BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Tunisia
adalah negara terkecil diantara tiga negara Tunisia, Aljazair, dan Maroko
diwilayah yang disebut Maghribi. Dalam bahasa Arab, maghribi berarti “barat”
daerah itu merupakan bagian paling barat dari dunia Arab. Tunisia adalah salah
satu negara berpenduduk mayoritas muslim di belahan bumi bagian Afrika Utara. Letak
geografis Tunisia yaitu Afrika utara, perbatasan laut tengah, libia,
Aljazair.
Pada 1869, Tunis menghadapi suatu
kebangkrutan setelah hutang yang diperoleh oleh Bey guna membiayai pemerintahan
yang boros, sejak itu persaingan antara tiga penguasa semakin hebat
masing-masing mempengaruhi Bey untuk dapat menanamkan modalnya. Dalam tahun
1880, perdana menteriJules Ferry, tokoh imperialis modern prancis, berpendapat
bahwa kemenangan yang di dapat di Afrika Utara akan memberikan sukses pada
pemilihan yang akan datang. Pada 1881 kabinet Ferry jatuh dan
Gambetta mengantikan menjadi cabinet baru, dan pada Tahun 1883 Bey di paksan
terang-terangan menandatangani pembentukan proktorat prancis akan tunis dan
memberi pinjaman sebanyak 125 juta franc kepada Bey. Ketika Inggris
menutup Bandar kapal-kapal prancis pada waktu itu
terjadi perang Tonkin, Prancis akan memutuskan akan mendirikan
pangkalan laut Obock dan merencanakan pemasangan jalur kereta api dari Ethiopia
sampai Nil untuk menyempurnakan penguasaan kolonialnya di Afrika Utara. Selain
itu Italia juga menguasai kawasan Afrika Timur lautkhususnya daerah
Ethiopia dan sekitarnya. Konflik yang terjadi akibat pembunuhan tentara Italia
dengan tentara Ethuopia dan mulailah perperangan antara konflik tersebut.
Konflik italia dan Ethiopia berakir atas perjanjian di Udsyiali
(1889).
Pada 1895 pemerintah italia
melakukan kekerasan untuk memaksa Ethiopia mengakui kekuasaannya. Tentara
Italia dikirim untuk menggabungkan Tigre yang merupakan sebuah provinsi di
Ethiopia, dengan Eritrea. Pada 1886 tentara Italia menderita kekalahan besar
dalam pertempuran terkenal di Adua. Jenderal Baratier dengan tentaranya yang
berjumlah lebih ddari 2000 orang menyerah danlebih dari 6000
terbunuh atau luka-luka. Bencana ini mengakibatkan cabinet Crispi jatuh.
Perdaana menteri baru, Marquis Rudini, menerima perjanjian Addis
Abbeba (1896), yang berisi bahwa Italia mengakui kemerdekaan penuh
negeri Ethiopia dan Italia harus membayar ganti kerugian perang kepada Menelik
sebanyak dua juta dollar. Sesudah kekalahan di Adua, kaum politisi Italia
berpendapat bahwa untuk memenuhi kepentingannya di Laut Tengah,
Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selama
hubungan antara jerman dan Inggris tidak baik. Kaisar Jerman
mempersalahkan Inggris, mengapa negeri tersebut tiddak memberikan bantuannya
kepada Italia secara riil. Inggris berpendapat bahwa bantuannya
bahkan akan memperuncing keadaan, karena di duga Prancis dan Rusia akan
memperjuangkan penanaman pengaruhnya di Ethiopia. Dan pada tahun
1900 tercapailah perjanjian prancis dan italia yang berisi antara lain italia
tidak memiliki kepentingan atas maroko. Dan sebaliknya tidak memiliki
kepetingan di Tripoli dan Cyrenarica.Pendekatan italia ini di
akobatkan karena italia gagal untuk menguasai Afrika timur laut.Dan 1902
tercapailah perjanjian Prancis dan italia.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalh ini adalah :
1. Bagaimana Imperialis di Tunis dan
Penetration pacifique ?
2.
Bagaimana
Imperialis di Afrika Timur Laut ?
3.
Bagaimana
Imperialis di Tripolitania ?
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tunis dan Penetration
Pacifique
Sejarah
Tunisia abad ke-19
Tunisia adalah
nama resmi negara letak geografis tunis afrika utara perbatasan laut tengah,
Libia, Aljazair. Penduduk 8,7 juta jiwa. Bahasa Utama bahasa Arab(bahasa
resmi), Prancis. Agama Utama Islam (agama resmi), katolik roma, yahudi.
Pemerintahan Republik, kepala negara Presiden.
pada tahun 1881
Prancis, yang sebelumnya telah menduduki Aljazair, lalu menduduki pula Tunisia.
Pada tahun 1883 Tunisia menjadi sebuah protektorat Prancis.
Prancis lalu
memperluas wilayah pertanian tetapnya, membangun banyak kota baru di sekitar
kota-kota arab kuno, dan membangun jaringan jalan raya dan jalan kereta api.
Sumbangan Prancis yang terbesar, meskipun sumbangan ini hanya sedikit
mempengaruhi orang Tunisia, adalah pendidikan modern. Di bawah Prancis
kontemporer tanpa menanggalkan warisan budaya Arab-Islam. Perjuangan Tunisia
melawan pendudukan bangsa asing dibiayai dan dimenangkan oleh kelompok
tersebut.
Diawal tahun 1930-an, Habib Bourguiba serta Partai Neo-Destournya (yang
pada tahun 1964 diubah menjadi Partai sosialis Destour) memimpin Tunisia.
Partai ini menerima peradaban Barat yang dibawa oleh Prancis. Namun menentang
kolonialisme dan berjuang untuk mendapatkan pemerintahan sendiri. Akhirnya pada
tahun 1956, setelah perjuangan yang lama dan kadang-kadang penuh kekerasan,
Tunisia mencapai kemerdekaan dengan Bourguiba sebagai presiden. Ia diangkat
presiden seumur hidup pada tahun 1975. Pada tahun 1987 ia digulingkan oleh
Perdana Menteri Zine el-Abidine Ben Ali. Yang memegang tampuk kepresidenan,
terpilih untuk jabatan itu tanpa oposisi pada tahun 1989 dan 1994.
Pemerintahan. Sampai 1981 Tunisia bersistem politik satu partai. Partai
sosialis Destour (DSP) menduduki sebuah kursi dewan perwakilan permusyawaratan
Nasional, sejak kemerdekaan sampai tahun 1994. Anggota Permusyawaratan Nasional
dipilih setiap 5 tahun.
Penetration Pacifique : masuknya suatu budaya asing ke budaya
lain secara damai.
Dari Aljazair, Prancis
ingin meperluas pengaruhnya ke Tunis. Sebuah daerah di sebelah timur Aljazair,
lebih sempit, dengan iklimnya yang sedang. Tunis merupakan negeri
“terebelakang” dan penduduknya tidak padat. Pada zaman Tunis merupakan pusat
kerajaan besar Imperium karthago. Pada suatu masa karthago pernah menjadi
propinsi Imperium, kemudian beralih tangan, merupakan bagian dari pada Imperium
Turki. Sampai pertengahan abad ke-19 bagian ke dua, Sultan Turki secara de jure
adalah kuasa di Tunis dan seorang Bey merupakan wakilnya.
Tidak hanya perancis, tetapi juga berbagai
negara Imperialis Barat menaruh perhatian terhadap Tunis. Pada sekitar 1850-an
spekulan, pedagang, ataupun peminjam uang bangsa Barat measuki Tunis untuk mengadu
untung persaingan yang hebat terjadi diantara mereka itu.
Dengan mudah Bey
dapat memperoleh pinjaman-pinjaman uang guna untuk membiayai pemerintahannya yang
boros. Akan tetapi ternyata bahwa Bey mengalami kesulitan dalam hal
mengembalikan hutangnya. Ketika hutangnya telah mencapai sebesar 23 juta franc
dan kemudian ditambah lagi dengan 35 juta dari Bank Paris, maka untuk mebayarnya
kembali ia memasukkan sistem pajak yang sangat berat bagi rakyatnya. Hal ini
mengakibatkan rakyat menjadi tidak puas terhadap pemerintahannya dan timbul
pemberontakan-pemberontakan. Untuk menindas
pemberontakn tersebut Bey melakukan pinjaman-pinjaman lagi dan untuk mengembalikannya
rakyat di haruskan membayar pajak yang lebih berat dari sebelumnya. Dengan
demikian seakan-akan terdapatlah suatu lingkaran setan yaitu hutang-pajak
tinggi, pemberontakan, hutang dan seterusnya.
Ketika para
kreditor prancis mengusulkan agar dibentuk suatu komisi guna mengawasi
pengeluaran pemerintah Bey, kaum kreditor dan patriot italia melancarkan
protes. Orang-orang italia ini tidak akan meluapkan bahwa daerah Tunis (dahulu
Karthago) pernah menjadi Roma kuna. Mereka juga beranggapan bahwa daerah itu
merupakan koloni yang sangat baik, karena sebagian besar bangsa Barat di Tunis
terdiri atas orang-orang Italia dan letaknya pun di depan Selat Sicilia.
Mungkin sekali Tunis dapat menjadi Protektorat Inggris, karena pada sekitar
tahun 1870-an Bey berpaling pada Inggris.
Pada 1869 Tunis
menghadapi suatu kebangrutan. Pengawasan terhadap keuangan dilakukan terhadap
Triple Control terdiri atas wakil-wakil inggris, Italia, dan Prancis. Sejak itu
persaiangan antara tiga penguasa tersebut makin hebat. Masing-masing ingin
mempengaruhi Bey untuk dapat menanmkan modalnya dalam perusahaan rel kereta
api, pemasangan telegraf atau pun mendapatkan tanah-tanah konsesi .
Sesudah Kongres
Berlin (1878), penguasaan Prancis terhadapa Tunis hanya meninggal waktunya saja.
Adapun sebabnya karena dalam kongres tersebut Prancis bersikap netral. Untuk
menjaga agar Prancis tidak mendekati Rusia, maka baik Bismarck maupun Disraeli
berusaha membuat hubungan yang sebaik-baiknya dengan republik itu. Mereka
menginggatkan akan adanya kemungkinan bagi Prancis untuk menduduki Tunis
sebagai Konvensasi terhadap penduduk Cyprus oleh Inggris oposisi terhadap
maksud itu hanya akan berasal dari Italia, karena kaum Imperialis Inggris juga
menyetuji maksud tersebut. Bagi Inggris penguasaan Italia terhadap Tunis yang
membahayakan kedudukannya di Laut Tengah, karena dengan demikian Italia tidak
hanya menguasai Selat Messina tetapi juga Selat Sicilia.
Tidak lama
kemudian Kompeni dagan Inggris akan menjual perusahaan jalan kereta api yang
berada di Tunis. Baik kaum Imperialis di Paris maupun di Roma beranggapan bahwa
siapa diantara keduanya yang tidak dapat menguasai perusahaan inggris tersebut,
akan menderita kekalahan dan penghinaan rasional. Prancis 1 juta franc sedang
Italia berani membaya 4 juta france. Pembayaran dilangsungkan pada 1880.
Walaupun Prancis dalam hal ini dikalahkan oleh persaingganya, namun usaha untuk
mendaptka Tunis akan dicapai melalui
jalan lain.
Dalam tahun 1880
itu juga Perdana Menteri Jules Ferry, tokoh Imperialis modern Prancis,
berpendapat bahwa kemenanggan yang di dapat di Afrika Utara akan memberi sukses
padanya dalam pemilihan yang akan datang. Dialah yang membawa Prancis mengikuti
politik ekspansi kolonial yang seluas-luasnya. Tunis akan diserbu. Lebih-lebih
ketika ia mendengar bahwa Bey berkomplot. Dengan konsul Italia untuk menghadapi
pengaruh Prancis di Tunis.
Dengan alasan
menindas suku-suku dari Tunis mengganggu
perbatasan Aljazair, Ferry mengirimkan ekspedisi militer dengan biaya 6 juta
franc. Pada 1881 tentara tersebut dikirimkan dan setelahmereka mencapai ibu
kota, Bey dipaksa menerima protektorat Prancis atas negerinya. Sebuah
perjanjian ditandatangani di Bardo (1881), berisi bahwa sejak itu hubungan
pemerintah Tunis dan konsul-konsul asing diawasi oleh residen Prancis. Prancis
menjanjikan akan melindungi Bey serta wilayahnya terhadap serangan-serangan
lawan. Kepada orang-orang Inggris dijadikan pula, bahwa pelabuhan perang
Bizerte tidak akan diperkuat.
Perjanjian bardo
memberi kuasa kepada orang-orang Prancis untuk mengatur keuangannya di Tunis.
Tentara prancis disebar i seluruh negeri dan pada akhir tahun pendudukan telah
delesai dikerjakan. Pemerintah Prancis kemudian mengumumkan bahwa “pacification” telah selesai.
Akan tetapi
sebenarnya sesudah ditandatangani perjanjian Bardo, terjadilah suatu
pemberontakan di sebelah selatan. Tidak sedikit tentara Prancis yang menjadi
korban dan 38.000 orang harus ditarik mundur. Di dalam parlemen partai radikal
melakukan oposisi keras. Clemenceau menyambut politik Ferry di Tunis itu
sebagai “coup de Bourse”, yaitu suatu penyerbuan yang didasari oleh
kepentingan ekonomi. Tetapi Berry menjawab bahwa kepentingan ekonomi dan strategilah
yang menyebabkan penyerbuan ke Tunis itu.
Pada November
1881 kabinet Ferry jatuh. Gambetta menjadi perdana menteri kabinet baru, tetapi
politiknya tidak sama dengan kebanyakan kaum radikal. Ia tidak menolak
pendudukan Perry terhadap Tunis. Pada 1883, Bey baru dipaksa menandatangani
perjanjian yang menyatakan secara terang-terangan pembentukan protektorat
Prancis atas Tunis dan memberi pinjaman sebanyak 125 juta franc kepada Bey.
Jelaslah bahwa karena masalah uang, Tunis kehilangan kemerdekaannya.
2.2 Afrika Timur Laut
Afrika timur
laut meliputi kawasan Djibouti, Ethiopia, Sudan, Eritre, Somalia
Sejak zaman
sebelum berlansung imperialisme modern, Obock adalah koloni Prancis. Pada 1882
seluruh kota dibeli dari Sultan pemilik daerah dengan harga 30.000 franc.
Ketika Inggris menutup bandar aden bagi kapal-kapal Prancis pada waktu terjadi
perang Tonkin, prancis memutuskan akan mendirikan pangkalan laut di Obock.
Tetapi kerena letak kota ini sangat tidak tampan, maka pada 1888 Prancis
memilih Djibouti sebagai penggantinya, yang kemudian disebut Somali Prancis.
Dari tempat ini Prancis merencanakan pemasangan jalan kereta api melalui
Ethiopia menuju ke daerah Nil. Bagi Prancis, Sudan sebelah timur dan Ethiopia
merupakan kunci untuk menyempurnakan penguasa koloninya di Afrika sebelah
utara.
Selain Prancis,
Italia juga ingin menguasai daerah-daerah di Afrika bagian timur-laut, ialah
daerah Ethiopia dan daerah pantai sekitarnya. Penguasaan akan dimulai dari
pantai yang akan diperluas ke pedalaman. Pada 1870, Robettino, seorang pemilik
perusahaan kapal bangsa Italia,membeli kota Assab di pantai Laut Merah dari
raja pemiliknya seharga 9000 dollar. Kota tersebut dijadikan pangkalan bagi
perusahaanya. Tetapi ketika ia takut akan ancaman penduduk Assab, maka
pemerintahannya mengirimkan sebuah kapal perang untuk melindunginya (1880).
Pada 1883 Pemerintah Italia menganeksasi Teluk Assab dan pada 1885 menduduki
Massasua. Daerah-daerah itu kemudian disebut Eriteria. Dari tempat ini Italia
akan menyerbu Ethiopia.
Di samping
Italia juga Prancis dan Rusia menginginkan Ethiopia. Ketika terjadi insiden
pembunuhan tentara Italia oleh tentara Ethiopia, maka mulailah konflik antar
kedua negeri tersebut. Pemerintah Italia mengirimkan suatu ekspedisi untuk
menghukum Ethiopia. Pada waktu imperialis Inggris yang tidak menyukai usaha
Prancis menaklukkan seluruh Afrika Utara, memberi sokongan moril kepada Italia.
Tetapi inggris sendiri mempunyai kepentingan di daerah Sudan. Maka Inggris akan
menggunakan Italia untuk merintangi usaha Prancis di Afrika Utara. Pada 1891
Inggris dan Italia mengadakan perjanjian yang isinya memungkinkan Italia
memasuki daerah Ethiopia, tetapi tidak mengganggu kepentingan Inggris di daerah
Sungai Nill, sehingga proyek jalan kereta api Cape Town Cairo tidak terhalang.
Konflik Italia
dan Ethiopia dapat diakhiri dengan diadakan perjanjian di Udsyiali (1889). Menurut
interpretasi kaum politisi di Italia, perjanjian tersebut menetapkan
protektorat Italia terhadap Ethiopia. Interpretasi kaum imperialis Italia
tersebut ditolak oleh Negus Menelik dan pada 1893 secara resmi ia membatalkan
perjanjian tahun 1889.
Dalam keadaan
yang penting itu, Prancis mendekati kaisar Menelitk dari Ethiopia. Bahkan
Prancis menyanggupkan memberi bantuan berupa tentara dan senjata, apabila
Italia melakukan serangan. Janji tersebut mengakibatkan pemberian konsesi
kepada kompeni dagang Prancis untuk mendirikan jalan kereta api dari Djibouti
melalui Ethiopia ke daerah Nil (1804).
Para 1895
Pemerintah Italia melakukan kekerasan untuk memaksa Ethiopia mengakui
kekuasaanya. Tentara Italia dikirim untuk menggabungka Tigre yang merupakan
sebuah provinsi di Ethiopia, dengan Eritrea. Menelik mengerahkan tenaga
sebanyak 90 ribu tentara untuk menolak invasi tersebut. Kebanyakan tentara
tersebut telah dilatih oleh perwira-perwira Prancis dan diperlengkapi dengan
senjata modern.
Perdana menteri
Francesco Crispi dari Italia mengalami kesulitan dalam operasi perangya di
Ethiopia. Ia mencoba mendapatkan bantuan Inggris dengan melalui sahabatnya,
Jerman, tetapi tidak berhasil. Pada 1886 tentara Italia menderita kekalahan
besar dalam pertempuran terkenal di Adua. Jendral Baratier dengan tentaranya
yang berjumlah lebih dari 2000 orang menyerah dan lebih dari 6000 terbunuh atau
luka-luka. Bencana ini mengakibatkan kabinet Crispi jatuh. Perdana menteri
baru, Marquis Rudini, menerima perjanjian Addis Abbeba ()1896), yang berisi
bahwa italia mengakui kemerdekaan penuh negeri Ethiopia dan Italia harus
membayar ganti kerugian perang kepada Menelik sebanyak dua juta dollar.
Seudah kekalahan
di Adua tersebut, kaum politisi Italia berpendapat bahwa untuk memenuhi kepentingannya
di Laut Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selama
hubungan antara Jerman dan Inggris tidak baik. Oleh sebab itu pemerintah Italia
akan mnempuh jalan lain untuk mencapai cita-citanya dan hal ini berakibat
pendekatan Italia kepada Prancis. Italia makin lama makin jauh dari
sekutu-sekutunya.
Kaisar Jerman
mempersalahkan Inggris, mengapa negeri tersebut tidak memberikan bantuannya
kepada Italia secara riil. Inggris berpendapat bahwa bantuanya bahkan akan
memperuncing keadaan, karena dengan demikian di duga Prancis dan Russia akan
memperjuangkan penanaman pengaruhnya di Ethiopia dan hal ini akan merintangi
jalan lalu lintas laut antara Inggris dan India.
2.3 Tripolitania
Triple Alliance
Pada tahun 1882,
Italia yang terdorong oleh ambisinya untuk meluaskan daerah jajahan (koloni)
dan juga merasa terganggu oleh tindakan Prancis yang menduduki Tunisia lebih
dahulu, meminta untuk bergabung dalam persekutuan Jerman-Austria (Dual
Alliance). Dengan demikian anggota persekutuan menjadi tiga negara, karena itu
Triple Aliansi. Masuknya Italia ke dalam persekutuan dianggap sebagai bagian
dari upaya untuk membela diri, terutama diarahkan terhadap Prancis.
Terbentuknya Triple Alliance ini merupakan pertanda keberhasilan politik Bismarck.
Dia berhasil membawa Jerman bersekutu dengan tiga kekuatan besar sambil
bersahabat dengan yang lain, khususnya dengan Inggris yang menjauhkan diri dari
semua persekutuan. Prancis memjadi terisolasi sehingga tidak lagi merupakan
ancaman. Diplomasi Bismarck merupakan suatu keberhasilan besar, namun juga
diimbangi oleh tantangan memelihara sistem persekutuanya yang rumit didepan
hidung persaingan yang terus berlanjut diantara sekutu-sekutu Jerman.
Persaingan
antara sekutu-sekutu Jerman tidak hanya terjadi antara Austria dengan Rusia,
akan tetapi juga antara Austria dengan Italia. Italia masih menganggap adanya
beberapa daerah yang seharusnya sudah dimasukkan kedalam Negara Kesatuan Italia
(Italia Irredenta), namun masih dikuasai oleh Austria. Daerah-daerah itu adalah
Tirol Selatan, Dalmatia, dan Istria. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan
posisi Italia dalam Triple Aliansi sewaktu-waktu bisa berubah. Hal ini terbukti
nanti pada saat terjadinya Perang dunia I.
Walaupun perang
di Balkan yang terjadi pada tahun 1885 kembali menjauhkan Austria dari Rusia,
namun secara keseluruhan Bismarck tergolong berhasil. Sadar bahwa Three
Emperors League pada dasarnya sudah ambruk, Bismarck berhasil menegosiasikan
Reisurance Treaty dengan Rusia, di mana kedua pihak sepakat akan tetap tinggal
netral jika salah satu diserang pihak ketiga. (Craig [et al.],1986:1073).
Upaya Bismarck
untuk menempatkan Jerman sebgai negara penting di Eropa tampaknya berjalan
dengan baik. Perdamaian relatif dapat ditegakkan dengan mengendalikan
gejolak-gejolak kecil-misalnya yang terjadi di Balkan hingga tidak sampai
merebak menjadi perang besar. Akan tetapi perubahan yang terjadi di Jerman
sendiri (1888) menimbulkan akibat yang sukar dikendalikan.
Pada tahun 1888
william II naik tahta berusia 29 tahun ini, ternyata adalah seorang yang
memiliki sifat ambisius dan tidak sabar. Dia memiliki watak yang angkuh dan
percaya bahwa kerajaan merupakan takdir
Tuhan (“by divine right”). William II memiliki cacat lahir tanganya
kecil dan lemah, sehingga diduga untuk menutupi kekurangannya inilah ia
melakukan kompensasi dengan menampilkan diri sebagai orang kuat dan
bersemangat., bersikap dan berpandangan yang militeristis, serta menggunakan
retorik yang kadang-kadang keras dan memalukan serta bombastis. ( Craig [et
al.],1986:1073).
Seperti banyak
juga orang Jerman yang dari generasinya, William II dipenuhi oleh perasaan
bahwa Jerman ditakdirkan sebagai negara terkemuka di Eropa. Dia menghendaki
pengakuan paling tidak sederajat dengan Inggris. Untuk mencapai ‘place in the sun’ (artinya ruang dan kondisi yang menguntungkan
untuk berkembang) dia dan teman-temanya sebayanya menghendaki pembangunan
angkatan laut dan daerah jajahan seperti Inggris. Tujuan ini tentu saja
bertentangan dengan politik Bismarck yang hanya terbatas pada daratan Eropa.
Ketika William II mengemukakan pembangunan angkatan laut sebagai suatu
pertahanan terhadap pendaratan Inggris di Jerman Utara, Bismarck menjawab
dengan mengatakan, “if the British should land on our soil, I should have them
arrested”, (Terjemahannya:”jika orang Inggris mendarat di tanah kita, saya akan
tangkap mereka”) ( Craig [et al.],1986:1073). Ini hanya salah satu contoh yang
memperlihatkan betapa berbedanya kaisar (kaiser)
muda ini dari Bismarck. Dalam tahun 1890 Wilhelm II menggunakan
ketidaksetujuannya terhadap politik dalam negeri Bismarck untuk menjatuhkan
Bismarck.
Selama masa
pemerintahan Bismarck, Jerman terjamin dan diantara negara-negara besar Eropa
terpelihara kedamaian, sekalipun kadang dia berbuat salah dan tidak selalu
berhasil, banyak hal yang patut dihargai dalam pengertian dan manajemen
hubungan internasionalnya. Dia memiliki ide yang jelas dan terbatas tentang
tujuan nasionalnya. Dia menolak tekanan-tekanan untuk melakukan ekspansi lebih
jauh. Dia mengerti dan menggunakan sepenuhnya senjata diplomatik: penenangan,
pencegahan, ancaman dan janji, kerahasiaan dan keterbukaan. Dia mengerti
kebutuhan dan harapan negara lain. Sistem persekutuannya menciptakan jalan
buntu bagi perkembangan masalah Balkan sambil pada saat yang sama menjamin
keamanan Jerman.
Pada masa
Bismarck, Jerman merupakan kekuatan untuk perdamaian Eropa, pengertian tentang
itu terus meningkat. Tentu saja posisi seperti ini tidak mungkin dapat dicapai
tanpa kekuata militer, namun perlu juga diingat, bahwa untuk itu diperlukan
kepemimpinan dari seorang negarawan yang mau dan mampu mempraktekkan
pengekangan dan juga dapat melakukan perhitungan yang nyata tentang apa yang
diperlukan oleh negerinya dan apa yang mungkin. Namun setelah Bismarck
mengundurkan diri dalam tahun 1890, dan Jerman dikendalikan oleh Kaiser Wilhelm
II dengan sifat-sifat seperti telah dikemukakan diatas, ketenangan dan
kedamaian yang sudah cukup lama terpelihara, berangsur berubah menjadi
ketegangan dan suasana panas yang sewaktu-waktu dapat meletus menjadi
peperangan. Dengan alasan untuk mempertahankan diri, pihak-pihak yang tidak
seiring dengan Jerman juga memperkuat diri lewat persekutuan-persekutuan, yang
semuanya ini menggambarkan “suasana aman yang panas” yang hanya tinggal
menunggu pemicu.
Pendudukan Prancis terhadap Tunis
pada tahun 1881 mengakibatkan hubungan anatara Prancis dan Italia menjadi buruk
untuk bebrapa tahun lamanya. Italia yang sangat kecewa atas tindakan
persaingannya itu, menghendaki adanya persekutuan dengan Jerman. Akan tetapi
Bismarck insyaf bahwa persekutuan negerinya dengan Italia akan menimbulkan
kecurigaan kepada sahabatnya, Austria. Maka ia menjawab kepada Italia bahwa
“jalan ke Berlin harus melalui Wina”. Ini berarti bahwa apabila Italia
bermaksud mengadakan persekutuan dengan Jerman, Italia harus melepaskan
cita-cita “Irredenta”-nya. Italia mengikuti saran tersebut. Pada 1882 Italia
menggabung kepada persekutuan Austria-Jerman dan terbentuklah Triple Alliance.
Persekutuan ini berlaku untuk lima tahun. Pada 1887 Triple Alliance diperbaharui.
Disamping itu Italia juga membuat perjanjian rahasia dengan Jerman. Keduanya
akan bahu-membahu, berjuang merintangi usaha Prancis untuk memperluas
pengaruhnya di Afrika Utara. Jerman juga akan membantu Italia merintangi
Prancis apabila negeri itu akan merampas Tripoli.
Perjanjian tahun 1887 tersebut juga
memuat ketentuan bahwa Inggris dan Austri-Hongaria menjanjikan kepada Italia,
akan merintangi usaha Prancis memperluas daerah pengaruhnya di Afrika Utara.
Tetapi semua janji-janji tersebut
tidak ada yang dipenuhi. Akibatnya Italia mendekati Prancis lagi. Pada 1990
Italia mengadakan perjanjian secara rahasia dengan Prancis yang berisi bahwa
Prancis tidak akan merintangi usaha Italia untuk memperoleh Tripolitania dan
Cyrenaica, tetapi Italia harus melepaskan seluruh kepentingannya ke Marokko.
Ketika Triple Alliance diperbaharui
(1902), Jerman menjanjikan kepada Italia akan memberi bantuan militer apabila
Prancis akan merintangi usaha Italia di Tripolitania dan Cyrenaica.
Sesudah mengadakan perjanjian
rahasia dengan negara-negara besar di Eropa (1909), Italia mulai melakukan
“peaceful penetration” di kedua propinsi itu. Bank Italia, Banca d’Italia,
Banca di Roma, tampil kedepan menjalankan peranannya. Pada 1911, ketika
angkatan perang Italia telah siap dan mendapat izin dari negara-negara besar,
Italia mengirimkan ultimatum kepada Turki, pemilik syah daerah Tripoli dan
Cyrenaica. Sultan diperingatkan bahwa “keadaan kacau, tak teratur dan terlantar
dan tidak dihiraukan oleh Turki itu harus diakhiri”. Sultan menjawab apabila
Italia berkehendak untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan maka sejengkal
tanahpun tidak akan diserahkan kepadanya.
Pada 1912 Italia mengumumkan perang
kepada Turki. Tentara Italia menduduki Kota Tripoli, merebut bandar-bandar di
pantai Tripoli. Karena pada waktu itu Turki sibuk menghadapi perang di Balkan,
maka pada 1912 itu juga, perang melawan Italia dihentikan. Perjanjian menyusul
dengan ketentuan bahwa Italia memperoleh daerah-daerah yang diperjuangkan itu.
Liba (Libia Italiana), nama kuno pada zaman Roma, diberikan kepada kedua daerah
tersebut. Tanah jajahan itu luasnya kira-kira 580.000 mil persegi. Tetapi
kemudian Italia mengetahui bahwa Libia bagian pedalaman adalah gurun pasir
belaka. Hanya di sana-sini di tepi pantai terdapat tanah-tanah yang subur.
Dengan dikuasainya Libia oleh Italia
ini berarti bahwa seluruh Benua Afrika, selain Ethiopia dan Liberia telah
menjadi jajahan negara-negara Barat.
Pada waktu Ethiopia di serbu oleh
Italia (1935) penguasa Negeri tersebut adalah Kaisar Haile sellasi I yang
menggantikan empress zaiditu pada tahun 1930, ia
memodernisasikan Negerinya dengan cara
memberikan konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua
kamar ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya di perluas.
Sebelum menjadi kaisar ia terkenal dengan nama Talari makonne yang oleh empress
zaiditu putri manelik II di angkat sebagai penasehat utama zaiditu mangkubumi
dan pewaris. Pada waktu itu ia menggunakan pengaruhnya yang besar untuk
mengatur kembali negerinya membangun sekolah-sekolah, rumah-sakit dan mengirim
putra-putra Ethiopia ke luar Negeri untuk belajar. Pada tahun 1925 ia berhasil
membawa Ethiopia masuk sebagai anggota lembaga Bangsa-bangsa. Pada tahun 1924
ia berjasa dapat menghapus perbudakan.
Pada tahun 1902 Inggris mendapat
janji dari Ethiopia bahwa tidak ada Negeri lain yang akan menggunakan air dari
danau tana. Untuk Inggris danau tanah sangat penting sebab dari danau tersebut
mengalirlah dari salah satu sumber sungai Nil biru yang dipergunakan
untuk mengairi perkebunan kapas di Sudan.
Pada tahun1906 tercapai perjanjian
antara Inggris-Perancis-Italia yang berisi bahwa tiada dari satu Negara
tersebut dapat melakukan tindakan atas Ethiopia tanpa pengetahuan
dan persetujuan dua Negara lainnya.
Pada tahun 1919 janji yang diberikan
sekutu kepada Italia dalam perjanjian rahasia di London (1915) pelaksanaannya
tidak memenuhi kehendak Italia , terutama pasal yang menyangkut tambahan daerah
di Afrika. Diterbangkan bahwa Italia akan mendapat kompensasi terutama dalam
hubungan penentuan batas-batas koloni Italia ; Erytrea, Somalia dan Libia dan
daerah-daerah koloni Inggris dan Prancis yang ada di sekitarnya sebagai ganti
atas kekecewaan itu. Pada tahun 1919 Italia mengusulkan supaya ia diberi
kompensasi yang menyangkut Ethiopia karena dalam danau tana akan menjadi milik
Inggris. Italia bersedia membantu rencana-rencana Inggris di Ethiopia, misalnya
dalam permintaan kepada Negus untuk membuat jalan raya dari danau tana ke
Sudan, sebaliknya Inggris akan membantu Italia dalam permintaan yang di ajukan
kepada negus untuk mendirikan jalan kereta api dari Brytrea ke Somalia- Italia
melalui daerah Ethiopia, dengan ini seakan-akan berlaku lagi daerah pengaruh Italia
di Ethiopia berdasarkan perjanjian Inggris-Italia 1891.
Pada tahun 1928 masih dapat di capai
perjanjian yang sifatnya bersahabat antara Italia dan Ethiopia,
berisi perluasan perkembangan ekonomi baik untuk Ethiopia maupun Erytrea dengan
mendirikan jalan raya yang menghubungkan dessi ibukota propinsi wolio di
Ethiopia dengan Assab, kota di Erytrea yang terletak di pantai Laut Merah.
Dengan melalui perjanjian tersebut Italia dapat memasuki daerah pertahanan alam
Ethiopia yang berupa gurun pasir, tetapi kaisar Haile selesai cukup
cerdik dan ia tidak mau menyelesaikan pekerjaan tersebut walaupun sudah mulai..
Pada tahun 1934 Italia tidak senang
melihat tindakan Haile sellesie yang memodernisasi Negerinya dan memperluas
angkatan perangnya, pada hal tindakan kaisar Ethiopia adalah sebagai reaksi
terhadap perluasan pertahanan yang dilakukan oleh Italia di Somalia dan
Erytrea.
Beberapa insiden yang terjadi pada
tahun 1934 yang di ikuti dengan pertikaian antara tentara patroli di
walwan dan tempat-tempat perbatasan lainnya. Ketika Italia mengirim
angkatan perang ke Afrika-Ethiopia mengadukan masalah tersebut ke lembaga
Bangsa–bangsa. Akan tetapi sebelum lembaga bangsa –bangsa selesai mempelajari
masalah pertikaian Italia-Ethiopia, Prancis dan Italia telah menandatangani
suatu pakta di Roma (1935), keduanya takut akan perkembangan politik di Jerman
yang mengancam kemerdekaan austria. Musolini mendekati Paris dan Prancis
menerimanya dengan senang hati. Maka tercapailah pakta lava musolini yang
berisi (1) Keduanya akan berunding jika keadaan Austria terancam. (2) Perancis
memberi tambahan darah untuk Libia sebesar 45. 000 mil persegi dan sedikit dari
Somalia, Prancis untuk di gabungkan pada Erytrea sehingga Italia mendapat
sebagian daerah sahara dan jalan keluar menuju ke teluk aden. (3) Italia boleh
menanamkan sahamnya dalam maskapai jalan kereta api Prancis yang menghubungkan
addis aba dengan jibuti. (4) Diusahakan hubungan baik antara keduanya di Tunis,
hak–hak mendirikan sekolah dan hak kewarganegaraan istimewa untuk penduduk
Italia di Tunisia di perluas
Bagi Italia Ethiopia akan dijadikan
sumber bahan mentah yang akan memperkaya Italia, sumber bahan pangan bagi
italia dan sumber tenaga manusia untuk fasis Italia.
BAB
III
PENUTUP
Tunisia adalah
nama resmi negara letak geografis tunis afrika utara perbatasan laut tengah,
Libia, Aljazair. Penduduk 8,7 juta jiwa. Bahasa Utama bahasa Arab(bahasa
resmi), Prancis. Agama Utama Islam (agama resmi), katolik roma, yahudi.
Pemerintahan Republik, kepala negara Presiden.
pada tahun 1881
Prancis, yang sebelumnya telah menduduki Aljazair, lalu menduduki pula Tunisia.
Pada tahun 1883 Tunisia menjadi sebuah protektorat Prancis.
Sejak zaman sebelum berlangsung
imperialisme modern, Obock adalah koloni Prancis. Pada 1882 seluruh kota dibeli
dari Sultan pemilik daerah dengan harga 30.000 franc. Ketika Inggris menutup
bandar Aden bagi kapal-kapal Prancis pada waktu terjadi perang Tonkin, Prancis
memutuskan akan mendirikan pangkalan laut di Obock.
Selain Prancis, Italia juga ingin
menguasai daerah-daerah di Afrika bagian timur-laut, ialah daerah Ethiopia dan
daerah pantai disekitarnya. Penguasaan akan dimulai dari pantai yang akan
diperluas ke pedalaman.
Konflik Italia dan Ethiopia dapat
diakhiri dengan diadakan perjanjian di Udsyiali (1889). Menurut interpretasi
kaum politisi di Italia, perjanjian tersebut menetapkan protektorat Italia
terhadap Ethiopia.
Sesudah kekalahan di Adua tersebut,
kaum politisi Italia berpendapat bahwa untuk memenuhi kepentingannya di Laut
Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selama hubungan
antara Jerman dan Inggris tidak baik. Oleh sebab itu pemerintah Italia akan
menempuh jalan lain untuk mencapai cita-citanya dan hal ini berakibat
pendekatan Italia kepada Prancis. Italia makin lama makin jauh dari
sekutu-sekutunya.
Pada 1912 Italia mengumumkan perang
kepada Turki. Tentara Italia menduduki Kota Tripoli, merebut bandar-bandar di
pantai Tripoli. Karena pada waktu itu Turki sibuk menghadapi perang di Balkan,
maka pada 1912 itu juga, perang melawan Italia dihentikan. Perjanjian menyusul
dengan ketentuan bahwa Italia memperoleh daerah-daerah yang diperjuangkan itu.
Liba (Libia Italiana), nama kuno pada zaman Roma, diberikan kepada kedua daerah
tersebut. Tanah jajahan itu luasnya kira-kira 580.000 mil persegi. Tetapi
kemudian Italia mengetahui bahwa Libia bagian pedalaman adalah gurun pasir
belaka. Hanya di sana-sini di tepi pantai terdapat tanah-tanah yang subur.
Dengan dikuasainya Libia oleh Italia
ini berarti bahwa seluruh Benua Afrika, selain Ethiopia dan Liberia telah
menjadi jajahan negara-negara Barat.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Saripedia.2011.http://saripedia.wordpress.com/2011/04/25/studi-kajian-wilayah-timur-tengah-afrika-menelusuri-proses-disintegrasi-negara-somalia/diakses
tanggal 19-11-2013
·
Adebo, Chief s.o.2003.Negara dan Bangsa, Penerbit Widyadara.
Jakarta
·
Siboro, Julius.2012. Sejarah Eropa, Penerbit Ombak.
Yogyakarta
·
Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika, Penerbit
Ombak. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar