BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan
sesama serta dengan lingkungan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi
dibanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir,
kemampuan untuk memilah dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan
kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu
dikelola dengan baik, kehidupan sosial manusiapun perlu dikelola dengan baik.
Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang
berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan
dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam
penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah dituntut
kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan
dengan baik. Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik.
Literatur-literatur tentang kepemimpinan senantiasa memberikan penjelasan
bagaimana menjadi pemimpin yang baik, sikap dan gaya yang sesuai dengan situasi
kepemimpinan, dan syarat-syarat pemimpin yang baik. Suatu organisasi akan
berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan. Suatu
ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang bertanggungjawab atas
kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahkan suatu
ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi
yang terpenting.
Kepemimpinan dalam kelompok menjadi hal yang
sangat strategis untuk diperhatikan pada
usaha pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok. Kepemimpinan
kelompok merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi anggota kelompoknya
untuk bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin dalam mencapai
tujuan kelompok secara bersama.
Dalam kelompok selalu ada pemimpin yang dapat menampilkan
berbagai peranan, khususnya dalam mengerakkan anggota agar melakukan berbagai
kegiatan untuk mencapai tujuan kelompok. Alasan lain pentingnya kepemimpinan
dalam kelompok adalah pada berbagai kondisi masyarakat desa, maupun masyarakat
kota yang satu dengan lain sangat berbeda karakteristiknya serta cara mencapai
tujuan dari kelompok itu sendiri.
1.2 Rumusan
masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apakah pengertian peranan ?
2.
Apakah pengertian pemimpin dan
kepemimpinan ?
3.
Bagaimana peran pemimpin selaku
integrator ?
4.
Bagaimana kualifikasi pemimpin kelompok yang efektif ?
1.3 Tujuan
makalah
Dalam
penulisan makalah ini mempunyai tujuan agar pembaca dapat mengerti dan memahami
tentang Peranan Pemimpin selaku integrator.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Peranan
Peranan merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan (status). Apabila seseorang yang melakukan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peranan (Soekanto 1984:
237).
Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui tiga pendekatan
:
(1) ketentuan peranan,
(2) gambaran peranan,
(3) harapan peranan.
Peranan adalah adalah pernyataan
formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam
membawa perannya. Gambaran peranan
adalah suatu gambaran tentang perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang
dalam membawakan perannya, sedangkan harapan
peranan adalah harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan
seseorang dalam membawakan perannya (Berlo 1961: 153).
2.2 Pengertian
Pemimpin dan Kepemimpinan
Defenisi kami tentang pemimpin adalah
seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial.
Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin. Kepemimpinan merupakan proses
memimpin kelompok dan mempengaruhi kelompok itu dalam mencapai tujuannya.
Slamet (2002: 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi
orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002: 30) bahwa kepemimpinan penting dalam
kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada orang dan
kepemimpinan itu harus mengenal kepada orang yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus
diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa
orang tersebut adalah pemimpinnya.
Kepemimpinan adalah suatu upaya untuk
mempengaruhi pengikut bukan dengan paksaan untuk memotivasi orang mencapai
tujuan tertentu. Kemampuan mempengaruhi erat kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan dari para anggotanya (Gibson 1986: 334). Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi
dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota
terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya,
semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin
dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasan anggota dan harus
dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi,
kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekat yang kuat dalam
mencapai tujuan ( Slamet 2002: 32).
Faktor-faktor penting yang terdapat dalam
pengertian kepemimpinan:
(1) Pendayagunaan pengaruh,
(2) Hubungan antar manusia,
(3) Proses komunikasi dan
(4) Pencapaian suatu tujuan.
Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh
yang diberi serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Ginting
1999: 21).
2.3 Peran
pemimpin selaku integrator
Merupakan
kenyataan dalam kehidupan organisasi bahwa timbulnya kecendrungan berfikir dan
tidak berkotak-kotak dikalangan para anggota organisasi dapat diakibatkan oleh
sikap yang positif, tetapi mungkin pula karena sikap yang negatif. Dikatakan
dapat bersifat positif karena adanya tekat dan kemauan yang keras dikalangan
para anggota organisasi yang tergabung dalam satu kelompok tertentu untuk
berbuat seoptimal mungkin bagi
organisasi akan tetapi sikap demikian dapat menyambut dampak negatif bagi
kehidupan organisasional apabila dalam berbuat usaha sebaik mungkin bagi
organisasi para anggota organisasi yang bersangkutan lupa bahwa keberhasilan
satu kelompok yang bekerja sendiri belum menjamin keberhasilan organisasi
sebagai keseluruhan.
Sikap
mementingkan kelompok dan suatu kerja sendiri mudah timbul lagi dalam organisasi
pembagian tugas menuntut spesialisasi yang berlebihan, sistem alokasi dana dan daya yang tidak atau
kurang rasional dan penekanan pada pendekatan kesisteman.
Hal-hal demikian
biasanya berkaitan pada sesuatu persaingan dikalangan berbagai kelompok kerja
yang diupayakan agar suatu kerja sendiri diperlakukan sebagai satuan kerja strategis jika pimpinan
organisasi membiarkan persepsi demikian berkembang tidak mustahil bahwa para
anggota satuan kerja yang bersangkutan akan berjuang supaya satuan kerja
memperoleh alokasi dana, sarana, prasaran dan tenaga yang lebih besar
dibandingkan dengan satuan-satuan kerja yang lain mudah menduga bahwa upaya
demikian akan membuahkan cara berfikir dan cara bertindak yang berkotak - kotak.
Seorang pimpinan
yang efektif dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinanya sudah barang tentu
tidak akan membiarkan cara berfikir dan bertindak demikian karena organisasi
yang diharapkan mampu mencapai tujuannya dengan tingkat efisiensi efektifitas
dan produktifitas yang tinggi hanyalah organisasi yang bergerak sebagai suatu
totalitas meskipun tidak dapat disangkal bahwa suatu organisasi modern akan
disusun struktur yang menggambarkan fungsi, tugas dan kegiatan yang
keanekargaman itu tidak menghilangkan perlunya interelisasi dan interdefedensi
yang didasarkan pada prinsip simbiosis mutualis artinya, dalam suatu organisasi
tidak ada tujuan atau sasaran kelompok yang bersifat mutually exclusive.
Memang merupakan
kenyataan pula bahwa tergantung pada berbagai desakan tertentu, seperti desakan
waktu, desakan sekala prioritas, desakan kebijaksanaan baru, desakan
perkembangan dan pemanfaatan teknologi dan lain sebagainya, mungkin saja timbul
keharusan menunjuk dan memperlakukan satuan kerja tertentu sebagai “satuan
kerja strategik”. Situasi keharusan demikian sering dihadapi oleh semua jenis
organisasi, didalam dan diluar lingkungan pemerintahan.
Misalnya di
lingkungan pemerintahan. Jika pada suatu ketika tertentu terdapat persepsi
bahwa keselamatan negara terancam dengan kemungkinan serangan dari pihak asing,
angkatan bersenjata negara yang bersangkutan akan diperlakukan sebagai satuan
kerja yang paling strategik atau jika ketertiban masyarakat sangat terganggu
oleh anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab seperti perampokan, pencurian,
perkosaan, pembunuhan, dan sejenisnya kepolisian negara tersebut akan
diperlakukan sebagai satuan kerja strategik atau jika dalam pembangunan
nasional ekspor dari hasil agribisnis sangat dominan peranannya dalam
penerimaan devisa negara, instansi yang mengurus bidang pertanian di negara
yang bersangkutan mungkin sekali akan diperlakukan sebagai satuan kerja
strategik. Hanya saja tetap perlu ditekankan bahwa merupakan satuan kerja
tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak menghilangkan kebutuhan dukungan
oleh satuan - satuan kerja lain. Dukungan tersebut dapat bersifat langsung,
tetapi tidak pula bersifat tidak langsung. Dengan satuan kerja lain yang
dukungannya bersifat langsung, Interaksi yang timbul akan intensif sedangkan
dengan satuan kerja yang dukungannya bersifat tidak langsung bentuk dan jenis
interaksi yang timbul pun akan berlainan.
Hal senada dapat
dikatakan mengenai organisasi niaga. Tidak mustahil bahwa karena situasi yang
dihadapi oleh organisasi yang bersangkutan, misalnya meningkatnya permintaan
atas produksi yang di hasilkan, bagian
mengenai produk di pandang dan di perlakukan sebagai satuan kerja strategik.
Akan tetapi jika merebut pasar yang lebih luas menjadi sasaran, bagi
pemasaranla yang di perlukan sebagai satuan kerja strategik. Dalam hal
produktivitas rendah, disiplin mengendor, tingkat kemangkiran tinggi atau
banyak pegawai yang berhenti karena pindah keorganinsasi lain, bisa saja satuan
kerja yang menangani bidang kepegawaian menjadi satuan kerja strategik.
Prinsip yang
sama berlaku pula bagi organisasi politik jika pada satuan ketika sasaran yang
ingin dicapai adalah memperbanyak jumlah anggota organisasi politik yang
bersangkutan, dana, daya, waktu dan upaya akan dikerahkan untuk mencapai
sasaran tersebut dengan menjadikan bagian yang paling bertanggung jawab
mengenai keanggotaan sebagai satuan kerja strategik. Dalam menghadapi pemilihan
umum satuan kerja lain lagi yang menjadi satuan kerja strategik demikian
seterusnya.
Dari
contoh-contoh diatas terlihat bahwa adanya pembagian tugas, sistem alokasi
daya, dana, dan tenaga, serta di perlukannya spesialisasi pengetahuan dan
keterampilan dapat menimbulkan sikap, prilaku dan tidakan yang berkotak-kotak
oleh karenanya tidak boleh dibiarkannya berlangsung terus.
Dengan perkataan lain di perlakukan integrator
terutama pada hirarkhi puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan. Setiap
pejabat pimpinan, terlepas dari hirarkhi jabatanya dalam organisasi
sesungguhnya adalah integrator hanyalah saja cakupan dan intensitasnya
berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarkhi
kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula maka ; peranan tersebut
hanya pimpinanlah yang berada di atas semua orang dan semua satuan kerja yang
memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan
yang holistik.
2.4 Kualifikasi
Pemimpin yang efektif
Untuk dpat menjadi pemimpin kelompok yang
efektif diperlukan syarat – syarat yang tertentu yang mencakup syarat
kepribadian dan ketrampilan – ketrampilan tertentu. Berikut inni beberapa ciri
kepribadian yang perlu dimiliki oleh pemimpin kelompok yang efektif yang
disarikan dari pendapat Corey dan Corey (1987) :
1. Keberanian.
2. Dapat
dijadikan contoh.
3. Kehadiran.
4. Menhargai
dan mempedulikan.
5. Percaya
terhadap kegunaan proses kelompok.
6. Keterbukaan.
7. Tidak
mempertahankan diri dalam menghadapi serangan.
8. Kekuatan
pribadi.
9. Stamina.
10. Kemauan untuk mencari pengalaman-pengalaman
baru.
11. Kesadaran diri.
12. Rasa humor.
13. Kemampuan menemukan sesuatu yang baru.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Peranan adalah adalah pernyataan
formal dan terbuka tentang perilaku yang harus ditampilkan oleh seseorang dalam
membawa perannya Analisis terhadap perilaku peranan dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan :
(1) ketentuan peranan,
(2) gambaran peranan,
(3)
harapan peranan
Gambaran peranan adalah suatu gambaran tentang
perilaku yang sacara aktual ditampilkan sesorang dalam membawakan perannya,
sedangkan harapan peranan adalah
harapan orang-orang terhadap perilaku yang ditampilkan seseorang dalam
membawakan perannya (Berlo 1961: 153).
Peran pemimpin
selaku integrator Merupakan kenyataan dalam kehidupan organisasi bahwa
timbulnya kecendrungan berfikir dan tidak berkotak-kotak dikalangan para
anggota organisasi dapat diakibatkan oleh sikap yang positif, tetapi mungkin
pula karena sikap yang negatif. Dikatakan dapat bersifat positif karena adanya
tekat dan kemauan yang keras dikalangan para anggota organisasi yang tergabung
dalam satu kelompok tertentu untuk berbuat seoptimal mungkin bagi organisasi akan tetapi sikap demikian
dapat menyambut dampak negatif bagi kehidupan organisasional apabila dalam
berbuat usaha sebaik mungkin bagi organisasi para anggota organisasi yang bersangkutan
lupa bahwa keberhasilan satu kelompok yang bekerja sendiri belum menjamin
keberhasilan organisasi sebagai keseluruhan.
Sikap
mementingkan kelompok dan suatu kerja sendiri mudah timbul lagi dalam organisasi
pembagian tugas menuntut spesialisasi yang berlebihan, sistem alokasi dana dan daya yang tidak atau
kurang rasional dan penekanan pada pendekatan kesisteman.
Hal-hal demikian biasanya berkaitan pada
sesuatu persaingan dikalangan berbagai kelompok kerja yang diupayakan agar
suatu kerja sendiri diperlakukan sebagai
satuan kerja strategis jika pimpinan organisasi membiarkan persepsi
demikian berkembang tidak mustahil bahwa para anggota satuan kerja yang
bersangkutan akan berjuang supaya satuan kerja memperoleh alokasi dana, sarana,
prasaran dan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan satuan-satuan kerja
yang lain mudah menduga bahwa upaya demikian akan membuahkan cara berfikir dan
cara bertindak yang berkotak - kotak.
Misalnya di lingkungan pemerintahan.
Jika pada suatu ketika tertentu terdapat persepsi bahwa keselamatan negara
terancam dengan kemungkinan serangan dari pihak asing, angkatan bersenjata
negara yang bersangkutan akan diperlakukan sebagai satuan kerja yang paling
strategik atau jika ketertiban masyarakat sangat terganggu oleh anasir-anasir
yang tidak bertanggung jawab seperti perampokan, pencurian, perkosaan,
pembunuhan, dan sejenisnya kepolisian negara tersebut akan diperlakukan sebagai
satuan kerja strategik atau jika dalam pembangunan nasional ekspor dari hasil
agribisnis sangat dominan peranannya dalam penerimaan devisa negara, instansi
yang mengurus bidang pertanian di negara yang bersangkutan mungkin sekali akan
diperlakukan sebagai satuan kerja strategik. Hanya saja tetap perlu ditekankan
bahwa merupakan satuan kerja tertentu sebagai satuan kerja strategik tidak
menghilangkan kebutuhan dukungan oleh satuan - satuan kerja lain. Dukungan
tersebut dapat bersifat langsung, tetapi tidak pula bersifat tidak langsung.
Dengan satuan kerja lain yang dukungannya bersifat langsung, Interaksi yang
timbul akan intensif sedangkan dengan satuan kerja yang dukungannya bersifat
tidak langsung bentuk dan jenis interaksi yang timbul pun akan berlainan.
Dari
contoh-contoh diatas terlihat bahwa adanya pembagian tugas, sistem alokasi
daya, dana, dan tenaga, serta di perlukannya spesialisasi pengetahuan dan
keterampilan dapat menimbulkan sikap, prilaku dan tidakan yang berkotak-kotak
oleh karenanya tidak boleh dibiarkannya berlangsung terus.
Dengan perkataan lain di perlakukan integrator
terutama pada hirarkhi puncak organisasi integrator itu adalah pimpinan. Setiap
pejabat pimpinan, terlepas dari hirarkhi jabatanya dalam organisasi
sesungguhnya adalah integrator hanyalah saja cakupan dan intensitasnya
berbeda-beda. Artinya, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarkhi
kepemimpinan dalam organisasi, semakin penting pula maka ; peranan tersebut
hanya pimpinanlah yang berada di atas semua orang dan semua satuan kerja yang
memungkinkannya menjalankan peranan integratif yang didasarkan pada pendekatan
yang holistik.
Untuk dpat menjadi pemimpin kelompok yang
efektif diperlukan syarat – syarat yang tertentu yang mencakup syarat
kepribadian dan ketrampilan – ketrampilan tertentu. Berikut inni beberapa cirri
kepribadian yang perlu dimiliki oleh pemimpin kelompok yang efektif yang
disarikan dari pendapat Corey dan Corey (1987) :
1. Keberanian.
2. Dapat
dijadikan contoh.
3. Kehadiran.
4. Menhargai
dan mempedulikan.
5. Percaya
terhadap kegunaan proses kelompok.
6. Keterbukaan.
7. Tidak
mempertahankan diri dalam menghadapi serangan.
8. Kekuatan
pribadi.
9. Stamina.
10. Kemauan untuk mencari pengalaman-pengalaman
baru.
11. Kesadaran diri.
12. Rasa humor.
13. Kemampuan menemukan sesuatu yang baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Eka. 2012. http://blognaeka.blogspot.com/2012/05/peranan-pemimpin-dalam-kelompok.html/ diakses
tanggal 22-03-2014
P. Siagian, Sondang. 2010. Teori & Praktek
Kepemimpinan : Rineka Cipta. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar