Rabu, 16 April 2014

Makalah Sejarah Afrika Negara Tunisia



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Tunisia adalah negara terkecil diantara tiga negara Tunisia, Aljazair, dan Maroko diwilayah yang disebut Maghribi. Dalam bahasa Arab, maghribi berarti “barat” daerah itu merupakan bagian paling barat dari dunia Arab. Tunisia adalah salah satu negara berpenduduk mayoritas muslim di belahan bumi bagian Afrika Utara. Letak geografis Tunisia yaitu Afrika utara, perbatasan laut tengah, libia, Aljazair. 
Pada 1869, Tunis menghadapi suatu kebangkrutan setelah hutang yang diperoleh oleh Bey guna membiayai pemerintahan yang boros, sejak itu persaingan antara tiga penguasa semakin hebat masing-masing mempengaruhi Bey untuk dapat menanamkan modalnya. Dalam tahun 1880, perdana menteriJules Ferry, tokoh  imperialis modern prancis, berpendapat bahwa kemenangan yang di dapat di Afrika Utara akan memberikan sukses pada pemilihan yang akan datang. Pada 1881 kabinet Ferry jatuh  dan Gambetta mengantikan menjadi cabinet baru, dan pada Tahun 1883 Bey di paksan terang-terangan menandatangani pembentukan proktorat prancis akan tunis dan memberi pinjaman sebanyak 125 juta franc kepada Bey.  Ketika Inggris menutup Bandar kapal-kapal  prancis pada waktu itu terjadi  perang Tonkin, Prancis akan memutuskan akan mendirikan pangkalan laut Obock dan merencanakan pemasangan jalur kereta api dari Ethiopia sampai Nil untuk menyempurnakan penguasaan kolonialnya di Afrika Utara. Selain itu Italia  juga menguasai kawasan Afrika Timur lautkhususnya daerah Ethiopia dan sekitarnya. Konflik yang terjadi akibat pembunuhan tentara Italia dengan tentara Ethuopia dan mulailah perperangan antara konflik tersebut. Konflik italia dan Ethiopia berakir atas perjanjian  di Udsyiali (1889).
Pada 1895 pemerintah italia melakukan kekerasan untuk memaksa Ethiopia mengakui kekuasaannya. Tentara Italia dikirim untuk menggabungkan Tigre yang merupakan sebuah provinsi di Ethiopia, dengan Eritrea. Pada 1886 tentara Italia menderita kekalahan besar dalam pertempuran terkenal di Adua. Jenderal Baratier dengan tentaranya yang berjumlah lebih ddari 2000 orang menyerah danlebih  dari 6000 terbunuh atau luka-luka. Bencana ini mengakibatkan cabinet Crispi jatuh. Perdaana menteri  baru, Marquis Rudini, menerima perjanjian Addis Abbeba (1896), yang  berisi bahwa Italia mengakui kemerdekaan penuh negeri Ethiopia dan Italia harus membayar ganti kerugian perang kepada Menelik sebanyak dua juta dollar. Sesudah kekalahan di Adua, kaum politisi Italia berpendapat bahwa  untuk memenuhi kepentingannya di Laut Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti  apa-apa selama hubungan antara jerman dan  Inggris tidak baik. Kaisar Jerman mempersalahkan Inggris, mengapa negeri tersebut tiddak memberikan bantuannya kepada Italia secara riil. Inggris berpendapat bahwa  bantuannya bahkan akan memperuncing keadaan, karena di duga Prancis dan Rusia akan memperjuangkan penanaman pengaruhnya di  Ethiopia. Dan pada tahun 1900 tercapailah perjanjian prancis dan italia yang berisi antara lain italia tidak memiliki kepentingan atas maroko. Dan sebaliknya tidak memiliki kepetingan di  Tripoli dan Cyrenarica.Pendekatan italia ini di akobatkan karena italia gagal untuk menguasai Afrika timur laut.Dan 1902 tercapailah perjanjian Prancis dan italia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalh ini adalah :
1.      Bagaimana Imperialis di Tunis dan Penetration pacifique ?
2.      Bagaimana Imperialis di Afrika Timur Laut ?
3.      Bagaimana Imperialis di Tripolitania ?    
.








BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tunis dan Penetration Pacifique
       Sejarah Tunisia abad ke-19
Tunisia adalah nama resmi negara letak geografis tunis afrika utara perbatasan laut tengah, Libia, Aljazair. Penduduk 8,7 juta jiwa. Bahasa Utama bahasa Arab(bahasa resmi), Prancis. Agama Utama Islam (agama resmi), katolik roma, yahudi. Pemerintahan Republik, kepala negara Presiden.    
pada tahun 1881 Prancis, yang sebelumnya telah menduduki Aljazair, lalu menduduki pula Tunisia. Pada tahun 1883 Tunisia menjadi sebuah protektorat Prancis.
Prancis lalu memperluas wilayah pertanian tetapnya, membangun banyak kota baru di sekitar kota-kota arab kuno, dan membangun jaringan jalan raya dan jalan kereta api. Sumbangan Prancis yang terbesar, meskipun sumbangan ini hanya sedikit mempengaruhi orang Tunisia, adalah pendidikan modern. Di bawah Prancis kontemporer tanpa menanggalkan warisan budaya Arab-Islam. Perjuangan Tunisia melawan pendudukan bangsa asing dibiayai dan dimenangkan oleh kelompok tersebut.  
Diawal tahun 1930-an, Habib Bourguiba serta Partai Neo-Destournya (yang pada tahun 1964 diubah menjadi Partai sosialis Destour) memimpin Tunisia. Partai ini menerima peradaban Barat yang dibawa oleh Prancis. Namun menentang kolonialisme dan berjuang untuk mendapatkan pemerintahan sendiri. Akhirnya pada tahun 1956, setelah perjuangan yang lama dan kadang-kadang penuh kekerasan, Tunisia mencapai kemerdekaan dengan Bourguiba sebagai presiden. Ia diangkat presiden seumur hidup pada tahun 1975. Pada tahun 1987 ia digulingkan oleh Perdana Menteri Zine el-Abidine Ben Ali. Yang memegang tampuk kepresidenan, terpilih untuk jabatan itu tanpa oposisi pada tahun 1989 dan 1994.
Pemerintahan. Sampai 1981 Tunisia bersistem politik satu partai. Partai sosialis Destour (DSP) menduduki sebuah kursi dewan perwakilan permusyawaratan Nasional, sejak kemerdekaan sampai tahun 1994. Anggota Permusyawaratan Nasional dipilih setiap 5 tahun.
Penetration Pacifique : masuknya suatu budaya asing ke budaya lain secara damai.

Dari Aljazair, Prancis ingin meperluas pengaruhnya ke Tunis. Sebuah daerah di sebelah timur Aljazair, lebih sempit, dengan iklimnya yang sedang. Tunis merupakan negeri “terebelakang” dan penduduknya tidak padat. Pada zaman Tunis merupakan pusat kerajaan besar Imperium karthago. Pada suatu masa karthago pernah menjadi propinsi Imperium, kemudian beralih tangan, merupakan bagian dari pada Imperium Turki. Sampai pertengahan abad ke-19 bagian ke dua, Sultan Turki secara de jure adalah kuasa di Tunis dan seorang Bey merupakan wakilnya.
 Tidak hanya perancis, tetapi juga berbagai negara Imperialis Barat menaruh perhatian terhadap Tunis. Pada sekitar 1850-an spekulan, pedagang, ataupun peminjam uang bangsa Barat measuki Tunis untuk mengadu untung persaingan yang hebat terjadi diantara mereka itu.
Dengan mudah Bey dapat memperoleh pinjaman-pinjaman uang guna untuk membiayai pemerintahannya yang boros. Akan tetapi ternyata bahwa Bey mengalami kesulitan dalam hal mengembalikan hutangnya. Ketika hutangnya telah mencapai sebesar 23 juta franc dan kemudian ditambah lagi dengan 35 juta dari Bank Paris, maka untuk mebayarnya kembali ia memasukkan sistem pajak yang sangat berat bagi rakyatnya. Hal ini mengakibatkan rakyat menjadi tidak puas terhadap pemerintahannya dan timbul pemberontakan-pemberontakan. Untuk menindas  pemberontakn tersebut Bey melakukan pinjaman-pinjaman lagi dan untuk mengembalikannya rakyat di haruskan membayar pajak yang lebih berat dari sebelumnya. Dengan demikian seakan-akan terdapatlah suatu lingkaran setan yaitu hutang-pajak tinggi, pemberontakan, hutang dan seterusnya.
Ketika para kreditor prancis mengusulkan agar dibentuk suatu komisi guna mengawasi pengeluaran pemerintah Bey, kaum kreditor dan patriot italia melancarkan protes. Orang-orang italia ini tidak akan meluapkan bahwa daerah Tunis (dahulu Karthago) pernah menjadi Roma kuna. Mereka juga beranggapan bahwa daerah itu merupakan koloni yang sangat baik, karena sebagian besar bangsa Barat di Tunis terdiri atas orang-orang Italia dan letaknya pun di depan Selat Sicilia. Mungkin sekali Tunis dapat menjadi Protektorat Inggris, karena pada sekitar tahun 1870-an Bey berpaling pada Inggris.
Pada 1869 Tunis menghadapi suatu kebangrutan. Pengawasan terhadap keuangan dilakukan terhadap Triple Control terdiri atas wakil-wakil inggris, Italia, dan Prancis. Sejak itu persaiangan antara tiga penguasa tersebut makin hebat. Masing-masing ingin mempengaruhi Bey untuk dapat menanmkan modalnya dalam perusahaan rel kereta api, pemasangan telegraf atau pun mendapatkan tanah-tanah konsesi .
Sesudah Kongres Berlin (1878), penguasaan Prancis terhadapa Tunis hanya meninggal waktunya saja. Adapun sebabnya karena dalam kongres tersebut Prancis bersikap netral. Untuk menjaga agar Prancis tidak mendekati Rusia, maka baik Bismarck maupun Disraeli berusaha membuat hubungan yang sebaik-baiknya dengan republik itu. Mereka menginggatkan akan adanya kemungkinan bagi Prancis untuk menduduki Tunis sebagai Konvensasi terhadap penduduk Cyprus oleh Inggris oposisi terhadap maksud itu hanya akan berasal dari Italia, karena kaum Imperialis Inggris juga menyetuji maksud tersebut. Bagi Inggris penguasaan Italia terhadap Tunis yang membahayakan kedudukannya di Laut Tengah, karena dengan demikian Italia tidak hanya menguasai Selat Messina tetapi juga Selat Sicilia.
Tidak lama kemudian Kompeni dagan Inggris akan menjual perusahaan jalan kereta api yang berada di Tunis. Baik kaum Imperialis di Paris maupun di Roma beranggapan bahwa siapa diantara keduanya yang tidak dapat menguasai perusahaan inggris tersebut, akan menderita kekalahan dan penghinaan rasional. Prancis 1 juta franc sedang Italia berani membaya 4 juta france. Pembayaran dilangsungkan pada 1880. Walaupun Prancis dalam hal ini dikalahkan oleh persaingganya, namun usaha untuk mendaptka Tunis akan dicapai melalui  jalan lain.
Dalam tahun 1880 itu juga Perdana Menteri Jules Ferry, tokoh Imperialis modern Prancis, berpendapat bahwa kemenanggan yang di dapat di Afrika Utara akan memberi sukses padanya dalam pemilihan yang akan datang. Dialah yang membawa Prancis mengikuti politik ekspansi kolonial yang seluas-luasnya. Tunis akan diserbu. Lebih-lebih ketika ia mendengar bahwa Bey berkomplot. Dengan konsul Italia untuk menghadapi pengaruh Prancis di Tunis.
Dengan alasan menindas  suku-suku dari Tunis mengganggu perbatasan Aljazair, Ferry mengirimkan ekspedisi militer dengan biaya 6 juta franc. Pada 1881 tentara tersebut dikirimkan dan setelahmereka mencapai ibu kota, Bey dipaksa menerima protektorat Prancis atas negerinya. Sebuah perjanjian ditandatangani di Bardo (1881), berisi bahwa sejak itu hubungan pemerintah Tunis dan konsul-konsul asing diawasi oleh residen Prancis. Prancis menjanjikan akan melindungi Bey serta wilayahnya terhadap serangan-serangan lawan. Kepada orang-orang Inggris dijadikan pula, bahwa pelabuhan perang Bizerte tidak akan diperkuat.
Perjanjian bardo memberi kuasa kepada orang-orang Prancis untuk mengatur keuangannya di Tunis. Tentara prancis disebar i seluruh negeri dan pada akhir tahun pendudukan telah delesai dikerjakan. Pemerintah Prancis kemudian mengumumkan bahwa “pacification” telah selesai.
Akan tetapi sebenarnya sesudah ditandatangani perjanjian Bardo, terjadilah suatu pemberontakan di sebelah selatan. Tidak sedikit tentara Prancis yang menjadi korban dan 38.000 orang harus ditarik mundur. Di dalam parlemen partai radikal melakukan oposisi keras. Clemenceau menyambut politik Ferry di Tunis itu sebagai “coup de Bourse”, yaitu suatu penyerbuan yang didasari oleh kepentingan ekonomi. Tetapi Berry menjawab bahwa kepentingan ekonomi dan strategilah yang menyebabkan penyerbuan ke Tunis itu.
Pada November 1881 kabinet Ferry jatuh. Gambetta menjadi perdana menteri kabinet baru, tetapi politiknya tidak sama dengan kebanyakan kaum radikal. Ia tidak menolak pendudukan Perry terhadap Tunis. Pada 1883, Bey baru dipaksa menandatangani perjanjian yang menyatakan secara terang-terangan pembentukan protektorat Prancis atas Tunis dan memberi pinjaman sebanyak 125 juta franc kepada Bey. Jelaslah bahwa karena masalah uang, Tunis kehilangan kemerdekaannya.
2.2 Afrika Timur Laut
Description: http://saripedia.files.wordpress.com/2011/04/horn_ethnic_80.jpg?w=570
Afrika timur laut meliputi kawasan Djibouti, Ethiopia, Sudan, Eritre, Somalia

Sejak zaman sebelum berlansung imperialisme modern, Obock adalah koloni Prancis. Pada 1882 seluruh kota dibeli dari Sultan pemilik daerah dengan harga 30.000 franc. Ketika Inggris menutup bandar aden bagi kapal-kapal Prancis pada waktu terjadi perang Tonkin, prancis memutuskan akan mendirikan pangkalan laut di Obock. Tetapi kerena letak kota ini sangat tidak tampan, maka pada 1888 Prancis memilih Djibouti sebagai penggantinya, yang kemudian disebut Somali Prancis. Dari tempat ini Prancis merencanakan pemasangan jalan kereta api melalui Ethiopia menuju ke daerah Nil. Bagi Prancis, Sudan sebelah timur dan Ethiopia merupakan kunci untuk menyempurnakan penguasa koloninya di Afrika sebelah utara.
Selain Prancis, Italia juga ingin menguasai daerah-daerah di Afrika bagian timur-laut, ialah daerah Ethiopia dan daerah pantai sekitarnya. Penguasaan akan dimulai dari pantai yang akan diperluas ke pedalaman. Pada 1870, Robettino, seorang pemilik perusahaan kapal bangsa Italia,membeli kota Assab di pantai Laut Merah dari raja pemiliknya seharga 9000 dollar. Kota tersebut dijadikan pangkalan bagi perusahaanya. Tetapi ketika ia takut akan ancaman penduduk Assab, maka pemerintahannya mengirimkan sebuah kapal perang untuk melindunginya (1880). Pada 1883 Pemerintah Italia menganeksasi Teluk Assab dan pada 1885 menduduki Massasua. Daerah-daerah itu kemudian disebut Eriteria. Dari tempat ini Italia akan menyerbu Ethiopia.
Di samping Italia juga Prancis dan Rusia menginginkan Ethiopia. Ketika terjadi insiden pembunuhan tentara Italia oleh tentara Ethiopia, maka mulailah konflik antar kedua negeri tersebut. Pemerintah Italia mengirimkan suatu ekspedisi untuk menghukum Ethiopia. Pada waktu imperialis Inggris yang tidak menyukai usaha Prancis menaklukkan seluruh Afrika Utara, memberi sokongan moril kepada Italia. Tetapi inggris sendiri mempunyai kepentingan di daerah Sudan. Maka Inggris akan menggunakan Italia untuk merintangi usaha Prancis di Afrika Utara. Pada 1891 Inggris dan Italia mengadakan perjanjian yang isinya memungkinkan Italia memasuki daerah Ethiopia, tetapi tidak mengganggu kepentingan Inggris di daerah Sungai Nill, sehingga proyek jalan kereta api Cape Town Cairo tidak terhalang.
Konflik Italia dan Ethiopia dapat diakhiri dengan diadakan perjanjian di Udsyiali (1889). Menurut interpretasi kaum politisi di Italia, perjanjian tersebut menetapkan protektorat Italia terhadap Ethiopia. Interpretasi kaum imperialis Italia tersebut ditolak oleh Negus Menelik dan pada 1893 secara resmi ia membatalkan perjanjian tahun 1889.
Dalam keadaan yang penting itu, Prancis mendekati kaisar Menelitk dari Ethiopia. Bahkan Prancis menyanggupkan memberi bantuan berupa tentara dan senjata, apabila Italia melakukan serangan. Janji tersebut mengakibatkan pemberian konsesi kepada kompeni dagang Prancis untuk mendirikan jalan kereta api dari Djibouti melalui Ethiopia ke daerah Nil (1804).
Para 1895 Pemerintah Italia melakukan kekerasan untuk memaksa Ethiopia mengakui kekuasaanya. Tentara Italia dikirim untuk menggabungka Tigre yang merupakan sebuah provinsi di Ethiopia, dengan Eritrea. Menelik mengerahkan tenaga sebanyak 90 ribu tentara untuk menolak invasi tersebut. Kebanyakan tentara tersebut telah dilatih oleh perwira-perwira Prancis dan diperlengkapi dengan senjata modern.
Perdana menteri Francesco Crispi dari Italia mengalami kesulitan dalam operasi perangya di Ethiopia. Ia mencoba mendapatkan bantuan Inggris dengan melalui sahabatnya, Jerman, tetapi tidak berhasil. Pada 1886 tentara Italia menderita kekalahan besar dalam pertempuran terkenal di Adua. Jendral Baratier dengan tentaranya yang berjumlah lebih dari 2000 orang menyerah dan lebih dari 6000 terbunuh atau luka-luka. Bencana ini mengakibatkan kabinet Crispi jatuh. Perdana menteri baru, Marquis Rudini, menerima perjanjian Addis Abbeba ()1896), yang berisi bahwa italia mengakui kemerdekaan penuh negeri Ethiopia dan Italia harus membayar ganti kerugian perang kepada Menelik sebanyak dua juta dollar.
Seudah kekalahan di Adua tersebut, kaum politisi Italia berpendapat bahwa untuk memenuhi kepentingannya di Laut Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selama hubungan antara Jerman dan Inggris tidak baik. Oleh sebab itu pemerintah Italia akan mnempuh jalan lain untuk mencapai cita-citanya dan hal ini berakibat pendekatan Italia kepada Prancis. Italia makin lama makin jauh dari sekutu-sekutunya.
Kaisar Jerman mempersalahkan Inggris, mengapa negeri tersebut tidak memberikan bantuannya kepada Italia secara riil. Inggris berpendapat bahwa bantuanya bahkan akan memperuncing keadaan, karena dengan demikian di duga Prancis dan Russia akan memperjuangkan penanaman pengaruhnya di Ethiopia dan hal ini akan merintangi jalan lalu lintas laut antara Inggris dan India.






2.3 Tripolitania
Triple Alliance
Pada tahun 1882, Italia yang terdorong oleh ambisinya untuk meluaskan daerah jajahan (koloni) dan juga merasa terganggu oleh tindakan Prancis yang menduduki Tunisia lebih dahulu, meminta untuk bergabung dalam persekutuan Jerman-Austria (Dual Alliance). Dengan demikian anggota persekutuan menjadi tiga negara, karena itu Triple Aliansi. Masuknya Italia ke dalam persekutuan dianggap sebagai bagian dari upaya untuk membela diri, terutama diarahkan terhadap Prancis. Terbentuknya Triple Alliance ini merupakan pertanda keberhasilan politik Bismarck. Dia berhasil membawa Jerman bersekutu dengan tiga kekuatan besar sambil bersahabat dengan yang lain, khususnya dengan Inggris yang menjauhkan diri dari semua persekutuan. Prancis memjadi terisolasi sehingga tidak lagi merupakan ancaman. Diplomasi Bismarck merupakan suatu keberhasilan besar, namun juga diimbangi oleh tantangan memelihara sistem persekutuanya yang rumit didepan hidung persaingan yang terus berlanjut diantara sekutu-sekutu Jerman.
Persaingan antara sekutu-sekutu Jerman tidak hanya terjadi antara Austria dengan Rusia, akan tetapi juga antara Austria dengan Italia. Italia masih menganggap adanya beberapa daerah yang seharusnya sudah dimasukkan kedalam Negara Kesatuan Italia (Italia Irredenta), namun masih dikuasai oleh Austria. Daerah-daerah itu adalah Tirol Selatan, Dalmatia, dan Istria. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan posisi Italia dalam Triple Aliansi sewaktu-waktu bisa berubah. Hal ini terbukti nanti pada saat terjadinya Perang dunia I.  
Walaupun perang di Balkan yang terjadi pada tahun 1885 kembali menjauhkan Austria dari Rusia, namun secara keseluruhan Bismarck tergolong berhasil. Sadar bahwa Three Emperors League pada dasarnya sudah ambruk, Bismarck berhasil menegosiasikan Reisurance Treaty dengan Rusia, di mana kedua pihak sepakat akan tetap tinggal netral jika salah satu diserang pihak ketiga. (Craig [et al.],1986:1073).
Upaya Bismarck untuk menempatkan Jerman sebgai negara penting di Eropa tampaknya berjalan dengan baik. Perdamaian relatif dapat ditegakkan dengan mengendalikan gejolak-gejolak kecil-misalnya yang terjadi di Balkan hingga tidak sampai merebak menjadi perang besar. Akan tetapi perubahan yang terjadi di Jerman sendiri (1888) menimbulkan akibat yang sukar dikendalikan.
Pada tahun 1888 william II naik tahta berusia 29 tahun ini, ternyata adalah seorang yang memiliki sifat ambisius dan tidak sabar. Dia memiliki watak yang angkuh dan percaya bahwa kerajaan merupakan takdir  Tuhan (“by divine right”). William II memiliki cacat lahir tanganya kecil dan lemah, sehingga diduga untuk menutupi kekurangannya inilah ia melakukan kompensasi dengan menampilkan diri sebagai orang kuat dan bersemangat., bersikap dan berpandangan yang militeristis, serta menggunakan retorik yang kadang-kadang keras dan memalukan serta bombastis. ( Craig [et al.],1986:1073).
Seperti banyak juga orang Jerman yang dari generasinya, William II dipenuhi oleh perasaan bahwa Jerman ditakdirkan sebagai negara terkemuka di Eropa. Dia menghendaki pengakuan paling tidak sederajat dengan Inggris. Untuk mencapai ‘place in the sun’  (artinya ruang dan kondisi yang menguntungkan untuk berkembang) dia dan teman-temanya sebayanya menghendaki pembangunan angkatan laut dan daerah jajahan seperti Inggris. Tujuan ini tentu saja bertentangan dengan politik Bismarck yang hanya terbatas pada daratan Eropa. Ketika William II mengemukakan pembangunan angkatan laut sebagai suatu pertahanan terhadap pendaratan Inggris di Jerman Utara, Bismarck menjawab dengan mengatakan, “if the British should land on our soil, I should have them arrested”, (Terjemahannya:”jika orang Inggris mendarat di tanah kita, saya akan tangkap mereka”) ( Craig [et al.],1986:1073). Ini hanya salah satu contoh yang memperlihatkan betapa berbedanya kaisar (kaiser) muda ini dari Bismarck. Dalam tahun 1890 Wilhelm II menggunakan ketidaksetujuannya terhadap politik dalam negeri Bismarck untuk menjatuhkan Bismarck.
Selama masa pemerintahan Bismarck, Jerman terjamin dan diantara negara-negara besar Eropa terpelihara kedamaian, sekalipun kadang dia berbuat salah dan tidak selalu berhasil, banyak hal yang patut dihargai dalam pengertian dan manajemen hubungan internasionalnya. Dia memiliki ide yang jelas dan terbatas tentang tujuan nasionalnya. Dia menolak tekanan-tekanan untuk melakukan ekspansi lebih jauh. Dia mengerti dan menggunakan sepenuhnya senjata diplomatik: penenangan, pencegahan, ancaman dan janji, kerahasiaan dan keterbukaan. Dia mengerti kebutuhan dan harapan negara lain. Sistem persekutuannya menciptakan jalan buntu bagi perkembangan masalah Balkan sambil pada saat yang sama menjamin keamanan Jerman.
Pada masa Bismarck, Jerman merupakan kekuatan untuk perdamaian Eropa, pengertian tentang itu terus meningkat. Tentu saja posisi seperti ini tidak mungkin dapat dicapai tanpa kekuata militer, namun perlu juga diingat, bahwa untuk itu diperlukan kepemimpinan dari seorang negarawan yang mau dan mampu mempraktekkan pengekangan dan juga dapat melakukan perhitungan yang nyata tentang apa yang diperlukan oleh negerinya dan apa yang mungkin. Namun setelah Bismarck mengundurkan diri dalam tahun 1890, dan Jerman dikendalikan oleh Kaiser Wilhelm II dengan sifat-sifat seperti telah dikemukakan diatas, ketenangan dan kedamaian yang sudah cukup lama terpelihara, berangsur berubah menjadi ketegangan dan suasana panas yang sewaktu-waktu dapat meletus menjadi peperangan. Dengan alasan untuk mempertahankan diri, pihak-pihak yang tidak seiring dengan Jerman juga memperkuat diri lewat persekutuan-persekutuan, yang semuanya ini menggambarkan “suasana aman yang panas” yang hanya tinggal menunggu pemicu.

Pendudukan Prancis terhadap Tunis pada tahun 1881 mengakibatkan hubungan anatara Prancis dan Italia menjadi buruk untuk bebrapa tahun lamanya. Italia yang sangat kecewa atas tindakan persaingannya itu, menghendaki adanya persekutuan dengan Jerman. Akan tetapi Bismarck insyaf bahwa persekutuan negerinya dengan Italia akan menimbulkan kecurigaan kepada sahabatnya, Austria. Maka ia menjawab kepada Italia bahwa “jalan ke Berlin harus melalui Wina”. Ini berarti bahwa apabila Italia bermaksud mengadakan persekutuan dengan Jerman, Italia harus melepaskan cita-cita “Irredenta”-nya. Italia mengikuti saran tersebut. Pada 1882 Italia menggabung kepada persekutuan Austria-Jerman dan terbentuklah Triple Alliance. Persekutuan ini berlaku untuk lima tahun. Pada 1887 Triple Alliance diperbaharui. Disamping itu Italia juga membuat perjanjian rahasia dengan Jerman. Keduanya akan bahu-membahu, berjuang merintangi usaha Prancis untuk memperluas pengaruhnya di Afrika Utara. Jerman juga akan membantu Italia merintangi Prancis apabila negeri itu akan merampas Tripoli.
Perjanjian tahun 1887 tersebut juga memuat ketentuan bahwa Inggris dan Austri-Hongaria menjanjikan kepada Italia, akan merintangi usaha Prancis memperluas daerah pengaruhnya di Afrika Utara.
Tetapi semua janji-janji tersebut tidak ada yang dipenuhi. Akibatnya Italia mendekati Prancis lagi. Pada 1990 Italia mengadakan perjanjian secara rahasia dengan Prancis yang berisi bahwa Prancis tidak akan merintangi usaha Italia untuk memperoleh Tripolitania dan Cyrenaica, tetapi Italia harus melepaskan seluruh kepentingannya ke Marokko.
Ketika Triple Alliance diperbaharui (1902), Jerman menjanjikan kepada Italia akan memberi bantuan militer apabila Prancis akan merintangi usaha Italia di Tripolitania dan Cyrenaica.
Sesudah mengadakan perjanjian rahasia dengan negara-negara besar di Eropa (1909), Italia mulai melakukan “peaceful penetration” di kedua propinsi itu. Bank Italia, Banca d’Italia, Banca di Roma, tampil kedepan menjalankan peranannya. Pada 1911, ketika angkatan perang Italia telah siap dan mendapat izin dari negara-negara besar, Italia mengirimkan ultimatum kepada Turki, pemilik syah daerah Tripoli dan Cyrenaica. Sultan diperingatkan bahwa “keadaan kacau, tak teratur dan terlantar dan tidak dihiraukan oleh Turki itu harus diakhiri”. Sultan menjawab apabila Italia berkehendak untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan maka sejengkal tanahpun tidak akan diserahkan kepadanya.
Pada 1912 Italia mengumumkan perang kepada Turki. Tentara Italia menduduki Kota Tripoli, merebut bandar-bandar di pantai Tripoli. Karena pada waktu itu Turki sibuk menghadapi perang di Balkan, maka pada 1912 itu juga, perang melawan Italia dihentikan. Perjanjian menyusul dengan ketentuan bahwa Italia memperoleh daerah-daerah yang diperjuangkan itu. Liba (Libia Italiana), nama kuno pada zaman Roma, diberikan kepada kedua daerah tersebut. Tanah jajahan itu luasnya kira-kira 580.000 mil persegi. Tetapi kemudian Italia mengetahui bahwa Libia bagian pedalaman adalah gurun pasir belaka. Hanya di sana-sini di tepi pantai terdapat tanah-tanah yang subur.
Dengan dikuasainya Libia oleh Italia ini berarti bahwa seluruh Benua Afrika, selain Ethiopia dan Liberia telah menjadi jajahan negara-negara Barat.

Pada waktu Ethiopia di serbu oleh Italia (1935) penguasa Negeri tersebut adalah Kaisar Haile sellasi I yang menggantikan empress zaiditu pada tahun 1930, ia memodernisasikan  Negerinya dengan cara memberikan  konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua kamar ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya di perluas. Sebelum menjadi kaisar ia terkenal dengan nama Talari makonne yang oleh empress zaiditu putri manelik II di angkat sebagai penasehat utama zaiditu mangkubumi dan pewaris. Pada waktu itu ia menggunakan pengaruhnya yang besar untuk mengatur kembali negerinya membangun sekolah-sekolah, rumah-sakit dan mengirim putra-putra Ethiopia ke luar Negeri untuk belajar. Pada tahun 1925 ia berhasil membawa Ethiopia masuk sebagai anggota lembaga Bangsa-bangsa. Pada tahun 1924 ia berjasa dapat menghapus perbudakan.
Pada tahun 1902 Inggris mendapat janji dari Ethiopia bahwa tidak ada Negeri lain yang akan menggunakan air dari danau tana. Untuk Inggris danau tanah sangat penting sebab dari danau tersebut mengalirlah dari salah satu  sumber sungai Nil biru yang dipergunakan untuk mengairi perkebunan kapas di Sudan.
Pada tahun1906 tercapai perjanjian antara Inggris-Perancis-Italia yang berisi bahwa tiada dari satu Negara tersebut dapat melakukan tindakan atas  Ethiopia tanpa pengetahuan dan persetujuan dua Negara lainnya.
Pada tahun 1919 janji yang diberikan sekutu kepada Italia dalam perjanjian rahasia di London (1915) pelaksanaannya tidak memenuhi kehendak Italia , terutama pasal yang menyangkut tambahan daerah di Afrika. Diterbangkan bahwa Italia akan mendapat kompensasi terutama dalam hubungan penentuan batas-batas koloni Italia ; Erytrea, Somalia dan Libia dan daerah-daerah koloni Inggris dan Prancis yang ada di sekitarnya sebagai ganti atas kekecewaan itu. Pada tahun 1919 Italia mengusulkan supaya ia diberi kompensasi yang menyangkut Ethiopia karena dalam danau tana akan menjadi milik Inggris. Italia bersedia membantu rencana-rencana Inggris di Ethiopia, misalnya dalam permintaan kepada Negus untuk membuat jalan raya dari danau tana ke Sudan, sebaliknya Inggris akan membantu Italia dalam permintaan yang di ajukan kepada negus untuk mendirikan jalan kereta api dari Brytrea ke Somalia- Italia melalui daerah Ethiopia, dengan ini seakan-akan berlaku lagi daerah pengaruh Italia di Ethiopia berdasarkan perjanjian Inggris-Italia 1891.
Pada tahun 1928 masih dapat di capai perjanjian yang sifatnya bersahabat antara Italia  dan Ethiopia, berisi perluasan perkembangan ekonomi baik untuk Ethiopia maupun Erytrea dengan mendirikan jalan raya yang menghubungkan dessi ibukota propinsi wolio di Ethiopia dengan Assab, kota di Erytrea yang terletak di pantai Laut Merah. Dengan melalui perjanjian tersebut Italia dapat memasuki daerah pertahanan alam Ethiopia yang berupa gurun pasir, tetapi kaisar Haile  selesai cukup cerdik dan ia tidak mau menyelesaikan pekerjaan tersebut walaupun sudah mulai..
Pada tahun 1934 Italia tidak senang melihat tindakan Haile sellesie yang memodernisasi Negerinya dan memperluas angkatan perangnya, pada hal tindakan kaisar Ethiopia adalah sebagai reaksi terhadap perluasan pertahanan yang dilakukan oleh Italia di Somalia dan Erytrea.
Beberapa insiden yang terjadi pada tahun 1934 yang di ikuti dengan pertikaian antara  tentara patroli di walwan dan tempat-tempat perbatasan  lainnya. Ketika Italia mengirim angkatan perang ke Afrika-Ethiopia mengadukan masalah tersebut ke lembaga Bangsa–bangsa. Akan tetapi sebelum lembaga bangsa –bangsa selesai mempelajari masalah pertikaian Italia-Ethiopia, Prancis dan Italia telah menandatangani suatu pakta di Roma (1935), keduanya takut akan perkembangan politik di Jerman yang mengancam kemerdekaan austria. Musolini mendekati Paris dan Prancis menerimanya dengan senang hati. Maka tercapailah pakta lava musolini yang berisi (1) Keduanya akan berunding jika keadaan Austria terancam. (2) Perancis memberi tambahan darah untuk Libia sebesar 45. 000 mil persegi dan sedikit dari Somalia, Prancis untuk di gabungkan pada Erytrea sehingga Italia mendapat sebagian daerah sahara dan jalan keluar menuju ke teluk aden. (3) Italia boleh menanamkan sahamnya dalam maskapai jalan kereta api Prancis yang menghubungkan addis aba dengan jibuti. (4) Diusahakan hubungan baik antara keduanya di Tunis, hak–hak mendirikan sekolah dan hak kewarganegaraan istimewa untuk penduduk Italia di Tunisia di perluas
Bagi Italia Ethiopia akan dijadikan sumber bahan mentah yang akan memperkaya Italia, sumber bahan pangan bagi italia dan sumber tenaga manusia untuk fasis Italia.























BAB III
PENUTUP
Tunisia adalah nama resmi negara letak geografis tunis afrika utara perbatasan laut tengah, Libia, Aljazair. Penduduk 8,7 juta jiwa. Bahasa Utama bahasa Arab(bahasa resmi), Prancis. Agama Utama Islam (agama resmi), katolik roma, yahudi. Pemerintahan Republik, kepala negara Presiden.    
pada tahun 1881 Prancis, yang sebelumnya telah menduduki Aljazair, lalu menduduki pula Tunisia. Pada tahun 1883 Tunisia menjadi sebuah protektorat Prancis.
Sejak zaman sebelum berlangsung imperialisme modern, Obock adalah koloni Prancis. Pada 1882 seluruh kota dibeli dari Sultan pemilik daerah dengan harga 30.000 franc. Ketika Inggris menutup bandar Aden bagi kapal-kapal Prancis pada waktu terjadi perang Tonkin, Prancis memutuskan akan mendirikan pangkalan laut di Obock.
Selain Prancis, Italia juga ingin menguasai daerah-daerah di Afrika bagian timur-laut, ialah daerah Ethiopia dan daerah pantai disekitarnya. Penguasaan akan dimulai dari pantai yang akan diperluas ke pedalaman.
Konflik Italia dan Ethiopia dapat diakhiri dengan diadakan perjanjian di Udsyiali (1889). Menurut interpretasi kaum politisi di Italia, perjanjian tersebut menetapkan protektorat Italia terhadap Ethiopia.
Sesudah kekalahan di Adua tersebut, kaum politisi Italia berpendapat bahwa untuk memenuhi kepentingannya di Laut Tengah, Triple Alliance sebenarnya tidak mempunyai arti apa-apa selama hubungan antara Jerman dan Inggris tidak baik. Oleh sebab itu pemerintah Italia akan menempuh jalan lain untuk mencapai cita-citanya dan hal ini berakibat pendekatan Italia kepada Prancis. Italia makin lama makin jauh dari sekutu-sekutunya.
Pada 1912 Italia mengumumkan perang kepada Turki. Tentara Italia menduduki Kota Tripoli, merebut bandar-bandar di pantai Tripoli. Karena pada waktu itu Turki sibuk menghadapi perang di Balkan, maka pada 1912 itu juga, perang melawan Italia dihentikan. Perjanjian menyusul dengan ketentuan bahwa Italia memperoleh daerah-daerah yang diperjuangkan itu. Liba (Libia Italiana), nama kuno pada zaman Roma, diberikan kepada kedua daerah tersebut. Tanah jajahan itu luasnya kira-kira 580.000 mil persegi. Tetapi kemudian Italia mengetahui bahwa Libia bagian pedalaman adalah gurun pasir belaka. Hanya di sana-sini di tepi pantai terdapat tanah-tanah yang subur.
Dengan dikuasainya Libia oleh Italia ini berarti bahwa seluruh Benua Afrika, selain Ethiopia dan Liberia telah menjadi jajahan negara-negara Barat.



















DAFTAR PUSTAKA
·         Adebo, Chief s.o.2003.Negara dan Bangsa, Penerbit Widyadara. Jakarta
·         Siboro, Julius.2012. Sejarah Eropa, Penerbit Ombak. Yogyakarta
·         Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika, Penerbit Ombak. Yogyakarta





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar