Perjuangan
diplomasi;pendekatan diplomasi
a. Perundingan
Bilateral Indonesia Belanda
Pada
tanggal 24 Maret 1950 diselenggarakan Konferensi Tingkat Menteri Uni Belanda -
Indonesia. Konferensi memutuskan untuk membentuk suatu komisi yang anggotanya
wakil-wakil Indonesia dan Belanda untuk menyelidiki masalah Irian Barat. Hasil
kerja Komisi ini harus dilaporkan dalam Konferensi Tingkat Menteri II di Den
Haag pada bulan Desember 1950. Ternyata pembicaraan dalam tingkat ini tidak
menghasilkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Pertemuan Bilateral
Indonesia Belanda berturut-turut diadakan pada tahun 1952 dan 1954, namun
hasilnya tetap sama, yaitu Belanda enggan mengembalikan Irian Barat kepada
Indonesia sesuai hasil KMB.
b. Melalui
Forum PBB
Setelah
perundingan bilateral yang dilaksanakan pada tahun 1950, 1952 dan 1954
mengalami kegagalan, Indonesia berupaya mengajukan masalah Irian Barat dalam
forum PBB. Sidang Umum PBB yang pertama kali membahas masalah Irian Barat
dilaksanakan tanggal 10 Desember 1954. Sidang ini gagal untuk mendapatkan 2/3
suara dukungan yang diperlukan untuk mendesak Belanda.
Indonesia secara bertrurut
turut mengajukan lagi sengketa Irian Barat dalam Majelis Umum X tahun 1955,
Majelis Umum XI tahun 1956, dan Majelis Umum XII tahun 1957. Tetapi hasil
pemungutan suara yang diperoleh tidak dapat memperoleh 2/3 suara yang
diperlukan.
c. Dukungan
Negara Negara Asia Afrika (KAA)
Gagal
melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional
dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika
yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di
kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk
memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.
Namun suara bangsa-bangsa
Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional
dalam sidang Majelis Umum PBB.
3. Perjuangan
dengan konfrontasi politik dan ekonomi
Kegagalan
pemerintah Indonesia untuk mengembalikan Irian Barat baik secara bilateral,
Forum PBB dan dukungan Asia Afrika, membuat pemerintah RI menempuh jalan lain
pengembalian Irian Barat, yaitu jalur konfrontasi. Berikut ini adalah upaya
Indonesia mengembalikan Irian melalui jalur konfrontasi, yang dilakukan secara
bertahap.
a. Pembatalan
Uni Indonesia Belanda
Setelah
menempuh jalur diplomasi sejak tahun 1950, 1952 dan 1954, serta melalui forum
PBB tahun 1954 gagal untuk mengembalikan Irian Barat kedalam pangkuan RI,
pemerintah RI mulai bertindak tegas dengan tidak lagi mengakui Uni Belanda
Indonesia yang dibentuk berdasarkan KMB. Ini berarti bahwa pembatalan Uni Belanda
Indonesia secara sepihak oleh pemerintah RI berarti juga merupakan bentuk
pembatalan terhadap isi KMB. Tindakan pemerintah RI ini juga didukung oleh
kalangan masyarakat luas, partai-partai dan berbagai organisasi politik, yang
menganggap bahwa kemerdekaan RI belum lengkap / sempurna selama Indonesia masih
menjadi anggota UNI yang dikepalai oleh Ratu Belanda.
Pada
tanggal 3 Mei 1956 Indonesia membatalkan hubungan Indonesia Belanda,
berdasarkan perjanjian KMB. Pembatalan ini dilakukan dengan Undang Undang No.
13 tahun 1956 yang menyatakan, bahwa untuk selanjutnya hubungan Indonesia
Belanda adalah hubungan yang lazim antara negara yang berdaulat penuh,
berdasarkan hukum internasional. Sementara itu hubungan antara kedua negara
semakin memburuk, karena :
1. terlibatnya
orang-orang Belanda dalam berbagai pergolakan di Indonesia (APRA, Andi Azis,
RMS)
2. Belanda
tetap tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia.
b. Pembentukan
Pemerintahan Sementara Propinsi Irian Barat di Soasiu (Maluku Utara)
Sesuai
dengan Program Kerja Kabinet, Ali Sastroamidjojo membentuk Propinsi Irian Barat
dengan ibu kota Soasiu (Tidore). Pembentukan propinsi itu diresmikan tanggal 17
Agustus 1956. Propinsi ini meliputi wilayah Irian Barat yang masih diduduki
Belanda dan daerah Tidore, Oba, Weda, Patrani, serta Wasile di Maluku Utara.
c. Pemogokan
Total Buruh Indonesia
Sepuluh
tahun menempuh jalan damai, tidak menghasilkan apapun. Karena itu, pada tanggal
18 Nopember 1957 dilancarkan aksi-aksi pembebasan Irian Barat di seluruh tanah
air. Dalam rapat umum yang diadakan hari itu, segera diikuti pemogokan total
oleh buruh-buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan milik Belanda pada
tanggal 2 Desember 1957. Pada hari itu juga pemerintah RI mengeluarkan larangan
bagi beredarnya semua terbitan dan film yang menggunakan bahasa Belanda.
Kemudian KLM dilarang mendarat dan terbang di seluruh wilayah Indonesia.
d. Nasionalisasi
Perusahaan Milik Belanda
Pada
tanggal 3 Desember 1957 semua kegiatan perwakilan konsuler Belanda di Indonesia
diminta untuk dihentikan. Kemudian terjadi serentetan aksi pengambil alihan
modal perusahaan-perusahaan milik Belanda di Indonesia, yang semula dilakukan
secara spontan oleh rakyat dan buruh yang bekerja pada perusahaan-perusahaan
Belanda ini. Namun kemudian ditampung dan dilakukan secara teratur oleh
pemerintah. Pengambilalihan modal perusahaan perusahaan milik Belanda tersebut
oleh pemerintah kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1958.
e. Pemutusan
Hubungan Diplomatik
Hubungan
diplomatik Indonesia – Belanda bertambah tegang dan mencapai puncaknya ketika
pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dalam
pidato Presiden yang berjudul ”Jalan Revolusi Kita Bagaikan Malaikat
Turun Dari Langit (Jarek)” pada peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan
RI ke 15, tanggal 17 Agustus 1960, presiden memaklumkan pemutusan hubungan
diplomatik dengan Belanda.
Tindakan ini merupakan
reaksi atas sikap Belanda yang dianggap tidak menghendaki penyelesaian secara
damai pengembalian Irian Barat kepada Indonesia. Bahkan, menjelang bulan
Agustus 1960, Belanda mengirimkan kapal induk ” Karel Doorman ke Irian melalui
Jepang. Disamping meningkatkan armada lautnya, Belanda juga memperkuat armada
udaranya dan angkutan darat nya di Irian Barat.
Karena itulah pemerintah RI
mulai menyusun kekuatan bersenjatanya untuk mempersiapkan segala sesuatu
kemungkinan. Konfrontasi militer pun dimulai.
4. Tri Komando
Rakyat
a. Tri
Komando Rakyat
Dalam
pidatonya ”Membangun Dunia Kembali” di forum PBB tanggal 30 September 1960,
Presiden Soekarno berujar, ”......Kami telah mengadakan
perundingan-perundingan bilateral......harapan lenyap, kesadaran hilang, bahkan
toleransi pu n mencapai batasnya. Semuanya itu telah habis dan Belanda tidak
memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
Tindakan
konfrontasi politik dan ekonomi yang dilancarkan Indonesia ternyata belum mampu
memaksa Belanda untuk menyerahkan Irian Barat. Pada bulan April 1961 Belanda
membentuk Dewan Papua, bahkan dalam Sidang umum PBB September 1961, Belanda
mengumumkan berdirinya Negara Papua. Untuk mempertegas keberadaan Negara Papua,
Belanda mendatangkan kapal induk ”Karel Doorman” ke Irian Barat.
Terdesak oleh persiapan
perang Indonesia itu, Belanda dalam sidang Majelis Umum PBB XVI tahun 1961
mengajukan usulan dekolonisasi di Irian Barat, yang dikenal dengan ”Rencana
Luns”.
menanggapi
rencana licik Belanda tersebut, pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di
Yogyakarta, Presiden Soekarno mengumumkan TRIKORA dalam rapat raksasa di alun
alun utara Yogyakarta, yang isinya :
1. Gagalkan
berdirinya negara Boneka Papua bentukan Belanda
2. Kibarkan
sang Merah Putih di irtian Jaya tanah air Indonesia
3. Bersiap
melaksanakan mobilisasi umum
b. Pembentukan
Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
Sebagai
langkah pertama pelaksanaan Trikora adalah pembentukan suatu komando operasi,
yang diberi nama ”Komando Mandala Pembebasan Irian Barat”. Sebagai panglima
komando adalah Brigjend. Soeharto yang kermudian pangkatnya dinaikkan menjadi
Mayor Jenderal.
Panglima Komando : Mayjend.
Soeharto
Wakil Panglima I : Kolonel
Laut Subono
Wakil Panglima II : Kolonel
Udara Leo Wattimena
Kepala Staf Gabungan :
Kolonel Ahmad Tahir
Komando
Mandala yang bermarkas di Makasar ini mempunyai dua tujuan :
1. merencanakan,
menyiapkan dan melaksanakan operasi militer untuk mengembalikan Irian barat ke
dalam kekuasaan Republik Indonesia
2. mengembangkan
situasi militer di wilayah Irian barat sesuai dengan perkembangan perjuangan di
bidang diplomasi supaya dalam waktu singkat diciptakan daerah daerah bebas de
facto atau unsur pemerintah RI di wilayah Irian Barat
Dalam
upaya melaksanakan tujuan tersebut, Komando Mandala membuat strategi dengan
membagi operasi pembebasan Irian Barat menjadi tiga fase, yaitu :
1. Fase
infiltrasi
Dimulai pada awal Januari
tahun 1962 sampai dengan akhir tahun 1962, dengan memasukkan 10 kompi ke
sekitar sasaaran tertentu untuk menciptakan daerah bebas de facto.
2. Fase
Eksploitasi
Dimulai pada awal Januari
1964 sampai dengan akhir tahun 1963, dengan mengadakan serangan terbuka
terhadap induk militer lawan, menduduki semua pos pertahanan musuh yang
penting.
3. Fase
Konsolidasi
Dilaksanakan pada tanggal 1
Januari 1964, dengan menegakkan kekuasaan RI secara mutlak di seluruh Irian
Barat.
Sebelum
Komando mandala bekerja aktif, unsur militer yang tergabung dalam Motor Boat
Torpedo (MTB) telah melakukan penyusupan ke Irian Barat. Namun kedatangan
pasukan ini diketahui oleh Belanda, sehingga pecah pertempuran di Laut Arafura.
Dalam pertempuran yang sangat dahsyat ini, MTB Macan Tutul berhasil
ditenggelamkan oleh Belanda dan mengakibatkan gugurnya komandan MTB Macan Tutul
Yoshafat Sudarso (Pahlawan Trikora)
Sementara itu Presiden
Amerika Serikat yang baru saja terpilih John Fitzgerald Kennedy merasa risau
dengan perkembangan yang terjadi di Irian Barat. Dukungan Uni Soviet ( PM.
Nikita Kruschev ) kepada perjuangan RI untuk mengembalikan Irian Barat dari
tangan Belanda, menimbulkan terjadinya ketegangan politik dunia, terutama pada
pihak Sekutu (NATO) pimpinan Amerika Serikat yang semula sangat mendukung
Belanda sebagai anggota sekutunya. Apabila Uni Soviet telah terlibat dan
Indonesia terpengaruh kelompok ini, maka akan sangat membahayakan posisi
Amerika Serikat di Asia dan dikhawatirkan akan menimbulkan masalah Pasifik
Barat Daya. Apabila pecah perang Indonesia dengan Belanda maka Amerika akan
berada dalam posisi yang sulit. Amerika Serikat sebagai sekutu Belanda akan di
cap sebagai negara pendukung penjajah dan Indonesia akan jatuh dalam pengaruh
Uni Soviet.
Untuk
itu, dengan meminjam tangan Sekjend PBB U Than, Kennedy mengirimkan diplomatnya
yang bernama Elsworth Bunker untuk mengadakan pendekatan kepada Indonesia –
Belanda.
Sesuai dengan tugas dari
Sekjend PBB ( U Than ), Elsworth Bunker pun mengadakan penelitian masalah ini,
dan mengajukan usulan yang dikenal dengan ”Proposal Bunker”. Adapun isi
Proposal Bunker tersebut adalah sebagai berikut :
”Belanda harus menyerahkan
kedaulatan atas Irian barat kepada Indonesia melalui PBB dalam jangka waktu
paling lambat dua tahun”
Usulan ini menimbulkan
reaksi :
1. Dari
Indonesia : meminta supaya waktu penyerahan diperpendek
2.
Dari Belanda : setuju melalui PBB, tetapi tetap diserahkan kepada Negara Papua
Merdeka
c. Operasi
Jaya Wijaya
Pelaksanaan Operasi
1.
Maret - Agustus 1962 dilancarkan operasi pendaratan melalui laut dan udara
2.
Rencana serangan terbuka untuk merebut Irian Barat sebagai suatu operasi
penentuan, yang diberi nama Operasi Jaya wijaya”. Pelaksanaan operasi adalah
sebagai berikut :
a. Angkatan
Laut Mandala dipimpin oleh Kolonel Soedomo membentuk tugas amphibi 17, terdiri
dari 7 gugus tugas
b. Angkatan
Udara Mandala membentuk enam kesatuan tempur baru.
Sementara
itu sebelum operasi Jayawijaya dilaksanakan, diadakan perundingan di Markas
Besar PBB pada tanggal 15 Agustus 1962, yang menghasilkan suatu resolusi
penghentian tembak menembak pada tanggal 18 Agustus 1962.
5.
Persetujuan
New York [ New York Agreement ]
Setelah
operasi-operasi infiltrasi mulai mengepung beberapa kota penting di Irian
Barat, sadarlah Belanda dan sekutu-sekutunya, bahwa Indonesia tidak main-main
untuk merebut kembali Irian Barat. Atas desakan Amerika Serikat, Belanda
bersedia menyerahkan irian Barat kepada Indonesia melalui Persetujuan New York
/ New York Agreement.
Isi Pokok persetujuan :
1.
Paling
lambat 1 Oktober 1962 pemerintahan sementara PBB (UNTEA) akan menerima serah
terima pemerintahan dari tangan Belanda dan sejak saat itu bendera merah putih
diperbolehkan berkibar di Irian Barat..
2. Pada
tanggal 31 Desember 11962 bendera merah putih berkibar disamping bendera PBB.
3. Pemulangan
anggota anggota sipil dan militer Belanda sudah harus selesai tanggal 1 Mei
1963
4. Selambat
lambatnya tanggal 1 Mei 1963 pemerintah RI secara resmi menerima penyerahan
pemerintahan Irian Barat dari tangan PBB
5. Indonesia
harus menerima kewajiban untuk mengadakan Penentuan Pendapat rakyat di Irian
Barat, paling lambat sebelum akhir tahun 1969.
Sesuai dengan perjanjian
New York, pada tanggal 1 Mei 1963 berlangsung upacara serah terima Irian Barat
dari UNTEA kepada pemerintah RI. Upacara berlangsung di Hollandia (Jayapura).
Dalam peristiwa itu bendera PBB diturunkan dan berkibarlah merah putih yang
menandai resminya Irian Barat menjadi propinsi ke 26. Nama Irian Barat diubah
menjadi Irian Jaya ( sekarang Papua )
6. Arti
penting Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Sebagai
salah satu kewajiban pemerintah Republik Indonesia menurut persetujuan New
York, adalah pemerintah RI harus mengadakan penentuan pendapat rakyat di Irian
Barat paling lambat akhir tahun 1969. pepera ini untuk menentukan apakah rakyat
Irian Barat memilih, ikut RI atau merdeka sendiri. Penentuan pendapat Rakyat
akhirnya dilaksanakan pada tanggal 24 Maret sampai dengan 4 Agustus 1969.Mereka
diberi dua opsi, yaitu : bergabung dengan RI atau merdeka sendiri.
Setelah
Pepera dilaksanakan, Dewan Musyawarah Pepera mengumumkan bahwa rakyat Irian
dengan suara bulat memutuskan Irian Jaya tetap merupakan bagian dari Republik
Indoenesia. Hasil ini dibawa Duta Besar Ortiz Sanz untuk dilaporkan
dalam sidang umum PBB ke 24 bulan Nopember 1969. Sejak saat itu secara de yure
Irian Jaya sah menjadi milik RI.
Dengan
menganalisa fakta-fakta pembebasan Irian Barat sampai kemudian dilaksanakan
Pepera, dapat diambil kesimpulan bahwa Pepera mempunyai arti yang sangat penting
bagi pemerintah Indonesia, yaitu :
1. bukti
bahwa pemerintah Indonesia dengan merebut Irian Barat melalui konfrontasi bukan
merupakan sebuah tindakan aneksasi / penjajahan kepada bangsa lain, karena
secara sah dipandang dari segi de facto dan de jure Irian Barat merupakan
bagian dari wilayah RI
2. upaya
keras pemerintah Ri merebut kembali Irian Barat bukan merupakan tindakan
sepihak, tetapi juga mendapat dukungan dari masyarakat Irian Barat. Terbukti
hasil Pepera menyatakan rakyat Irian ingin bergabung dengan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar