Indonesia Pada Masa
Demokrasi Liberal (1950-1959)
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI
Melaksanakan demokrasi parlementer yang Liberal dengan mencontoh sistem
parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi Liberal. Indonesia
dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan Undang -
Undang Dasar Sementara tahun 1950. Pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan
mentri ( kabinet ) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung
jawab kepada parlemen ( DPR ).
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah
yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut:
Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya partai-partai politik, karena dalam system kepartaian maenganut system multi partai. Konsekuensi logis dari pelaksanaan system politik demokrasi liberal parlementer gaya barat dengan system multi partai yang dianut, maka partai-partai inilah
yang menjalankan pemerintahan melalui perimbangan kekuasaan dalam parlemen dalam tahun 1950 – 1959, PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam DPR, dan dalam waktu lima tahun ( 1950 -1955 ) PNI dan Masyumi silih berganti memegang kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinet yang menjalankan roda pemerintahan pada masa demokrasi liberal, sebagai berikut:
KABINET-KABINET MASA
DEMOKRASI LIBERAL
KABINET NATSIR (6 September 1950 - 21 Maret 1951)
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi, di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai.
Kabinet ini merupakan kabinet dimana tokoh-tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Mr. Asaat, Ir. Djuanda, dan Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, sehingga kabinet ini merupakan Zaken Kabinet.
Program - program dari Kabinet Natsir, di antaranya meliputi :
·
mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk
Konstituante.
·
mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat.
·
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman
·
menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas –
bekas anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat.
·
memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya.
·
mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai
dasar bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat.
·
membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha –
usaha meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat
Keberhasilan yang pernah
dicapai Kabinet Natsir :
·
Di bidang ekonomi, ada Sumitro Plan yang mengubah ekonomi kolonial
ke ekonomi nasional
·
Indonesia masuk PBB
·
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Kendala/ Masalah yang
dihadapi :
·
Pada penerapan Sumitro Plan, pengusaha nasional diberi bantuan
kredit, tetapi bentuan itu diselewengkan penggunaannya sehingga tidak mencapai
sasaran.
·
Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami
jalan buntu (kegagalan).
·
Timbul masalah keamanan dalam negeri yaitu terjadi pemberontakan
hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis,
Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet Natsir :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Sukiman (Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh Sukiman.
Adapun program-program Kabinet Sukiman sebagai berikut :
Penyebab jatuhnya Kabinet Natsir dikarenakan kegagalan Kabinet ini dalam menyelesaikan masalah Irian Barat dan adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi tersebut disetujui parlemen sehingga Kabinet Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
KABINET SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)
Setelah jatuhnya kabinet Natsir, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukatro (PNI) dan Soekiman Wijosandjojo (Masyumi) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Sukiman (Masyumi) - Suwirjo (PNI) yang dipimpin oleh Sukiman.
Adapun program-program Kabinet Sukiman sebagai berikut :
·
Bidang keamanan, menjalankan tindakan – tindakan yang tegas
sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
·
Sosial – ekonomi, mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan
memperbaruhi hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani. Juga
mempercepat usaha penempatan bekas pejuang di lapangan usaha.
·
Mempercepat persiapan – persiapan pemilihan umum.
·
Di bidang politik luar negri: menjalankan politik luar negri
secara bebas – aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya.
·
Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan
serikat buruh, perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian
pertikaian buruh.
Hasil yang dicapai :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir. Hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman, selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Kabinet Natsir. Hanya saja terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman, selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin keamanan dan ketentraman.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
·
Adanya Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri
Indonesia Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika kepada Indonesia
berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dimana dalam MSA terdapat
pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI diwajibkan memperhatiakan
kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang telah melanggar
politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok
barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
·
Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang
terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-barang
mewah.
·
Masalah Irian barat belum juga teratasi.
·
Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang
tegasnya tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Sulawesi Selatan.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
Program Kabinet Wilopo, antara lain :
Kejatuhan Kabinet Soekiman merupakan akibat dari ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat kepada Indonesia atas dasar Mutual Security Act ( MSA ). Peretujuan ini menimbulkan tafsiran bahwa Indonesia telah memasuki Blok Barat, yang berarti bertentangan dengan prinsip dasar politik luar negri Indonesia yang bebas aktif. Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepada presiden.
KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, namun gagal. Kemudian menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam biangnya.
Program Kabinet Wilopo, antara lain :
·
Program dalam negeri :
Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan
kemakmuran rakyat, meningkatkan kemakmuran, pendidikan rakyat, dan pemulihan
keamanan.
·
Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan
Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta
menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif menuju perdamaian dunia.
Kendala/ Masalah yang
dihadapi :
·
Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya
harga barang-barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus
meningkat.
·
Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang
banyak terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan
biaya besar untuk mengimport beras.
·
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang
mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan
akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
·
Terjadi peristiwa 17 Oktober 1952. Merupakan upaya pemerintah
untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil sehingga muncul sikap tidak senang
dikalangan partai politik sebab dipandang akan membahayakan kedudukannya.
Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI sendiri yang
berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel
Bambang Supeno sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada
menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga
menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya
surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di
berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu TNI-AD yang
dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan.
Tetapi saran tersebut ditolak. Muncullah mosi tidak percaya dan menuntut
diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan
KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna
menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
·
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah
perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah
perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama
masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap
miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953 muncullah aksi kekerasan untuk
mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa
izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI.
Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya
peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian
dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur
(Deli).
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan, Masyumi menjadi partai oposisi.
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
Setelah mundurnya Kabinet Wilopo, terbentuk kabinet baru, yaitu Kabinet Ali Sastroamidjojo. Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Sedangkan, Masyumi menjadi partai oposisi.
Program – program Kabinet Ali Sastroamidjojo I, yaitu :
·
Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
·
Pembebasan Irian Barat secepatnya.
·
Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan
KMB.
·
Penyelesaian Pertikaian politik
Hasil :
·
Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
·
Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Kendala/ Masalah yang
dihadapi :
·
Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat
terselesaikan, seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
·
Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu peristiwa yang menunjukkan
adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Masalah TNI –AD yang merupakan kelanjutan
dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD
mengajukan permohonan berhenti dan disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya
mentri pertahanan menunjuk Kolonel Bambang Utoyo tetapi panglima AD menolak
pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya dianggap tidak
menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-AD. Bahkan ketika
terjadi upacara pelantikan pada 27 Juni 1955 tidak seorangpun panglima tinggi
yang hadir meskipun mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD-pun menolak melakukan
serah terima dengan KSAD baru.
·
Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan
inflasi yang menunjukkan gejala membahayakan.
·
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
·
Munculnya konflik antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU
memutuskan untuk menarik kembali menteri-mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955
yang diikuti oleh partai lainnya.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Setelah jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh. Hatta menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet. Kejadian ini baru pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil Presiden sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955 dan mulai bekerja setelah dilantik tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas beberapa partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai yang tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih ada beberapa partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI dan beberapa partai lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.
Program – program Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu :
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya pada presiden.
KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
Setelah jatuhnya Kabinet Ali, sebagai gantinya Wakil Presiden Dr. Muh. Hatta menunjuk Mr. Burhanuddin Harahap (Masyumi) sebagai formatir kabinet. Kejadian ini baru pertama kali di Indonesia, formatir kabinet ditunjuk oleh Wakil Presiden sebagai akibat dari kepergian Soekarno naik Haji ke Mekkah. Kabinet ini terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 141 Tahun 1955 tertanggal 11 Agustus 1955 dan mulai bekerja setelah dilantik tanggal 12 Agustus 1955 dengan dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
Kabinet Burhanuddin Harahap adalah merupakan kabinet koalisi yang terdiri atas beberapa partai, bahkan hamper merupakan Kabinet Nasional, sebab jumlah partai yang tergabung dalam koalisi kabinet ini berjumlah 13 partai. Tetapi karena masih ada beberapa partai yang sebagai oposisi tidak duduk dalam kabinet seperti PNI dan beberapa partai lainnya, maka kabinet ini termasuk kabinet koalisi.
Program – program Kabinet Burhanuddin Harahap, yaitu :
·
Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan
kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
·
Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan
dan mempercepat terbentuknya parlemen baru
·
Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
·
Perjuangan pengembalian Irian Barat
·
Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri
bebas aktif.
Hasil :
·
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September
1955 (memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos
seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang memperoleh suara terbanyak,
yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
·
Perjuangan Diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
·
Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang
dilakukan oleh polisi militer.
·
Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet
Burhanuddin.
·
Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat
Kolonel AH Nasution sebagai Staf Angkatan Darat pada 28 Oktober 1955.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota DPR maupun konstituante.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.
Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut :
Setelah hasil pemungutan suara diumumkan dan pembagian kursi di DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956, Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurkan diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden, untuk dibentuk kabinet baru berdasarkan hasil pemilihan umum. Sebenarnya kabinet ini seandainya terus bekerja tidak apa-apa selagi tidak ada mosi tidak percaya dari parlemen. Tetapi secara Etika politik demokrasi parlementer, kabinet ini dengan sukarela menyerahkan mandatnya, setelah berhasil melaksanakan Pemilu baik untuk anggota DPR maupun konstituante.
KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)
Ali Sastroamidjoyo diserahi mandat untuk membentuk kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet yang terbentuk merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU dengan dipimpin oleh Ali Sastroamidjoyo.
Program :
Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut :
·
Perjuangan pengembalian Irian Barat
·
Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya
anggota-anggota DPRD.
·
Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
·
Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
·
Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
Selain itu program
pokoknya adalah :
·
Pembatalan KMB,
·
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun,
menjalankan politik luar negeri bebas aktif,
·
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB pada tanggal 3 Mei 1956.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB pada tanggal 3 Mei 1956.
Kendala/ Masalah yang dihadapi :
·
Berkobarnya semangat anti Cina di masyarakat.
·
Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan
mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda di
Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan Dewan
Manguni di Sulawesi Utara.
·
Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat
dianggap mengabaikan pembangunan di daerahnya.
·
Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha Belanda
yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang merekalah yang kuat
ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi pengusaha nasional.
·
Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki
agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah, sedangkan
PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti meninggalkan asas demokrasi
dan parlementer.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari parlemen karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik denga dipimpin oleh Ir. Djuanda.
Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi (Januari 1957), membuat kabinet hasil Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada Presiden pada tanggal 14 Maret 1957.
KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)
Kabinet Djuanda/Kabinet Karya resmi dilantik tanggal 9 April 1957. Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang tidak berdasarkan atas dukungan dari parlemen karena negara dalam keadaan darurat, namun tetap terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya. Kabinet ini dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik denga dipimpin oleh Ir. Djuanda.
Program :
Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :
·
Membentuk Dewan Nasional
·
Normalisasi keadaan Republik Indonesia
·
Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
·
Perjuangan pengembalian Irian Jaya
·
Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan
Semua itu dilakukan
untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian
Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.
Hasil yang dicapai :
Hasil yang dicapai :
·
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui
Deklarasi Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial.
Melalui deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia
dimana lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
·
Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung
dan menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan presiden
sebagai ketuanya. Sebagai titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi
terpimpin.
·
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan
di berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional dan
daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
·
Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah
krisis dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
Kendala/ Masalah yang
dihadapi :
·
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di
daerah semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
·
Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
·
Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan
terhadap Presiden Sukarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-purinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957. Peristiwa
ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena mengancam kesatuan
negara.
Berakhirnya kekuasaan
kabinet : Berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar