BAB III PEMBAHASAN
- Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di
Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi
ke Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang
terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kublai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh
Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja,
Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang
menyerahkan diri. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik.
Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit,
yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk
bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden
Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik
pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri
asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin
muson agar dapat pulang, atau mereka terpaksa
harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing. Tanggal pasti yang
digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan
Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang
bertepatan dengan tanggal 10 November 1293.
Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini
menghadapi masalah. Beberapa orang terpercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi
memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Slamet
Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha
lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja,
agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah
kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan
dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309. Putra
dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone
mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328,
Jayanegara dibunuh oleh
3
tabibnya,
Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan
tetap Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana
Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai
Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk
melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
2. Kejayaan
Kerajaan Majapahit
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah
Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389.
Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya,
Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada
(1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan
Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya,
Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik ( Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas
sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit. Namun demikian, batasan alam
dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya
tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit
juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam,
Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan
dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin
persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat
mempersunting Citraresmi
(Pitaloka), putri Kerajaan Sunda
sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran
ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta
keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk
dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk
memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga
kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan.
Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda
kewalahan dan akhirnya
4
dikalahkan.
Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara
kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk
redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya.
Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di
Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan
dalam Nagarakretagama. Kakawin
Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih,
dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala
raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua,
mencakup Semenanjung Malaya
dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di
Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit.
Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup
wilayah Jawa Timur dan Bali,
di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti
berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala
pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat
mengundang reaksi keras. Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah
Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun penguasa
Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang
menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah
mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
3. Kebudayaan
Kerajaan Majapahit
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang
adiluhung dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar
tiap hari pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua
wilayah taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti
atau pajak. Kawasan Majapahit secara sederhana terbagi
dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan ibu kota dan sekitarnya;
wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara langsung dikepalai oleh
pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta wilayah-wilayah taklukan di
kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas. Ibu kota Majapahit di Trowulan merupakan kota besar dan terkenal
dengan perayaan besar keagamaan yang
5
diselenggarakan
setiap tahun. Agama Buddha, Siwa,
dan Waisnawa (pemuja Wisnu)
dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha,
Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam,
akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim
saat itu. Walaupun batu bata telah
digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah
yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara
geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh
candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu
di Trowulan, Mojokerto. Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada era Majapahit didapatkan dari
catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta Ordo Fransiskan dalam bukunya:
"Perjalanan Pendeta Odorico da Pordenone".
Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatera, Jawa, dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk
menjalankan misi Katolik di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua,
menyeberangi Laut Hitam dan menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata,
Madras, dan Srilanka. Lalu menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatera,
lalu mengunjungi Jawa dan Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat
lewat Vietnam, China, terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330. Di buku ini
ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa menjelaskan lebih rinci nama tempat yang
ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga
di pulau ini terdapat banyak cengkeh, kemukus, pala,
dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan istana raja Jawa sangat
mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak. Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi selalu
gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan disini tak
lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun 1318-1330
pada masa pemerintahan Jayanegara.
4. Ekonomi
Kerajaan Majapahit
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam
uang tunai. Ekonomi Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada
masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang
emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada masa pemerintahan raja pertama
Majapahit, sebuah perubahan moneter penting terjadi: keping uang dalam negeri
diganti dengan uang "kepeng" yaitu keping uang tembaga impor dari
China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping
6
koin
China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang seorang
penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era
Majapahit. Alasan penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan
dalam catatan sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin
kompleksnya ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh
dalam sistem mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas
ekonomi sehari-hari di pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat
dipenuhi oleh uang emas dan perak yang mahal. Beberapa gambaran
mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa saat itu dikumpulkan dari berbagai
data dan prasasti. Prasasti Canggu yang berangka tahun 1358 menyebutkan
sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat perahu penyeberangan di dalam
negeri (mandala
Jawa). Prasasti dari masa Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan
spesialisasi karier, mulai dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual
minuman, dan jagal atau tukang daging. Meskipun banyak di antara
pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman sebelumnya, namun proporsi
populasi yang mencari pendapatan dan bermata pencarian di luar pertanian semakin
meningkat pada era Majapahit. Menurut catatan Wang
Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada,
garam, kain,
dan burung kakak tua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas,
perak, sutra,
barang
keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak,
timah putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone,
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan permata. Kemakmuran Majapahit diduga karena dua
faktor. Faktor pertama; lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi.
Pada masa jayanya Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian
dengan dukungan pemerintah. Faktor kedua; pelabuhan-pelabuhan Majapahit di
pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan
untuk mendapatkan komoditas rempah-rempah Maluku. Pajak yang dikenakan pada komoditas rempah-rempah
yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi Majapahit. Nagarakretagama
menyebutkan bahwa kemashuran penguasa Wilwatikta telah menarik banyak pedagang
asing, di antaranya pedagang dari India, Khmer,
Siam,
dan China. Pajak khusus dikenakan pada orang asing
terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain
perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok yang
7
menetap
di ibu kota kerajaan maupun berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
5. Sruktur
Pemerintahan Kerajaan Majapahit
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya struktur dan
birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya . Raja
dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang
otoritas politik tertinggi.
A.
Aparat
birokrasi
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di bawahnya, antara lain yaitu:
·
Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya
dijabat putra-putra raja
·
Dharmma-upapatti, para
pejabat keagamaan
Dalam
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran
terdapat seorang pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih
Hamangkubhumi. Pejabat ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang
bersama-sama raja dapat ikut melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain
itu, terdapat pula semacam dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para
sanak saudara raja, yang disebut Bhattara
Saptaprabhu.
B. Pembagian wilayah
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan
kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan
tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre
atau "Bhatara i". Gelar ini adalah
gelar tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat
dekat raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut
pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan
daerah yang mereka
8
pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d.
1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja.
Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan Majapahit dikenal sebagai
berikut:
2.
Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
3.
Watek: dikelola oleh wiyasa,
4.
Kuwu: dikelola oleh lurah,
5.
Wanua: dikelola oleh thani,
6.
Kabuyutan: dusun kecil atau tempat
sakral.
Sedangkan dalam Prasasti Wingun Pitu (1447 M) disebutkan bahwa
pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin oleh
seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah
bawahan tersebut yaitu:
Saat Majapahit memasuki
era kemaharajaan
Thalasokrasi
saat pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga
termasuk dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep
teritorial yang lebih besar pun terbentuk:
- Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
- Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan. Akan tetapi,
9
area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi, yang
kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan keluarga kerajaan
Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di
tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan
mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup besar.
Wilayah Mancanegara termasuk didalamnya seluruh daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya,
Pagaruyung, Lampung
dan Palembang
di Sumatra.
- Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori itu
masuk ke dalam lingkaran pengaruh Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit
juga mengenal lingkup keempat yang didefinisikan sebagai hubungan diplomatik
luar negeri:
- Mitreka Satata, yang secara harafiah berarti "mitra dengan tatanan (aturan) yang sama". Hal itu menunjukkan negara independen luar negeri yang dianggap setara oleh Majapahit, bukan sebagai bawahan dalam kekuatan Majapahit. Menurut Negarakertagama pupuh 15, bangsa asing adalah Syangkayodhyapura (Ayutthaya di Thailand), Dharmmanagari (Kerajaan Nakhon Si Thammarat), Marutma, Rajapura dan Sinhanagari (kerajaan di Myanmar), Kerajaan Champa, Kamboja (Kamboja), dan Yawana (Annam).[34] Mitreka Satata dapat dianggap sebagai aliansi Majapahit, karena kerajaan asing di luar negeri seperti China dan India tidak termasuk dalam kategori ini meskipun Majapahit telah melakukan hubungan luar negeri dengan kedua bangsa ini.
Pola kesatuan politik
khas sejarah Asia Tenggara purba seperti ini kemudian diidentifikasi oleh
sejarahwan modern sebagai "mandala", yaitu kesatuan yang politik
ditentukan oleh pusat
10
atau inti kekuasaannya
daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan
tanpa integrasi administratif lebih lanjut.[35]
Daerah-daerah bawahan yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu
wilayah Mancanegara dan Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa
daerah tersebut yang menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah
bawahan ini meskipun sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan
sistem pemerintahannya sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan
pusat di ibu kota Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam
kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Sriwijaya
dan Angkor,
serta mandala-mandala tetangga Majapahit yang sezaman; Ayutthaya
dan Champa.
6.Raja-Raja Majapahit
Para penguasa Majapahit adalah
penerus dari keluarga kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa,
pendiri Wangsa Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar
penguasa Majapahit. Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara
pemerintahan Rajasawardhana (penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin
diakibatkan oleh krisis suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit
menjadi dua kelompok.
Nama Raja Gelar Tahun : Raden Wijaya Kertarajasa Jayawardhana 1293
- 1309, Kalagamet Sri Jayanagara 1309
- 1328, Sri Gitarja Tribhuwana
Wijayatunggadewi 1328 - 1350,
Hayam Wuruk Sri Rajasanagara 1350
- 1389, Wikramawardhana 1389
- 1429, Suhita Dyah Ayu Kencana Wungu 1429
- 1447, Kertawijaya Brawijaya I 1447
- 1451, Rajasawardhana Brawijaya II 1451
- 1453, Purwawisesa atau Girishawardhana Brawijaya III 1456
- 1466 Bhre Pandansalas, atau Suraprabhawa Brawijaya IV 1466
- 1468, Bhre Kertabumi Brawijaya V 1468
- 1478, Girindrawardhana Brawijaya VI 1478
- 1498, dan Patih Udara 1498
- 1518.
7.
Keruntuhan Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur
melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri
mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
11
takhta.
Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun
1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya di seberang. Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian
ekspedisi laut Dinasti Ming yang
dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang
jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405
sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak,
Tuban, dan Ampel;
maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa. Wikramawardhana
memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia
adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua
Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah
hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar
Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta
pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana.
Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan
mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit. Ketika Majapahit
didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai
memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad
ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam,
yaitu Kesultanan Malaka,
mulai muncul di bagian barat Nusantara[20]. Di bagian barat kemaharajaan yang
mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad
ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan
melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah
taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.Singhawikramawardhana memindahkan ibu
kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha
(bekas ibu kota Kerajaan Kediri)
dan terus memerintah disana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya
mengalahkan Kertabhumi dan mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu
kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar
12
Girindrawardhana.
Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini
dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa. Waktu
berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan
berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1527. Dalam tradisi Jawa ada
sebuah kronogram
atau candrasengkala
yang berbunyi sirna ilang kretaning
bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus
dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka,
atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna
hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya digambarkan oleh
candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh
Girindrawardhana. Menurut prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia
telah mengalahkan Kertabhumi dan
memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha
dengan Kesultanan Demak,
karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Peperangan ini dimenangi
Demak pada tahun 1527.Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota
keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan
besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini
mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha yang
dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad
ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan
Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan
Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah
karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi
perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam
pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa
kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam
mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali.
Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan
Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar