bahwa tergantung pada berbagai desakan tertentu, seperti desakan waktu, desakan sekala prioritas, desakan kebijaksanaan baru, desakan perkembangan dan pemanfaatan teknologi dan lain sebagainya, mungkin saja timbul keharusan menunjuk dan memperlakukan satuan kerja tertentu sebagai “satuan kerja strategik”. Situasi keharusan demikian sering dihadapi oleh semua jenis organisasi, didalam dan diluar lingkungan pemerintahan.
Misalnya di lingkungan pemerintahan. Jika pada suatu ketika tertentu terdapat persepsi bahwa keselamatan negara terancam dengan kemungkinan serangan dari pihak asing, angkatan bersenjata negara yang bersangkutan akan diperlakukan sebagai satuan kerja yang paling strategik atau jika ketertiban masyarakat sangat terganggu oleh anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab seperti perampokan, pencurian, perkosaan, pembunuhan, dan sejenisnya kepolisian negara tersebut akan diperlakukan sebagai satuan kerja strategik atau jika dalam pembangunan nasional ekspor dari hasil agribisnis sangat dominan peranannya dalam penerimaan devisa negara, instansi yang mengurus bidang pertanian di negara yang bersangkutan mungkin sekali akan diperlakukan sebagai satuan kerja strategik. Hanya saja tetap perlu ditekankan bahwa merupakan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak menghilangkan kebutuhan dukungan oleh satuan - satuan kerja lain. Dukungan tersebut dapat bersifat langsung, tetapi tidak pula bersifat tidak langsung. Dengan satuan kerja lain yang dukungannya bersifat langsung, Interaksi yang timbul akan intensif sedangkan dengan satuan kerja yang dukungannya bersifat tidak langsung bentuk dan jenis interaksi yang timbul pun akan berlainan.
Hal senada dapat dikatakan mengenai organisasi niaga. Tidak mustahil bahwa karena situasi yang dihadapi oleh organisasi yang bersangkutan, misalnya meningkatnya permintaan atas produksi yang di hasilkan,  bagian mengenai produk di pandang dan di perlakukan sebagai satuan kerja strategik. Akan tetapi jika merebut pasar yang lebih luas menjadi sasaran, bagi pemasaranla yang di perlukan sebagai satuan kerja strategik. Dalam hal produktivitas rendah, disiplin mengendor, tingkat kemangkiran tinggi atau banyak pegawai yang berhenti karena pindah keorganinsasi lain, bisa saja satuan kerja yang menangani bidang kepegawaian menjadi satuan kerja strategik.
Prinsip yang sama berlaku pula bagi organisasi politik jika pada satuan ketika sasaran yang ingin dicapai adalah memperbanyak jumlah anggota organisasi politik yang bersangkutan, dana, daya, waktu dan upaya akan dikerahkan untuk mencapai sasaran tersebut dengan menjadikan bagian yang paling bertanggung jawab mengenai keanggotaan sebagai satuan kerja strategik. Dalam menghadapi pemilihan umum satuan kerja lain lagi yang menjadi satuan kerja strategik demikian seterusnya.
Dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana, dan tenaga, serta di perlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap, prilaku dan tidakan yang berkotak-kotak oleh karenanya tidak boleh dibiarkannya berlangsung terus.
 Dengan perkataan lain di perlakukan integrator terutama pada hirarkhi puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan. Setiap pejabat pimpinan, terlepas dari hirarkhi jabatanya dalam organisasi sesungguhnya adalah integrator hanyalah saja cakupan dan intensitasnya berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarkhi kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula maka ; peranan tersebut hanya pimpinanlah yang berada di atas semua orang dan semua satuan kerja yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.

2.4  Kualifikasi Pemimpin yang efektif
Untuk dpat menjadi pemimpin kelompok yang efektif diperlukan syarat – syarat yang tertentu yang mencakup syarat kepribadian dan ketrampilan – ketrampilan tertentu. Berikut inni beberapa ciri kepribadian yang perlu dimiliki oleh pemimpin kelompok yang efektif yang disarikan dari pendapat Corey dan Corey (1987) :
1.      Keberanian.
2.      Dapat dijadikan contoh.
3.      Kehadiran.
4.      Menhargai dan mempedulikan.
5.      Percaya terhadap kegunaan proses kelompok.
6.      Keterbukaan.
7.      Tidak mempertahankan diri dalam menghadapi serangan.
8.      Kekuatan pribadi.
9.      Stamina.
10.  Kemauan untuk mencari pengalaman-pengalaman baru.
11.  Kesadaran diri.
12.  Rasa humor.
13.  Kemampuan menemukan sesuatu yang baru.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peranan adalah adalah pernyataan formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam membawa perannya Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan :
(1)   ketentuan peranan,
(2)    gambaran peranan,
(3)   harapan peranan
Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya, sedangkan harapan peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam membawakan perannya (Berlo 1961: 153).
Peran pemimpin selaku integrator Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasi bahwa timbulnya kecendrungan berfikir dan tidak berkotak-kotak dikalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif. Dikatakan dapat bersifat positif karena adanya tekat dan kemauan yang keras dikalangan para anggota organisasi yang tergabung dalam satu kelompok tertentu untuk berbuat seoptimal mungkin  bagi organisasi akan tetapi sikap demikian dapat menyambut dampak negatif bagi kehidupan organisasional apabila dalam berbuat usaha sebaik mungkin bagi organisasi para anggota organisasi yang bersangkutan lupa bahwa keberhasilan satu kelompok yang bekerja sendiri belum menjamin keberhasilan organisasi sebagai keseluruhan.
Sikap mementingkan kelompok dan suatu kerja sendiri mudah timbul lagi dalam organisasi pembagian tugas menuntut spesialisasi yang berlebihan,  sistem alokasi dana dan daya yang tidak atau kurang rasional dan penekanan pada pendekatan kesisteman.
Hal-hal demikian biasanya berkaitan pada sesuatu persaingan dikalangan berbagai kelompok kerja yang diupayakan agar suatu kerja sendiri diperlakukan sebagai  satuan kerja strategis jika pimpinan organisasi membiarkan persepsi demikian berkembang tidak mustahil bahwa para anggota satuan kerja yang bersangkutan akan berjuang supaya satuan kerja memperoleh alokasi dana, sarana, prasaran dan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan satuan-satuan kerja yang lain mudah menduga bahwa upaya demikian akan membuahkan cara berfikir dan cara bertindak yang berkotak - kotak.
Misalnya di lingkungan pemerintahan. Jika pada suatu ketika tertentu terdapat persepsi bahwa keselamatan negara terancam dengan kemungkinan serangan dari pihak asing, angkatan bersenjata negara yang bersangkutan akan diperlakukan sebagai satuan kerja yang paling strategik atau jika ketertiban masyarakat sangat terganggu oleh anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab seperti perampokan, pencurian, perkosaan, pembunuhan, dan sejenisnya kepolisian negara tersebut akan diperlakukan sebagai satuan kerja strategik atau jika dalam pembangunan nasional ekspor dari hasil agribisnis sangat dominan peranannya dalam penerimaan devisa negara, instansi yang mengurus bidang pertanian di negara yang bersangkutan mungkin sekali akan diperlakukan sebagai satuan kerja strategik. Hanya saja tetap perlu ditekankan bahwa merupakan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak menghilangkan kebutuhan dukungan oleh satuan - satuan kerja lain. Dukungan tersebut dapat bersifat langsung, tetapi tidak pula bersifat tidak langsung. Dengan satuan kerja lain yang dukungannya bersifat langsung, Interaksi yang timbul akan intensif sedangkan dengan satuan kerja yang dukungannya bersifat tidak langsung bentuk dan jenis interaksi yang timbul pun akan berlainan.
Dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa adanya pembagian tugas, sistem alokasi daya, dana, dan tenaga, serta di perlukannya spesialisasi pengetahuan dan keterampilan dapat menimbulkan sikap, prilaku dan tidakan yang berkotak-kotak oleh karenanya tidak boleh dibiarkannya berlangsung terus.
 Dengan perkataan lain di perlakukan integrator terutama pada hirarkhi puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan. Setiap pejabat pimpinan, terlepas dari hirarkhi jabatanya dalam organisasi sesungguhnya adalah integrator hanyalah saja cakupan dan intensitasnya berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarkhi kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula maka ; peranan tersebut hanya pimpinanlah yang berada di atas semua orang dan semua satuan kerja yang memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan yang holistik.
Untuk dpat menjadi pemimpin kelompok yang efektif diperlukan syarat – syarat yang tertentu yang mencakup syarat kepribadian dan ketrampilan – ketrampilan tertentu. Berikut inni beberapa cirri kepribadian yang perlu dimiliki oleh pemimpin kelompok yang efektif yang disarikan dari pendapat Corey dan Corey (1987) :
1.      Keberanian.
2.      Dapat dijadikan contoh.
3.      Kehadiran.
4.      Menhargai dan mempedulikan.
5.      Percaya terhadap kegunaan proses kelompok.
6.      Keterbukaan.
7.      Tidak mempertahankan diri dalam menghadapi serangan.
8.      Kekuatan pribadi.
9.      Stamina.
10.  Kemauan untuk mencari pengalaman-pengalaman baru.
11.  Kesadaran diri.
12.  Rasa humor.
13.  Kemampuan menemukan sesuatu yang baru.














DAFTAR PUSTAKA
P. Siagian, Sondang. 2010. Teori & Praktek Kepemimpinan : Rineka Cipta. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar